Hikmah
hari raya idul Adha
Idul Adha adalah momentum menumbuhsuburkan
rasa rasa kasih sayang di antara sesama. Inilah pesan indah yang dicanangkan
dua manusia agung; Ibrahim Khalilullah dan Rasulullah SAW.
Idul Adha bisa kita maknai dari dua sisi.
Yaitu dari sisi ajaran yang dibawa Rasulullah SAW dan dari sisi pengalaman Nabi
Ibrahim dan keluarganya. Dalam Alquran, keduanya digelari uswatun hasanah (Nabi
yang menjadi teladan dalam kebaikan). Difirmankan, ''Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.'' (QS Al Ahzab [33]: 21). Juga, ''Sesungguhnya telah ada
teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan
dia.'' (QS Al Mumtahanah [60]: 6).
Hikmah
dari Rasulullah SAW
Dilihat dari sisi ajaran Rasulullah SAW,
Idul Adha erat kaitannya dengan diturunkannya ayat ketiga dari QS Al Maa'idah
[5]. Difirmankan, ''Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu.''
Ayat ini adalah ayat Alquran terakhir yang
diterima Rasulullah SAW Ada yang menarik, ayat ini turun pada 9 Dzulhijjah
tatkala beliau sedang wukuf di Arafah-saat menunaikan ibadah terakhir. Karena
Allah SWT telah mengikrarkan kesempurnaan Islam, maka kita merayakan;
mensyukuri; dan memperingatinya dengan hari raya Idul Adha. Dalam ayat ini
Allah SAW "mengikrarkan" tiga hal, yaitu: (1) menyempurnakan bangunan
agama Islam; (2) mencukupkan semua nikmat-Nya kepada Rasulullah SAW; dan (3) merelakan
Islam sebagai dien (agama) terakhir dan terbaik.
Dalam bahasa Alquran, kata akmaltu berbeda dengan kata akmamtu.
Satu kumpulan dari banyak hal yang sempurna dinamai "kusempurnakan".
Dengan kata lain, semua unsur di dalamnya memiliki kesempurnaan. Tapi kalau
akmamtu (Kucukupkan) bermakna kumpulan dari hal yang tidak sempurna. Ia baru
sempurna bila semuanya berkumpul menjadi satu.
Kita perbandingkan dengan ajaran Islam.
Allah SWT telah mensyariatkan banyak ibadah, misalnya shalat, zakat, haji,
puasa, munakat, waris, jihad, dan lainnya. Semuanya telah sangat sempurna,
aturan-aturannya telah dirancang dengan sangat jelas. Maka, kumpulan ajaran
yang sempurna ini Allah SWT sebut dengan akhmaltu; "Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu."
Lain halnya dengan nikmat? Sebesar apa pun
nikmat dunia sangat jarang (bahkan tidak pernah) mencapai taraf sempurna. Saat
kita dianugerahi sehat misalnya, maka kesehatan tersebut tidak pernah mencapai
seratus persen, selalu saja ada yang kurang. Demikian pula nikmat harta.
Sebesar apa pun harta yang kita miliki pasti akan selalu kurang. Andai pun kita
dianugerahi kesehatan dan kekayaan, maka kekurangan akan tetap terasa bila kita
tidak memiliki pasangan hidup, atau keturunan, atau persahabatan, atau rasa
aman. Semua nikmat baru dikatakan sempurna apabila dipayungi agama.
Ikrar ketiga adalah diridhainya Islam
sebagai agama. "Dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama (dien)
bagimu". Diendimaknai sebagai agama. Menurut ulama
tafsir, kata dien terambil dari akar yang sama dengan
kata daina atau utang. Allah telah menganugerahkan nikmat yang tak terhitung
jumlahnya. Maka, secara tidak langsung kita berhutang budi kepada-Nya.
Bagaimana sikap orang berhutang? Kalau mampu ia wajib membayar. Namun, kalau
tidak mampu ia harus datang kepada yang memberi utang untuk meminta maaf atau
menyerahkan sesuatu yang dimilikinya. Kalau tidak punya apa-apa, ia layak
menyerahkan diri untuk "diapa-apakan" oleh yang memberi utang. Karena
kemurahan-Nya, Allah rela kita tidak membayar utang-utang kita kepada-Nya, asal
kita rela menyerahkan jiwa raga kita kepada-Nya.
Disempurnakannya ajaran Islam,
dicukupkannya curahan nikmat, dan "dibebaskannya" kita dari utang,
adalah anugerah terbesar yang Allah karuniakan kepada kita. Maka, tidak ada
yang pantas kita lakukan selain mensyukurinya. Syukur dimaknai dengan
menggunakan semua nikmat untuk mendekat kepada Allah. Dengan demikian, Idul
Adha menjadi momentum tepat bagi kita untuk: (1) berusaha memahami makna syukur
yang hakiki; (2) mengevaluasi kualitas syukur kita kepada Allah; dan (3)
menjadikan setiap aktivitas kita sebagai cerminan rasa syukur kepada Allah.
Idul Adha bisa pula dijadikan momentum untuk menumbuhkan kesadaran akan
sempurnanya ajaran Islam. Ujung dari kesadaran ini adalah lahirnya kebanggaan
menjadi seorang Muslim, rela diatur hukum Islam, dan berkorban demi kejayaan
Islam.
Hikmah
dari Nabi Ibrahim AS
Dilihat dari sisi Nabi Ibrahim, materinya
sudah sangat jelas. Idul Adha (Idul Qurban) adalah refleksi pengalaman Nabi
Ibrahim dan putranya Nabi Ismail. Pengalaman ayah dan anak terekam jelas dalam
Alquran (QS Ash Shaaffaat [37]: 99-113). ''Maka tatkala anak itu sampai (pada
umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah
apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar''.'' (QS 37: 102). Karena kesabaran dan ketaatan keduanya, Allah SWT
berkenan mengganti Ismail dengan seekor domba. Tradisi ini terus berlanjut
hingga sekarang. Setiap tahun kita berkurban domba, sapi, atau unta, dan
mengabadikannya menjadi hari raya Idul Adha (Idul Kurban).
Apa hikmahnya bagi kita? Pada masa Nabi
Ibrahim hidup, sekitar 4300 tahun lalu, menjadikan manusia sebagai sesaji
adalah hal biasa. Di Mesir kuno, setiap tahunnya selalu dilaksankan kontes
kecantikan, dan yang terpilih akan ditenggelamkan di Sungai Nil sebagai
persembahan kepada dewa. Di Mesopotamia (Irak) yang dijadikan sesaji adalah
bayi. Di Aztek, yang dijadikan sesaji adalah para pemuka agama. Digantinya
Ismail dengan seekor domba menandai lahirnya revolusi besar dalam sejarah
peradaban manusia, yaitu dihapuskannya pengorbanan manusia. Manusia itu terlalu
mahal untuk dikorbankan. Hikmahnya, kita harus menghormati manusia, jangan
mengorbankan manusia, bahagiakan manusia, dan bantu mereka yang membutuhkan
bantuan.
Idul Adha adalah momentum menumbuhsuburkan
rasa rasa kasih sayang di antara sesama. Idul Adha harus kita manfaatkan
sebagai momentum menyambungkan tali silaturahmi, melatih kepekaan, empati, dan
mengikis kebencian di hati. Inilah pesan indah yang dicanangkan dua manusia
agung; Ibrahim Khalilullah dan Muhammad SAW.
Sumber 2
Bulan ini merupakan bulan bersejarah
bagi umat Islam. Pasalnya, di bulan ini kaum muslimin dari berbagai belahan
dunia melaksanakan rukun Islam yang kelima. Ibadah haji adalah ritual ibadah
yang mengajarkan persamaan di antara sesama. Dengannya, Islam tampak sebagai
agama yang tidak mengenal status sosial. Kaya, miskin, pejabat, rakyat, kulit
hitam ataupun kulit putih semua memakai pakaian yang sama. Bersama-sama
melakukan aktivitas yang sama pula yakni manasik haji.
Selain ibadah haji, pada bulan ini umat
Islam merayakan hari raya Idul Adha. Lantunan takbir diiringi tabuhan bedug
menggema menambah semaraknya hari raya. Suara takbir bersahut-sahutan mengajak
kita untuk sejenak melakukan refleksi bahwa tidak ada yang agung, tidak ada
yang layak untuk disembah kecuali Allah, Tuhan semesta alam.
Pada hari itu, kaum muslimin selain
dianjurkan melakukan shalat sunnah dua rekaat, juga dianjurkan untuk
menyembelih binatang kurban bagi yang mampu. Anjuran berkurban ini bermula dari
kisah penyembelihan Nabi Ibrahim kepada putra terkasihnya yakni Nabi Ismail.
Peristiwa ini memberikan kesan yang
mendalam bagi kita. Betapa tidak. Nabi Ibrahim yang telah menunggu kehadiran
buah hati selama bertahun-tahun ternyata diuji Tuhan untuk menyembelih putranya
sendiri. Nabi Ibrahim dituntut untuk memilih antara melaksanakan perintah Tuhan
atau mempertahankan buah hati dengan konsekuensi tidak mengindahkan
perintahNya. Sebuah pilihan yang cukup dilematis. Namun karena didasari
ketakwaan yang kuat, perintah Tuhanpun dilaksanakan. Dan pada akhirnya, Nabi
Ismail tidak jadi disembelih dengan digantikan seekor domba. Legenda
mengharukan ini diabadikan dalam al Quran surat al Shaffat ayat 102-109.
Kisah tersebut merupakan potret puncak
kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Nabi Ibrahim mencintai Allah melebihi
segalanya, termasuk darah dagingnya sendiri. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap
putra kesayangannya tidak menghalangi ketaatan kepada Tuhan. Model ketakwaan
Nabi Ibrahim ini patut untuk kita teladani.
Dari berbagai media, kita bisa melihat
betapa budaya korupsi masih merajalela. Demi menumpuk kekayaan rela
menanggalkan ”baju” ketakwaan. Ambisi untuk meraih jabatan telah memaksa untuk
rela menjebol ”benteng-benteng” agama. Dewasa ini, tata kehidupan telah banyak
yang menyimpang dari nilai-nilai ketuhanan. Dengan semangat Idul Adha, mari
kita teladani sosok Nabi Ibrahim. Berusaha memaksimalkan rasa patuh dan taat
terhadap ajaran agama.
Di samping itu, ada pelajaran berharga
lain yang bisa dipetik dari kisah tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa
perintah menyembelih Nabi Ismail ini pada akhirnya digantikan seekor domba.
Pesan tersirat dari adegan ini adalah ajaran Islam yang begitu menghargai
betapa pentingnya nyawa manusia.
Hal ini senada dengan apa yang
digaungkan Imam Syatibi dalam magnum opusnya al Muwafaqot. Menurut Syatibi,
satu diantara nilai universal Islam (maqoshid al syari’ah) adalah agama menjaga
hak hidup (hifdzu al nafs). Begitu pula dalam ranah fikih, agama mensyari’atkan
qishosh, larangan pembunuhan dll. Hal ini mempertegas bahwa Islam benar-benar
melindungi hak hidup manusia. (hlm.220 )
Nabi Ismail rela mengorbankan
dirinya tak lain hanyalah demi mentaati perintahNya. Berbeda dengan para
teroris dan pelaku bom bunuh diri. Apakah pengorbanan yang mereka lakukan
benar-benar memenuhi perintah Tuhan demi kejayaan Islam atau justru
sebaliknya?.
Para teroris dan pelaku bom bunuh diri
jelas tidak sesuai dengan nilai universal Islam. Islam menjaga hak untuk
hidup, sementara mereka—dengan aksi bom bunuh diri— justru mencelakakan
dirinya sendiri. Di samping itu, mereka juga membunuh rakyat sipil tak
bersalah, banyak korban tak berdosa berjatuhan. Lebih parah lagi, mereka
bukan membuat Islam berwibawa di mata dunia, melainkan menjadikan Islam sebagai
agama yang menakutkan, agama pedang dan sarang kekerasan. Akibat aksi nekat
mereka ini justru menjadikan Islam laksana ”raksasa” kanibal yang haus darah
manusia.
Imam Ghazali dalam Ihya ’Ulumuddin
pernah menjelaskan tentang tata cara melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Menurutnya, tindakan dalam bentuk aksi pengrusakan, penghancuran tempat
kemaksiatan adalah wewenang negara atau badan yang mendapatkan legalitas
negara. Tindakan yang dilakukan Islam garis keras dalam hal ini jelas tidak
prosedural. (vol.2 hlm.311)
Sudah semestinya dalam melakukan amar
makruf nahi munkar tidak sampai menimbulkan kemunkaran yang lebih besar.
Bukankah tindakan para teroris dan pelaku bom bunuh diri ini justru merugikan
terhadap Islam itu sendiri ?. Merusak citra Islam yang semestinya mengajarkan
kedamaian dan rahmatan lil ’alamin. Ajaran Islam yang bersifat humanis,
memahami pluralitas dan menghargai kemajemukan semakin tak bermakna.
Semoga dengan peristiwa eksekusi mati
Amrozi cs, mati pula radikalisme Islam, terkubur pula Islam yang berwajah
seram. Pengorbanan Nabi Ismail yang begitu tulus menjalankan perintahNya jelas
berbeda dengan pengorbanan para teroris.
Di hari Idul Adha, bagi umat Islam yang
mampu dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban. Pada dasarnya,
penyembelihan binatang kurban ini mengandung dua nilai yakni kesalehan ritual
dan kesalehan sosial. Kesalehan ritual berarti dengan berkurban, kita telah
melaksanakan perintah Tuhan yang bersifat transedental. Kurban dikatakan
sebagai kesalehan sosial karena selain sebagai ritual keagamaan, kurban juga
mempunyai dimensi kemanusiaan.
Bentuk solidaritas kemanusiaan ini
termanifestasikan secara jelas dalam pembagian daging kurban. Perintah
berkurban bagi yang mampu ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang respek
terhadap fakir-miskin dan kaum dhu’afa lainnya. Dengan disyari’atkannya kurban,
kaum muslimin dilatih untuk mempertebal rasa kemanusiaan, mengasah
kepekaan terhadap masalah-masalah sosial, mengajarkan sikap saling
menyayangi terhadap sesama.
Meski waktu pelaksanaan penyembelihan
kurban dibatasi (10-13 Dzulhijjah), namun jangan dipahami bahwa Islam membatasi
solidaritas kemanusiaan. Kita harus mampu menangkap makna esensial dari pesan
yang disampaikan teks, bukan memahami teks secara literal. Oleh karenanya,
semangat untuk terus ’berkurban’ senantiasa kita langgengkan pasca Idul Adha.
Saat ini kerap kita jumpai, banyak kaum
muslimin yang hanya berlomba meningkatkan kualitas kesalehan ritual tanpa
diimbangi dengan kesalehan sosial. Banyak umat Islam yang hanya rajin shalat,
puasa bahkan mampu ibadah haji berkali-kali, namun tidak peduli dengan
masyarakat sekitarnya. Sebuah fenomena yang menyedihkan. Mari kita jadikan Idul
Adha sebagai momentum untuk meningkatkan dua kesalehan sekaligus yakni
kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Selamat berhari raya !
Sumber 3
Naskah
Khutbah Idul Adha 1435 H / 2014 : Keteladanan Nabi Ibrahim AS
Monday, August 25th, 2014 - Khutbah
Naskah
Khutbah Idul Adha 1435 H / 2014 : Keteladanan Nabi Ibrahim AS – Sahabat Cerpi pada kesempatan kali ini Ceramah Pidato akan
share mengenai contoh naskah Khutbah Idul Adha atau Idul Qurban tahun 2014, Yup
pada hari Minggu tanggal 5 Oktober 2014, Umat Islam akan masuk pada hari raya
Haji atau Hari Raya Idul Adha 1435 H, nah berikut ini contoh Khutbah Idul Adha
yang berjudul: “Keteladanan Nabi Ibrahim AS” Simaklah:
Khutbah pertama:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ
(×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Di pagi hari yang penuh barokah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja kita laksanakan ruku’ dan sujud sebagai manifestasi perasaan taqwa kita kepada Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah. Takbir yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.
Karena itu, melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin sekalian: Marilah tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan kecongkaan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Sebab apapun kebesaran yang kita sandang, kita kecil di hadapan Allah. Betapapun perkasanya kita, masih lemah dihadapan Allah Yang Maha Kuat. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita, kita tidak berdaya dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.
Di pagi hari yang penuh barokah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja kita laksanakan ruku’ dan sujud sebagai manifestasi perasaan taqwa kita kepada Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah. Takbir yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.
Karena itu, melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin sekalian: Marilah tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan kecongkaan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Sebab apapun kebesaran yang kita sandang, kita kecil di hadapan Allah. Betapapun perkasanya kita, masih lemah dihadapan Allah Yang Maha Kuat. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita, kita tidak berdaya dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.
Hadirin
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Idul adha dikenal dengan sebutan “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin sedang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.
Idul adha dikenal dengan sebutan “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin sedang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ
لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
Disamping Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga dinamakan
“Idul Qurban”, karena merupakan hari raya yang menekankan pada arti berkorban.
Qurban itu sendiri artinya dekat, sehingga Qurban ialah menyembelih hewan
ternak untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, diberikan kepada fuqoro’ wal
masaakiin.
Masalah pengorbanan, dalam lembaran sejarah kita diingatkan pada beberapa peristiwa yang menimpa Nabiyullah Ibrahim AS beserta keluarganya Ismail dan Siti Hajar. Ketika Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.
Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak bisa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan.
Masalah pengorbanan, dalam lembaran sejarah kita diingatkan pada beberapa peristiwa yang menimpa Nabiyullah Ibrahim AS beserta keluarganya Ismail dan Siti Hajar. Ketika Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.
Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak bisa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan.
Lembah yang dulunya gersang itu, mempunyai persediaan air
yang melimpah-limpah. Datanglah manusia dari berbagai pelosok terutama para
pedagang ke tempat Siti Hajar dan Nabi Ismail, untuk membeli air. Datang rejeki
dari berbagai penjuru, dan makmurlah tempat sekitarnya. Akhirnya lembah itu
hingga saat ini terkenal dengan kota mekkah, sebuah kota yang aman dan makmur,
berkat do’a Nabi Ibrahim dan berkat kecakapan seorang ibu dalam mengelola kota
dan masyarakat. Kota mekkah yang aman dan makmur dilukiskan oleh Allah dalam
Al-Qur’an:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ
هَـَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم
بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku,
jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki
dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah
dan hari kiamat.” (QS Al-Baqarah: 126)
Hadirin
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Dari ayat tersebut, kita memperoleh bukti yang jelas bahwa kota Makkah hingga saat ini memiliki kemakmuran yang melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru dunia, memperoleh fasilitas yang cukup, selama melakukan ibadah haji maupun umrah.
Hal itu membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi, serta keamanan hukum, sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang semua itu menjadi dalil, bahwa do’a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang Islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun ikut menikmati.
Allah SWT berfirman:
Dari ayat tersebut, kita memperoleh bukti yang jelas bahwa kota Makkah hingga saat ini memiliki kemakmuran yang melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru dunia, memperoleh fasilitas yang cukup, selama melakukan ibadah haji maupun umrah.
Hal itu membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi, serta keamanan hukum, sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang semua itu menjadi dalil, bahwa do’a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang Islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun ikut menikmati.
Allah SWT berfirman:
قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ
قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Artinya: Allah berfirman: “Dan kepada orang kafirpun, aku
beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka. Dan
itulah seburuk buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 126)
Hadirin
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Idul Adha yang kita peringati saat ini, dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari cara memotong kurban binatang ternak. Sejarahnya adalah bermula dari ujian paling berat yang menimpa Nabiyullah Ibrahim. Disebabkan kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).
Setelah titel Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal bhaktinya!”
Kemudian Allah SWT mengizinkan para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah.
Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku, niscaya akan aku serahkan juga.”
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji Iman dan Taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa itu dinyatakan dalam Al-Qur’an Surah As-Shoffat : 102 :
Idul Adha yang kita peringati saat ini, dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari cara memotong kurban binatang ternak. Sejarahnya adalah bermula dari ujian paling berat yang menimpa Nabiyullah Ibrahim. Disebabkan kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).
Setelah titel Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal bhaktinya!”
Kemudian Allah SWT mengizinkan para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah.
Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku, niscaya akan aku serahkan juga.”
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji Iman dan Taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa itu dinyatakan dalam Al-Qur’an Surah As-Shoffat : 102 :
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي
الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا
تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa pendapatmu?
Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.
InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS As-shaffat:
102).
Ketika
keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang menggoda sang
ayah, sang ibu dan sang anak silih berganti. Akan tetapi Nabi Ibrahim, Siti
hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah oleh bujuk rayuan iblis yang menggoda agar
membatalkan niatnya. Bahkan siti hajarpun mengatakan, : ”jika memang benar
perintah Allah, akupun siap untuk di sembelih sebagai gantinya ismail.” Mereka
melempar iblis dengan batu, mengusirnya pergi dan Iblispun lari tunggang
langgang. Dan ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni
melempar jumrah; jumrotul ula, wustho, dan aqobah yang dilaksanakan di mina.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Setelah sampai disuatu tempat, dalam keadaan tenang Ismail berkata kepada ayahnya : ”ayah, ku harap kaki dan tanganku diikat, supaya aku tidak dapat bergerak leluasa, sehingga menyusahkan ayah. Hadapkan mukaku ke tanah, supaya tidak melihatnya, sebab kalau ayah melihat nanti akan merasa kasihan. Lepaskan bajuku, agar tidak terkena darah yang nantinya menimbulkan kenangan yang menyedihkan. Asahlah tajam-tajam pisau ayah, agar penyembelihan berjalan singkat, sebab sakaratul maut dahsyat sekali. Berikan bajuku kepada ibu untuk kenang-kenangan serta sampaikan salamku kepadanya supaya dia tetap sabar, saya dilindungi Allah SWT, jangan cerita bagaimana ayah mengikat tanganku. Jangan izinkan anak-anak sebayaku datang kerumah, agar kesedihan ibu tidak terulang kembali, dan apabila ayah melihat anak-anak sebayaku, janganlah terlampau jauh untuk diperhatikan, nanti ayah akan bersedih.”
Nabi Ibrohim menjawab ”baiklah anakku, Allah swt akan menolongmu”. Setelah ismail, putra tercinta ditelentangkan diatas sebuah batu, dan pisaupun diletakkan diatas lehernya, Ibrohim pun menyembelih dengan menekan pisau itu kuat-kuat, namun tidak mempan, bahkan tergorespun tidak.
Pada saat itu, Allah swt membuka dinding yang menghalangi pandangan malaikat di langit dan dibumi, mereka tunduk dan sujud kepada Allah SWT, takjub menyaksikan keduanya. ”lihatlah hambaku itu, rela dan senang hati menyembelih anaknya sendiri dengan pisau, karena semata-mata untuk memperoleh kerelaanku.
Sementara itu, Ismail pun berkata : ”ayah.. bukalah ikatan kaki dan tanganku, agar Allah SWT tidak melihatku dalam keadaan terpaksa, dan letakkan pisau itu dileherku, supaya malaikat menyaksikan putra kholilullah Ibrohim taat dan patuh kepada perintah-Nya.”
Ibrohim mengabulkannya. Lantas membuka ikatan dan menekan pisau itu ke lehernya kuat-kuat, namun lehernya tidak apa-apa, bahkan bila ditekan, pisau itu berbalik, yang tajam berada di bagian atas. Ibrohim mencoba memotongkan pisau itu ke sebuah batu, ternyata batu yang keras itu terbelah. ”hai pisau, engkau sanggup membelah batu, tapi kenapa tidak sanggup memotong leher” kata ibrahim. Dengan izin Allah SWT, pisau itu menjawab, ”anda katakan potonglah, tapi Allah mengatakan jangan potong, mana mungkin aku memenuhi perintahmu wahai ibrahim, jika akibatnya akan durhaka kepada Allah SWT”
Dalam pada itu Allah SWT memerintahkan jibril untuk mengambil seekor kibasy dari surga sebagai gantinya. Dan Allah swt berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya, tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat 107-110:
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Setelah sampai disuatu tempat, dalam keadaan tenang Ismail berkata kepada ayahnya : ”ayah, ku harap kaki dan tanganku diikat, supaya aku tidak dapat bergerak leluasa, sehingga menyusahkan ayah. Hadapkan mukaku ke tanah, supaya tidak melihatnya, sebab kalau ayah melihat nanti akan merasa kasihan. Lepaskan bajuku, agar tidak terkena darah yang nantinya menimbulkan kenangan yang menyedihkan. Asahlah tajam-tajam pisau ayah, agar penyembelihan berjalan singkat, sebab sakaratul maut dahsyat sekali. Berikan bajuku kepada ibu untuk kenang-kenangan serta sampaikan salamku kepadanya supaya dia tetap sabar, saya dilindungi Allah SWT, jangan cerita bagaimana ayah mengikat tanganku. Jangan izinkan anak-anak sebayaku datang kerumah, agar kesedihan ibu tidak terulang kembali, dan apabila ayah melihat anak-anak sebayaku, janganlah terlampau jauh untuk diperhatikan, nanti ayah akan bersedih.”
Nabi Ibrohim menjawab ”baiklah anakku, Allah swt akan menolongmu”. Setelah ismail, putra tercinta ditelentangkan diatas sebuah batu, dan pisaupun diletakkan diatas lehernya, Ibrohim pun menyembelih dengan menekan pisau itu kuat-kuat, namun tidak mempan, bahkan tergorespun tidak.
Pada saat itu, Allah swt membuka dinding yang menghalangi pandangan malaikat di langit dan dibumi, mereka tunduk dan sujud kepada Allah SWT, takjub menyaksikan keduanya. ”lihatlah hambaku itu, rela dan senang hati menyembelih anaknya sendiri dengan pisau, karena semata-mata untuk memperoleh kerelaanku.
Sementara itu, Ismail pun berkata : ”ayah.. bukalah ikatan kaki dan tanganku, agar Allah SWT tidak melihatku dalam keadaan terpaksa, dan letakkan pisau itu dileherku, supaya malaikat menyaksikan putra kholilullah Ibrohim taat dan patuh kepada perintah-Nya.”
Ibrohim mengabulkannya. Lantas membuka ikatan dan menekan pisau itu ke lehernya kuat-kuat, namun lehernya tidak apa-apa, bahkan bila ditekan, pisau itu berbalik, yang tajam berada di bagian atas. Ibrohim mencoba memotongkan pisau itu ke sebuah batu, ternyata batu yang keras itu terbelah. ”hai pisau, engkau sanggup membelah batu, tapi kenapa tidak sanggup memotong leher” kata ibrahim. Dengan izin Allah SWT, pisau itu menjawab, ”anda katakan potonglah, tapi Allah mengatakan jangan potong, mana mungkin aku memenuhi perintahmu wahai ibrahim, jika akibatnya akan durhaka kepada Allah SWT”
Dalam pada itu Allah SWT memerintahkan jibril untuk mengambil seekor kibasy dari surga sebagai gantinya. Dan Allah swt berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya, tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar.”
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan
orang-orang yang datang kemudian.”
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.”
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik.”
Menyaksikan
tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia
itu, Malaikat Jibril menyaksikan ketaatan keduanya, setelah kembali dari syurga
dengan membawa seekor kibasy, kagumlah ia seraya terlontar darinya suatu
ungkapan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim menyambutnya
“Laailaha illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian di sambung oleh Nabi Ismail
“Allahu Akbar Walillahil Hamdu.’
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Inilah sejarah pertamanya korban di Hari Raya Qurban. Yang kita peringati pada pagi hari ini. Allah Maha pengasih dan Penyayang. Korban yang diperintahkan tidak usah anak kita, cukup binatang ternak, baik kambing, sapi, kerbau maupun lainnya. Sebab Allah tahu, kita tidak akan mampu menjalaninya, jangankan memotong anak kita, memotong sebagian harta kita untuk menyembelih hewan qurban, kita masih terlalu banyak berfikir. memotong 2,5 % harta kita untuk zakat, kita masih belum menunaikannya. Memotong sedikit waktu kita untuk sholat lima waktu, kita masih keberatan. Menunda sebentar waktu makan kita untuk berpuasa, kita tak mampu melaksanakannya, dan sebagainya. Begitu banyak dosa dan pelanggaran yang kita kerjakan, yang membuat kita jauh dari Rahmat Allah SWT.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha ini adalah, bahwa hakikat manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban.
Di samping itu, kesan atau i’tibar yang dapat diambil dari peristiwa tersebut adalah:
Pertama, Hendaknya kita sebagai orang tua, mempunyai upaya yang kuat membentuk anak yang sholih, menciptakan pribadi anak yang agamis, anak yang berbakti kepada orang tua, lebih-lebih berbakti terhadap Allah dan Rosul-Nya.
Kedua, perintah dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT, harus dilaksanakan. Harus disambut dengan tekad sami’na wa ‘atha’na. Karena sesungguhnya, ketentuan-ketentuan Allah SWT pastilah manfaatnya kembali kepada kita sendiri.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
I’tibar ketiga, adalah kegigihan syaitan yang terus menerus mengganggu manusia, agar membangkang dari ketentuan Allah SWT. Syaitan senantiasa terus berusaha menyeret manusia kepada kehancuran dan kegelapan. Maka janganlah mengikuti bujuk rayu syaithon, karena sesungguhnya syaithon adalah musuh yang nyata.
Keempat, jenis sembelihan berupa bahimah (binatang ternak), artinya dengan matinya hayawan ternak, kita buang kecongkaan dan kesombongan kita, hawa nafsu hayawaniyah harus dikendalikan, jangan dibiarkan tumbuh subur dalam hati kita.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Tepatlah apabila perayaan Idul Adha digunakan menggugah hati kita untuk berkorban bagi negeri kita tercinta, yang tidak pernah luput dirundung kesusahan. Sebab pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat manusia itulah yang membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti besar. Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.
Akhirnya dalam kondisi seperti ini kita banyak berharap, berusaha dan berdoa, mudah-mudahan kita semua, para pemimpin kita, elit-elit kita, dalam berjuang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok, tapi berjuang untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat, bangsa dan negara. Kendatipun perjuangan itu tidaklah mudah, memerlukan pengorbanan yang besar. Hanya orang-orang bertaqwa lah yang sanggup melaksanakan perjuangan dan pengorbanan ini dengan sebaik-baiknya.
Mudah-mudahan perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk terus bersemangat, rela berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara amiin 3x ya robbal alamin.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Inilah sejarah pertamanya korban di Hari Raya Qurban. Yang kita peringati pada pagi hari ini. Allah Maha pengasih dan Penyayang. Korban yang diperintahkan tidak usah anak kita, cukup binatang ternak, baik kambing, sapi, kerbau maupun lainnya. Sebab Allah tahu, kita tidak akan mampu menjalaninya, jangankan memotong anak kita, memotong sebagian harta kita untuk menyembelih hewan qurban, kita masih terlalu banyak berfikir. memotong 2,5 % harta kita untuk zakat, kita masih belum menunaikannya. Memotong sedikit waktu kita untuk sholat lima waktu, kita masih keberatan. Menunda sebentar waktu makan kita untuk berpuasa, kita tak mampu melaksanakannya, dan sebagainya. Begitu banyak dosa dan pelanggaran yang kita kerjakan, yang membuat kita jauh dari Rahmat Allah SWT.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha ini adalah, bahwa hakikat manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban.
Di samping itu, kesan atau i’tibar yang dapat diambil dari peristiwa tersebut adalah:
Pertama, Hendaknya kita sebagai orang tua, mempunyai upaya yang kuat membentuk anak yang sholih, menciptakan pribadi anak yang agamis, anak yang berbakti kepada orang tua, lebih-lebih berbakti terhadap Allah dan Rosul-Nya.
Kedua, perintah dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT, harus dilaksanakan. Harus disambut dengan tekad sami’na wa ‘atha’na. Karena sesungguhnya, ketentuan-ketentuan Allah SWT pastilah manfaatnya kembali kepada kita sendiri.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
I’tibar ketiga, adalah kegigihan syaitan yang terus menerus mengganggu manusia, agar membangkang dari ketentuan Allah SWT. Syaitan senantiasa terus berusaha menyeret manusia kepada kehancuran dan kegelapan. Maka janganlah mengikuti bujuk rayu syaithon, karena sesungguhnya syaithon adalah musuh yang nyata.
Keempat, jenis sembelihan berupa bahimah (binatang ternak), artinya dengan matinya hayawan ternak, kita buang kecongkaan dan kesombongan kita, hawa nafsu hayawaniyah harus dikendalikan, jangan dibiarkan tumbuh subur dalam hati kita.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Tepatlah apabila perayaan Idul Adha digunakan menggugah hati kita untuk berkorban bagi negeri kita tercinta, yang tidak pernah luput dirundung kesusahan. Sebab pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat manusia itulah yang membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti besar. Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.
Akhirnya dalam kondisi seperti ini kita banyak berharap, berusaha dan berdoa, mudah-mudahan kita semua, para pemimpin kita, elit-elit kita, dalam berjuang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok, tapi berjuang untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat, bangsa dan negara. Kendatipun perjuangan itu tidaklah mudah, memerlukan pengorbanan yang besar. Hanya orang-orang bertaqwa lah yang sanggup melaksanakan perjuangan dan pengorbanan ini dengan sebaik-baiknya.
Mudah-mudahan perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk terus bersemangat, rela berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara amiin 3x ya robbal alamin.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ
الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ
الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah kedua:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×)
اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ
أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ
وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِين وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتَكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِين وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتَكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Sumber 4
Khutbah
Idul Adha: Ketauhidan Mengangkat Derajat Umat Manusia
Khutbah pertama:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)
اللهُ اَكبَرْ (×3
اللهُ اَكْبَرْ
كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ
اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اللهُ اَكْبَرْ ماتحرك متحرك
وارتـج. ولبى محرم وعـج. وقصد الحرم من كل فـج. وأقيمت فى هذا الأيام مناسك الحج.
اللهُ اَكْبَرْ (3×)
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ
اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ ومن تبع دين محمد. وسلم تسليما
كثيرا. فياايها المسلمون الكرام. اوصيكم ونفسى بتقوى الله. واعلموا أن هذا الشهر
شهر عظيم. وأن هذاليوم يوم عيد المؤمين. يوم خليل الله إبراهيم أبو ألانبياء
والمرسلين. اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin Jama’ah Idul Adha
Rahimakumullah,
Alhamdulillah pagi ini kita dapat
berkumpul menikmati indahnya matahari, sejuknya hawa pagi sembari
mengumandangkan takbir mengagungkan Ilahi Rabbi dirangkai dengan dua raka’at
Idul Adha sebagai upaya mendekatkan diri kepada Yang Maha Suci. Marilah kita
bersama-sama meningkatkan taqwa kita kepada Allah swt dengan sepenuh hati. Kita
niatkan hari ini sebagai langkah awal memulai perjalanan diri mengarungi
kehidupan seperti yang tercermin dalam keta’atan dan ketabahan Nabi Allah
Ibrahim as menjalani cobaan dari Allah Yang Maha Tinggi.
Muslimin dan Muslimat yang dimuliakan
Allah
Hari ini ini adalah hari yang penuh
berkah, hari yang sangat bersejarah bagi umat beragama di seluruh penjuru
dunia, dan bagi umat muslim pada khususnya. Karena hari ini merupakan hari
kemenangan seorang Nabi penemu konsep ke-tuhidan dalam berketuhanan. Sebuah
penemuan maha penting dijagad raya, tak tertandingi nilainya dibandingkan
dengan penemuan para santis dan ilmuan. Karena berkat konsep ke-tauhidan yang
ditemukan Nabi Allah Ibrahim, manusia dapat menguasai alam dengan menjadi
khalifah alal ardh. Setelah Nabi Allah Ibrahim as menyadari bahwa Allah swt
adalah The Absolute One, Dzat yang paling Esa, maka semenjak itu juga umat
manusia tidak dibenarkan menyembah matahari, menyembah bintang, menyembah
binatang, menyembah batu dan alam. Ini artinya manusia telah memposisikan
dirinya di atas alam. Ajaran ke-Esa-an yang diprakarsai oleh Nabi Allah Ibrahim
telah mengangkat derajat manusia atas alam se-isinya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Sesungguhnya tidak berlebihan jika hari
ini kita jadikan sebagai salah satu hari besar kemanusiaan internasional yang
harus diperingati oleh manusia se-jagad raya. Oleh karena itu hari ini adalah
momen yang tepat untuk mengenang perjuangan Nabi Allah Ibrahim as dan upayanya
menemukan Allah swt. Bagaimana beliau bersusah payah melatih alam kebathinannya
untuk mengenal Tuhan Allah Yang Paling Berkuasa. Bukankah itu hal yang amat
sangat rumit? Apalagi jika kita membandingkan posisi manusia sebagai makhluk
yang hidup dalam dunia kebendaan, sedangkan Allah Tuhan Yang Maha Sirr berada
ditempat yang tidak dapat dicapai dengan indera? Bagaimana Nabi Allah Ibrahim
bisa menemukan-Nya? Tentunya melalui berbagai jalan thariqah yang
panjang. Melalui latihan dan penempaan jiwa yang berat. Untuk itulah mari
kita lihat rekaman tersebut dalam surat Al-An’am ayat 75-79
وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ(75) فَلَمَّا
جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ
قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ (76)فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ
هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ
مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ (77)فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا
رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا
تُشْرِكُونَ(78) إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (79)
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami
yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia
termasuk orang yang yakin. (75)
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata:
"Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata:
"Saya tidak suka kepada yang tenggelam “ (76)
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah
Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata:
"Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku
termasuk orang yang sesat." (77)
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah
Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia
berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan (78)
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit
dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (79)
Para Hadirin yang dimuliakan Allah
Jika kita lihat dokumen sejarah yang
termaktub dalam al-Qur’an di atas, hal ini menunjukkan betapa proses pencarian
yang dilakukan Nabi Allah Ibrahim as sangatlah berat. Meskipun pada akhirnya
Nabi Ibrahim berhasil menemukan Tuhan Allah Rabbil Alamin, bukan tuhan suku dan
bangsa tertentu, tapi Tuhan seru sekalian alam. Tuhan yang senantiasa berada
sangat dekat dengan manusia baik ketika terpejam maupun ketika terjaga. Itulah
sejarah terbesar yang dipahatkan oleh Nabi Allah Ibrahim di sepanjang relief
kehidupan umat manusia yang seharusnya selalu dikenang oleh umat beragama.
Selain sebagai orang yang menemukan
konsep Ketuhaan. Beliau juga salah satu hamba tersukses di dunia yang mampu
menaklukkan nafsu dunyawi demi memenangkan kecintaannya kepada Allah Sang Maha
Suci. Fragmen ketaatan dan keikhlasannya untuk menyembelih Ismail sebagai anak
tercinta yang diidam-idamkannya, adalah bukti kepasrahan total kepada Allah swt.
Bayangkan saudara-saudara, Ismail adalah anak yang telah lama dinanti dan
diidamkan, Ismail adalah anak tercintanya namun demikian semua itu ditundukkan
oleh Nabi Ibrahim as demi memenangkan cintanya kepada Allah swt.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Dua hal di atas yaitu penemuan Ibrahim
atas ke-Esaan Allah dan perintah penyembelihan terhadap anak tercinta merupakan
satu perlambang bahwa ruang di mana Nabi Allah Ibrahim as. hidup adalah garis
batas yang memisahkan antara kehidupan brutal dan kehidupan berpri-kemanusiaan.
Penyembelihan terhadap Ismail yang kemudian diganti dengan kambing merupakan
tanda bahwa semenjak itu tidak ada lagi proses penyembahan dengan cara
pengorbanan manusia (sesajen). Karena manusia adalah makhluk mulia yang tak pantas
dikorbankan secara cuma-cuma, meskipun dilakukan dengan suka rela. Allah swt
sendiri yang tidak memperbolehkannya, dengan Kuasa-Nya ia ganti Ismail dengan
seekor kambing.
Itulah beberapa hal yang harus dikenang
dari Nabi Allah Ibrahim as. Sebagai umat manusia yang beriman dan beragama
sudah sewajibnya kita mengenang dan menteladani apa yang dilakukan Nabi Allah
Ibahim as seperti yang diterangkan dalam al-Baqarah 127:
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah
bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami
(amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Dengan kata lain Allah swt menganjurkan
manusia untuk mengingat dan meneladai kehidupan Ibrahim terutama ketika Nabi
Allah Ibrahim as merawat dan merekontruksi ka’bah sebagai baitullah. Sehingga
berbagai ibadah dan ritual peyembahan kepada Allah swt menjadi kewajiban bagi
umat muslim sedunia yang mampu menjalankannya. Itulah ibadah Haji.
Para Jama’ah idhul adha yang berbahagia
Haji meupakan salah satu ibadah yang
sarat dengan simbol dan perlambang. Oleh karena itu, jikalau ibadah haji
dilaksanakan tanpa mengerti makna yang tersimpan didalamnya sangatlah percuma,
karena yang demikian itu hanya menyisakan kelelahan belaka. Kelelahan yang
kerontang tanpa kesadaran.
Kaum muslimin dan muslimat, meskipun
saat ini kita berada di sini, jauh dari tanah Haram, tidak berarti kita tidak
bisa meneladani Nabi Ibrahim. Karena keteladanan itu tidaklah bersifat fisik.
Namun sejatinya keteladanan itu berada dalam semangat yang tidak mengenal batas
ruang dan waktu. Keteladanan atas ibadah haji dapat kita terapkan dalam kehidupan
sehari-hari ketika kita berinteraksi dengan tetangga, teman, saudara dan umat
manusia pada umumnya.
Saudara-saudaraku seiman dan setaqwa
Bila kita tengok bahwa haji dimulai
dengan niat yang dibarengi dengan menanggalkan pakaian sehari-hari untuk
digantikan dengan dua helai kain putih yang disebut dengan busana ihram. Maka
ketahuilah dibalik keseragaman ini tersimpan beragam makna. Pertama bahawa
pakaian yang selama ini kita pakai sehari-hari sangat menunjukkan derajat dan
status sosil manusia. Oleh karena itu, ketika seorang muslim telah berniat
untuk haji dan berniat menghadap-Nya maka segeralah tanggalkan pakaian itu dan
gantilah dengan busana Ihram yang serba putih, karena manusia di hadapan Ilahi
Rabbi sejatinya tidak berbeda.
Kedua, Pakaian itu tidak hanya apa yang
kita pakai namun juga identitas yang menyelimuti diri manusia hendaknya segera
diluluhkan ketika menghadap-Nya. Allah tidak akan pernah membedakan antara
peabat dan rakyat, antar penguasa dan hamba, antara pedagang dan nelayan. Semua
itu dimata Allah swt adalah sama. Seperti putihnya seragam yang membalut raga.
المسلمون إخوة لافضل لأحد على أحد
إلابالتقوى (رواه الطبرانى)
Artinya, orang-orang Islam itu satu sama lain bersaudara, tiada yang lebih
utama seorangpun dari seorang yang lain, melainkan karena taqwanya (HR.
Tabhrani)
Ketiga, Pakaian itu adalah sifat
manusia. Ketika seorang muslim telah berniat menghadap Allah Sang Maha Kuasa,
hendaklah ia mencopot segala identitasnya. Baik identitas sebagai tikus, buaya,
serigala ataupun identitas sebagai kupu-kupu, merpati ataupu kasuwari. Artinya,
segala macam sifat yang melekat baik negative maupun positif sebaiknya
dihilangkan. Jangan pernah merasa sebagai apa-apa jikalau engkau menghadap-Nya.
Keempat, pakaian itu mengingatkan manusia
akan ketakberdayaannya. Nanti ketika menghadap Ilahi Rabbi manusia tidak
membawa apa-apa kecuali kain putih yang menemaninya. Sebagai pertanda bahwa
sebaiknya manusia hidup dengan sederhana, karena semua akan ditinggalkannya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Selanjutnya Thowaf mengelilingi ka’bah
tujuh kali putaran adalah perlambang kedekatan manusia dengan Sang Khaliq.
Begitu harunya jiwa manusia ketika lebur mendekatkan diri pada Baitullah,
seolah ke-dirian manusia hilang ditelan kebesaran-Nya. Thowaf dapat diartikan
hilangnya diri terhanyut dalam pusaran Energi keilahiyan yang tak terkira.
Thowaf adalah simbol hablum minallah yang hakiki, bahkan lebih dari itu. Tidak
ada lagi habl penghubung antara manusia dan Sang Khaliq. Karena keduanya telah
menyatu.
Kemudian sa’i berlari kecil dari shofa
ke marwah. Ini merupakan rangkaian setelah Thowaf yang dapat diartikan sesuai
perspketif sejarah. Ketika Siti Hajar Ibunda Nabi Ismail ditinggal oleh Nabi
Allah Ibrahim as. Maka ia pun harus bertarung mempertahankan hidup ini dengan
mencari air dari bukit Shofa ke Marwa. Kehidupan sarat dengan perjuangan. Usaha
menjadi suatu kewajiban bagi manusia. Tiada air yang turun dari langit, namun
air itu harus dicari sumbernya. Begitulah kehidupan di dunia ini. Hidup itu
suci dan harus dijaga seperti makna hafiah kata Shofa yaitu kemurnian dan
kesucian sedangkan. Namun hidup itu juga cita-cita yang jumawa dan penuh
idealism seperti makna kata marwa yaitu kemurahan, memaafkan dan menghargai.
Jika thowaf menggambarkan hubungan dan
kemanunggalan manusia dengan Sang Khaliq, maka sa’i menunjukkan bahwa kehidupan
haruslah dijalani sesuai dengan hukum kemanusiaan. Berinteraksi, berhubungan
dan berkomunikasi dengan sesame. Maka kehidupan ini haruslah menyeimbangkan
antara keilahiyahan dan keinsaniyahan.
Ma’asyiral Muslimin yang berbahagia
Selain itu simbolisme dalam ibadah haji
juga melekat pada Ka’bah Baitullah. Di sana ada hijir Ismail yang berarti
‘pangkuan Ismail’. Di sanalah seorang Ismail putera Ibrahim yang membangun
Ka’bah pernah berada dalam pangkuan sang Ibu Hajar, seorang wanita hitam yang
miskin juga seorang budak. Dengan ini Allah swt membuktikan bahwa seorang hamba
pun dapat dimuliakanya dengan memposisikan kuburnya disamping ka’bah baitullah.
Itu semua karena ketaqwaannya. Ketaqwaan Ibu Hajar yang mampu berhijrah menuju
kebaikan dan kemuliaan.
Sedangkan padang Arafah sebagai tempat
para haji menunaikan wuquf merupakan ruang luas yang terhampar untuk memasak
diri seorang muslim hingga ia mengenal siapa jati dirinya sebagai manusia.
Arafah adalah ruang berintrospeksi diri, siapa, dari mana sosok diri itu dan
hendak kemana nantinya. Oleh karena itu ruang ini dinamakan arafah yang
mempunyai satu asal kata yang sama dengan ma’rifat yaitu mengeatuhi dan
mengerti hakikat diri. Diharapkan setelah diramu dalam padang arafah ini
seorang diri bisa menjadi lebih arif (bijaksana) dalam mengarungi kehidupan dan
mempertimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat seperti yang disimbolkan
dalam thowaf dan sa’i.
Dari Arafah menuju Muzdalifah guna
mempersiapkan diri dan mempersenjatainya melawan syaithan yang akan dihadapi
nanti di Mina. Manusia haruslah selalu waspada bahwa syaitan ada dimana-mana.
Karena itulah senjata pemusnahnya tidaklah sesuatu yang besar dan menakutkan.
Tetapi cukup dengan kerikil yang kecil sebagai simbol atas kesabaran dan
keteguhan hati.
Ma’asyiral Muslimin
Demikianlah uraian dalam khutbah ini
semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Dan amrilah kita berdoa kepada Allah swt
semoga amal ibadah kita diterima. Semoga kita yang disini diberikan kesempatan
mengunjungi tanah haram di lain waktu, seperti cita-cita kita semua. Dan semoga
mereka yang berada di sana diberi keselamatan semua. Amien
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×)
اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ
أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ
وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ
وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ
اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ
فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ
اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ
بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ
النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ
وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ
وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ
الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ
مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ
اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ
عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ
وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا
خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ
اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ !
اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ
وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Sumber 5
DENGAN ‘IDUL ADHA KITA WUJUDKAN
SOLIDARITAS SOSIAL
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر ×9 لا إله إلا الله، والله أكبر ،
الله أكبر ولله الحمد
إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Hadirin, Sidang Jamaaah Idul Adha yang berbahagia!
Setiap orang yang
beriman senantiasa mendambakan rahmat, maghfirah, dan ridha Allah SWT. Seluruh
aktivitasnya – duniawiyah dan ukhrawiyah – ia maksudkan untuk memperoleh rahmat
dan ridha Allah SWT.Bagi orang beriman tidak ada perbedaan antara aktivitas
duniawiyah dan aktivitas ukhrawiyah. Sebab, keduanya dilakukan dengan niat
untuk mencari ridha Allah. Ridha artinya senang. Kedua aktivitas itu dilakukan
sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Allah. Bila kedua aktivitas tersebut sudah
diridhai Allah maka tentu rahmat dan maghfirah-Nya pun akan dicurahkan Allah
kepadanya. Demi memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha Allah, seorang yang
beriman akan melakukan apa saja yang mungkin ia lakukan dan memberikan apa saja
yang mungkin ia berikan; dan mengorbankan apa saja yang mungkin ia korbankan.
Kesadaran dan keinsyafan untuk berkurban karena Allah inilah yang merupakan makna hakiki dari “Id al-Adha. Makna ini akan dirasakan kemanfaatannya apabila diwujudkan ke dalam kehidupan realitas kita melalui makna instrumental-nya.
II. Makna Hakiki Idul Adha
Secara harfiah ‘Id
al-Adha artinya adalah Hari Raya Kurban. Dinamai demikian karena dimaksudkan
untuk mengingat pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. dan
keluarganya untuk dicontoh, diteladani, dan diwujudkan nilai-nilainya oleh
orang-orang yang beriman.
Dalam kesederhanaan, nilai (ajaran) kurban ini tergambar di dalam penyembelihan hewan kurban itu sendiri; (1) niatnya karena Allah , (2) yang sampai kepada Allah bukan darah atau daging kurban tetapi keimanan dan ketakwaan orang berkurban,(3) daging kurban itu sendiri didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai kepedulian kepada lingkungan dan upaya meningkatkan kebersamaan solidaritas sosial, (4) pendistribusian secara adil dan merata, dilakukan sebagai pengamalan perintah syukur atas nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah.(5) dan pahala pertama, untuk orang yang berkurban itu sendiri dan kedua, untuk semua pihak yang mendukung dan menciptakan suasana yang kondusif hingga terselenggaranya aktivitas pengorbanan karena Allah.Demikian juga bagi mereka yang sedang melaksanakan haji, jika mereka diwajibkan menyembelih (unta, kambing, biri-biri, dan sapi), hendaklah disembelih di tanah haram dan dagingnya di hadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadah haji.
Allahu Akbar 3x Walillah al-Hamd
Hadirin, kaum Muslimin
jamaah Id al-Adha yang berbahagia !
Dengan demikian ada
lima ciri yang terdapat di dalam aktivitas pengorbanan karena Allah. Kelima
cirri tersebut berkaitan dengan (1) niatnya, (2) orientasinya, (3)
kemanfaatannya, (4) caranya dan (5) tujuannya.
1. Niat Berqurban untuk Idul Adha
Aktivitas pengorbanan
yang disyari’atkan oleh Islam adalah aktivitas pengorbanan yang diniatkan
karena Allah. Dalam konteks ini, al-Ghazali mengemukakan dalam Ihya bahwa
seseorang tidak sampai kepada Allah (tidak akan dapat mencapai posisi kurban
atau dekat dengan Allah; amal ibadahnya tidak akan diterima oleh Allah) kecuali
apabila orang itu :
a. Sanggup membebaskan diri dari pengaruh hawa nafsu.
b. Mampu mengendalikan diri sehingga ia tidak terjerumus ke dalam dan perilaku hidup hedonistic.
c. Di dalam ia melakukan sesuatu perbuatan, ia hanya melakukan perbuatan yang benar-benar perlu dan diperlukan; ia bertindak efisien, disiplin, istiqamah, dan selalu peduli terhadap lingkungan dalam rangka memupuk kesadaran dan solidaritas.
d. Seluruh aktivitasnya, gerak maupun diamnya , seluruhnya ia niatkan karena Allah.
Esensi niat karena Allah adalah memurnikan ketaatan dan kepatuhan hanya kepada Allah sebagai wujud dari keimanan dan kesadaran selaku makhluk hamba Allah, dan khalifah Allah di muka bumi. Allah berfirman:
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء… (البينة\98 :5)
Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam menjalankan agama dengan lurus… .
Niat karena Allah mempunyai fungsi antara lain: (1) menumbuhkan kesadaran tentang keberadaan (existensi) Allah , (2) menginsyafkan bahwa ketaatan, kepatuhan, kepasrahan, dan ketundukan hanya pantas diberikan kepada Allah, (3) menanamkan kesadaran bahwa Allah tidak membeda-bedakan manusia, tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, majikan atau buruh, pejabat atau bukan, semuanya dituntut untuk mentaati hukum; yaitu mengedepankan supremasi hukum; untuk melaksanakan kewajiban, ketentuan, dan peraturan, seluruh manusia sama di hadapan Allah; iman dan takwalah yang membuat seseorang dekat dan mulia di sisi Allah. (4) menjadikan Allah sebagai motivasi dan tujuan hidup dan (5) menghilangkan semua penyakit hati, seperti Syirik, kufur, munafik, takabbur, riya, ‘ujub,, dan lain sebagainya.
Orang yang memiliki niat yang mempunyai keimanan dan kesadaran seperti ini, akan dapat melakukan apa saja yang diperintahkan Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as, dan keluarganya pada saat Nabi Ibrahim menerima perintah dari Allah untuk mengorbankan putranya Ismail as.
Padahal Nabi Ibrahim puluhan tahun mendambakan anak, begitu Allah memberikan anak dan ketika anak telah sampai usia tamyiz, bisa mambantu dan berusaha bersama ayahnya Ibrahim datanglah perintah Allah untuk mengorbankannya. Apa yang menyebabkan Nabi Ibrahim siap untuk mengorbankan anaknya ?
a. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap putranya tidak dapat menghalangi kepatuhan dan ketaatannya kepada Allah.
b.Ismail sendiri bahkan bersedia mengorbankan jiwa dan raganya karena patuh dan taat kepada Allah .
يآأبت افعل ما تؤمر ستجدنى إن شاء الله من الصابرين. (الصافات\37:102)
“Wahai
ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
a. Siti Hajar ra, sekalipun air matanya nampak menitik pertanda bahwa ia tidak dapat menyembunyikan kesedihannya, tetapi secara pasti ia berkata: “aku rela kalau itu memang perintah Allah”.
b. Setelah merasa pasti bahwa itu adalah keputusan dan ketetapan Allah, dalam kepastiannya sebagai pemimpin, sebagai orang kaya, bahkan sebagai orang yang bergelar Khalilullah, sebagai orang yang mempunyai kedekatan dengan Sumber Hukum dan Sumber Kebijakan. Tidak sedikitpun terbetik di hati Ibrahim dan keluarganya agar mereka diperlakukan secara berbeda di dalam melaksanakan peraturan dan ketentuan. Karena Nabi Ibrahim dan keluarganya sadar bahwa di hadapan Hukum Allah semua manusia sama; harus taat kepada perintah, taat kepada keputusan hukum, taat kepada peraturan dan ketentuan.
Kepatuhan dan ketaatan yang dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah ini, divisualisasikan (diragakan) secara simbolik dengan penuh keimanan dan keinsyafan oleh mereka yang melaksanakan ibadah haji, dan mereka yang melakukan ibadah kurban.
Aktivitas orang yang melakukan ibadah haji seluruhnya mencerminkan kepatuhan dan ketaatan ini. Bahkan untuk mencontoh Rasulullah – mencium hajar aswad (batu hitam) sekalipun mereka ikhlas dan rela melakukannya karena patuh dan taat kepada Allah . Hal ini, sejalan dengan apa yang mereka nyatakan di dalam talbiyah , Labbaik Allahumma Labbaik (Ya, Allah ini aku datang memenuhi panggilan-Mu; siap untuk melaksanakan apapun yang Engkau perintahkan, siap meninggalkan apapun yang Engkau larang ! Di dalam kehidupan pasca ibadah haji , kesiapan inilah yang menjadi salah satu indikasi penting bagi seseorang apakah hajinya mabrur atau tidak !
2. Orientasi Berqurban untuk idul adha
Orientasi pengorbanan karena Allah diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap lingkungan :
فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير. (الحج\ 22 : 28)
Maka makanlah sebagian
dari padanya dan sebagian lagi berikanlah untuk makan orang-orang yang sengsara
lagi fakir.
Ayat di atas Allah menyatakan bahwa daging kurban boleh dinikmati oleh orang yang berkurban yang merupakan nikmat dan anugrah Allah, tetapi sebagian yang lain; didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap lingkungan.
3. Kemanfaatan Berqurban untuk Idul Adha
Kemanfaatannya
dirasakan oleh semua pihak:
a. Pihak yang
berkurban, kualitas keimanan, dan ketakwaannya bertambah; posisinya semakin
dekat kepada Allah.
b. Nikmat dan karunia Allah tidak hanya oleh orang-orang tertentu saja melainkan juga oleh orang-orang yang berada di lingkungannya, terutama oleh mereka yang berada pada posisi mustad’afin .
c. Penyakit-penyakit sosial, seperti sikap apatis, individualistik, egoistic, dan kazaliman-kezaliman lainnya diharapkan dengan sendirinya akan terkikis melalui proses interaksi dalam kehidupan sosial yang dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah, sehingga apa yang disebut dengan kesenjangan sosial akibat ketidak adilan yang dapat menimbulkan antara lain sikap dan perilaku kriminalitas serta anarkis dan kejahatan-kejahatan ekonomi dan sosial lainnya dapat dihindarkan.
4. Cara Berqurban untuk Idul Adha
Cara berkurban karena
Allah, seperti yang ditunjukkan oleh Allah sendiri, yaitu bukan dengan cara
membinasakan manusia, tetapi justru dengan menyelamatkan manusia dan
kemanusiaan; dengan jalan mensyukuri nikmat dan karunia Allah, dalam rangka
mengoptimalisasikan kemanfaatan nikmat dan karunia Allah yang telah diberikan
oleh Allah dan menebarkannya secara adil dan merata.
Perintah penyembelihan
terhadap Ismail semata-mata dimaksudkan hanya sebagi ujian, sebagai tuntutan
pembuktian atas tekad kesetiaan yang pernah dinyatakan oleh Ibrahim as sendiri.
Di samping sebagai Nabi, Ibrahim adalah seorang kaya yang sangat dermawan. Ia
banyak mengorbankan harta kekayaannya untuk kepentingan sosial. Suatu waktu ia
diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih sejumlah kambing dan sejumlah unta
sebagai kurban dan santunan bagi masyarakat yang ada disekitarnya. Pujianpun
banyak berdatangan tertuju kepadanya. Waktu itu, ia belum dikarunia anak. Pada
waktu itulah ia berkata; bahwa anak sendiripun akan dikorbankan apabila hal
itu, diperintahkan oleh Allah. Maka tatkala anak itu benar-benar telah lahir,
bahkan telah dapat membantu pekerjaannya dan tentu merupakan anak yang sangat
didambakan dan dicintai oleh Ibrahim as dan isterinya Siti Hajar. Dan datanglah
tuntutan Allah agar Ibarahim membuktikan tekad dan kesetiaannya kepada Allah.
Setelah Ibrahim as yakin bahwa mimpi itu, benar-benar perintah Allah, iapun berbulat hati untuk melaksanakannya. Ayah dan anak tunduk pada kehendak Allah, tetapi Allah yang kemudian menghentikannya. Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibarahim dan Ismail as maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan kurban, Allah menggantikannya dengan seekor kambing yang besar yang dagingnya diperintahkan untuk didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang membutuhkannya. فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير peristiwa ini menjadi dasar syariat Kurban yang dilakukan setiap tahun dalam rangkaian Hari Raya dan Ibadah Haji.
5. Tujuan Berqurban untuk Idul Adha 2014
Tujuan berkurban adalah taqarrub kepada Allah, yaitu mendekatkan diri sedekat mungkin kepada-Nya untuk memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha-Nya. Upaya mendekatkan diri kepada Allah تقرب إلى الله adalah proses yang terus menerus bergerak tanpa henti. Karena taqarrub إلى الله merupakan proses terus menerus tanpa henti; maka di dalamnya pasti terdapat dinamika, terdapat aktivitas, kreativitas, produktivitas, dan inovasi-inovasi, yang kesemuanya berjalan sesuai dengan aturan dan ketentuan Allah; berjalan secara efisien, efektif, disiplin, istiqamah, dan manfaat bagi lingkungannya.
Allahu Akbar 3x Walillahi al- Hamd!
Hadirin, Kaum Muslimin
Sidang ‘Id yang berbahagia !
Ada 3 hal yang terus menerus bergerak dalam proses taqarrub إلى الله terus menerus bergerak tiada henti berzikir kepada Allah, ia bahkan melakukan تخلق بأخلاق الله ; proses internalisasi,; melakukan penyontohan dan peneladanan terhadap sifat dan akhlak Allah, sehingga akal sebagai top exekutif (presiden) di dalam wilayah kekuasaan jasmani dan ruhani dapat mengintruksikan kepada pancaindra dan anggota badan dengan instruksi-instruksi yang telah terilhami, yaitu akibat hatinya yang terus menerus berzikir dan takhalluq bi akhlaqillah . Maka yang keluar dari anggota badannya – yaitu sebagai tahaqquq atau realisasi dari zikir dan pikir serta proses peneladanan terhadap sifat dam akhlak Allah tadi – tiada lain adalah aktivitas-aktivitas, produktivitas, dan inovasi-inovasi yang positif konstruktif dan berguna yang berwujud kegiatan-kegiatan yang di dalam bahasa agama disebut amaliyah shalihah yang pada gilirannya akan membentuk budaya dan kebudayaan yang saleh pula.
b. Kedudukan dan Martabat orang Berqurban untuk idul adha 2013
Harkat, martabat, dan
kedudukan orang yang takarrub kepada Allah juga terus menerus bergerak menuju
kemuliaan dan kesempurnaan. Yaitu seiring dengan amaliyah –amaliyah salihah
yang ia lakukan dan prestasi-prestasi mubarakah yang ia raih.
d. Keadaan Masyarakat dan Lingkungan
Keadaan masyarakat dan
lingkungan orang yang takarrub kepada Allah juga terus menerus bergerak menuju
kebahagiaan dan kesejahteraan yang diridhai oleh Allah SWT . Sebab dari diri
orang yang takarrub kepada Allah akan memancar cahaya, yaitu cahaya dalam
bentuk amaliyah-amaliyah salihah tadi, yang dapat menghilangkan
kepekatan-kepekatan sosial dan kesemerawutan tatanan kehidupan dan lingkungan,
sehingga apa yang disebut di dalam Al-Qur’an dengan baldatun tayyibatun wa
rabbun gafur dapat terwujud menjadi kenyataan.
III. Makna Instrumen tal Idul Adha/ Ibadah Kurban
Allahu Akbar 3x
Walillah al-Hamd
Hadirin, Kaum muslimin dan Muslimat yang berbahagia!
Nilai-nilai, semangat, dan sejarah berkurban seperti yang telah kita sebutkan hanya akan menjadi “laksana mutiara dalam lumpur” manakala kita tidak dapat mewujudkannya ke dalam kenyataan hidup dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, sesuai dengan maksud dan tujuannya, seyogyanya ibadah kurban yang disyari’atkan oleh Allah ini, kita jadikan sebagai sarana pendidikan; kita jadikan sebagai instrumen atau alat untuk mewujudkan nilai-nilai intrinsiknya (harkat yang terkandung di dalamnya ) diaplikasikan dalam kenyataan kehidupan kita sehari-hari, sehingga sesuai dengan sifatnya dan kemanfaatannya dapat dirasakan secara bersama-sama, terutama oleh masyarakat dan lingkungan di mana kita berada.
IV. Penutup
Hadirin kaum muslimin
sidang Idul Adha yang berbahagia!
Demikianlah, Khutbah
Tentang Ibadah Kurban / ‘Id al-Adha tidak boleh berhenti hanya pada makna
intrinsiknya, akan tetapi ia harus berlanjut dengan mengaplikasikan makna-makna
tersebut melalui makna instrumentalnya: dan inilah yang dikehendaki oleh setiap
peribadatan atau ritual dalam Islam.
Hadirin yang berbahagia !
Di dalam situasi dan
kondisi seperti sekarang ini, di mana bangsa Indonesia mendapat cobaan yang
beruntun, tidak putus-putusnya; mulai dari musibah Tsunami di Aceh dan Nias,
Tsunami di Sukabumi, Cirebon, dan lain-lain tempat. Gempa bumi di Yogyakarta
dan terakhir ini, musibah Semburan Lumpur Panas di Sidoarjo yang masih berlangsung
sampai hari ini dan juga bermunculan semburan Lumpur di beberapa tempat di Jawa
dan Kalimatan.
Di samping itu bangsa Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari krisis-krisis yang melanda bangsa ini, seperti krisis sosial, krisis kepemimpinan, politik, krisis ekonomi, bahkan krisis moral, krisis nilai, ajaran, solidaritas sebagai bangsa, krisis kepercayaan, krisis kejujuran, dan semangat pengorbanan. Nampaknya, kita sangat membutuhkan semangat pengorbanan dan solidaritas, agar kita dapat keluar dan terbebas dari segala bentuk krisis yang kita sedang alami. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya selaku khatib mengajak; marilah Hari Raya Idul Adha dan penyelenggaraan ibadah kurban kali ini, kita jadikan sebagai momentum untuk mewujudkan nilai, ajaran, semangat nilai jiwa pengorbanan karena Allah, dan solidaritas, baik sebagai bangsa Indonesia, maupun sebagai umat Islam sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya.
Dengat semangat
taqarrub kepada Allah kita tingkatkan zikir dan pikir kita, kita tingkatkan
semangat pengorbanan dan solidaritas, kita tingkatkan proses penyontohan serta
peneladanan terhadap sifat dan akhlak Allah tertutama terhadap sifat-sifat-Nya
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Maha Pengatur dan Maha Pemelihara, Maha
Pemberi Pertolongan dan Maha Penyantun, Maha Pemaaf dan Maha Pemberi Nikmat,
Maha Pelimpahan Kebaikan dan Maha Pemberi Karunia, Maha Pemberi tobat dan Maha
Pembebas dari segala penderitaan dunia maupun penderitaan akhirat. Dengan cara
seperti itulah إن شاء اللهkita akan mampu
menghadapi krisis-krisis yang kini sedang melanda kita bangsa Indonesia; Hanya
dengan cara meningkatkan zikir dan pikir dengan meningkatkan taqarrub kita
kepada Allah dan berakhlak dengan sifat dan akhlak Allah, dengan memohon
taufiq, hidayah, dan “inayah Allah, kita akan dapat melewati segala bentuk
krisis tersebut karena kita senantiasa bersama Allah. Kita dapat menjalani
hidup dan kehidupan ini dengan sukses , penuh dengan rahmat, maghfirah,
keberkahan, dan keridhaan-Nya apapun tantangan dan ujiannya! Kita memohon
kiranya Allah SWT berkenan memberi kekuatan dan kemampuan kepada kita,
memberikan taufiq, hidayah, dan ‘inayah-Nya kepada kita semua, terutama kepada
mereka yang berada pada posisi “bisa membantu” mewujudkan masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera.
Kita ucapkan selamat
kepada mereka semua yang berkurban; karena niatnya yang tulus ikhlas, amal
ibadahnya diterima oleh Allah; dosa dan kesalahan mereka diampuni; segala usaha
dan aktivitasnya diberkati, sedang perniagaannya dengan Allah, yaitu
pengorbanannya di jalan Allah yang berdimensi vertikal dan horizontal, yang
berdampak kepada harmonisnya kehidupan sosial, mendapatkan anugerah dan ridha
Allah. Di dunia mereka mendapatkan bimbingan dan tuntunan Allah. Sedang di
akhiratnya nanti mereka dimasukkan ke dalam syurga dengan limpahan rahmat,
maghfirah, dan ridha Allah SWT.
Kepada mereka yang menunaikan ibadah haji, semoga hajinya diterima oleh Allah sebagi haji yang mabrur. Kepada mereka yang kini dilanda berbagai musibah dan kesulitan, terutama kesulitan yang diakibatkan oleh berbagai krisis seperti yang disebutkan sebelumnya, semoga Allah memberikan kesabaran dan segera menghindarkan mereka dari kesulitan-kesulitan yang mereka alami.
إنما يُوَفَّى الصابرون أجرَهم بغير حساب . (الزمر\ 39 :
10 )
Sesungguhnya hanya
orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Orang-orang yang sabar mereka dimasukkan dalam syurga tanpa melalui timbangan amal baik atau buruk di hari kiamat.
Kepada kita semua,
kepada bangsa Indonesia, kepada kaum mukminin dan mukminat di manapun mereka
berada, kepada ibu dan bapak kita, kepada para pemimpin kita, kepada anak, cucu
dan keluarga kita, kepada generasi kita yang akan melanjutkan hidup kita,
kiranya Allah berkenan memberikan ketetapan iman dan Islam, memberikan taufiq,
hidayah dan ‘inayah-Nya, memberikan kemudahan dan keberkahan-Nya, sehingga kita
dapat memperoleh kebahagian dan kesejahteraan di dunia dan akhirat kelak.
Amin ya rabbal ‘alamin.
اللهم اغفر
للمسلمين والمسلمات، والمؤمنين والمؤمنات، الأحياء منهم والأموات، إنه
قريب مجيب الدعوات ويا قاضى الحاجات ويا غافر الذنوب والخطيئات، برحمتك يا أرحم
الراحمين. والحمد لله رب العالمين .
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته .
[1] ومن الناس من يشرى نفسه ابتغاء مرضات الله ، والله رؤوف بالعباد.
(البقرة :2 : 207)
Dan di antara manusia
ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah ; dan Allah Maha
Penyantun kepada hamba-hambanya.
[2] لن ينال الله لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى منكم … (الحج :22 : 37)
Daging-daging unta dan
darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah , tetapi
ketaqwaan dari kamu yang dapat mencapainya.
[3] والبدن جعلناها لكم من شعائر الله لكم فيها خير، فاذكروا اسم الله عليها صوافَّ ، فإذا وجبت جنوبها فكلوا منها وأطعموا القانع والمعترَّ ، كذلك سخرناها لكم لعلكم تشكرون. (الحج\ 22 : 36)
Dan telah Kami jadikan
untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan
yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamuj meyembelinya
dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Dan kemudian telah roboh (mati),
maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada
padanya (yang tidak minta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah
menundukkan unta-unta itu kepadamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
[4] لكم فيها منافع إلى أجل مسمًّى ثم محِلُّهـا إلى البيت العثيق . (الحج \ 22 : 33)
Bagi kamu pada
binatang-binatang (hadyu), itu ada beberapa manfaat sampai kepada waktu yang
telah ditentukan, kemudian tempat wajib (serta akhir masa), menyembelihnya
ialah setelah sampai ke Baitul Atiq (Baitullah).
[5] Pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan utama dalam hidup. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989: 302
[6] فلما بلغ معه السعى قال يا بنى إنى أرى فى المنام أنى أذبحك فانظر ماذا ترى، قال يا أبت افعل ما تؤمر ، ستجِدنى إن شاء الله من الصابرين. (الصافات\37: 102)
فلما أسلما وتله للجبين .(103)
وناديناه أن يا إبراهيم .(104)
قد صدقت الءيا ، إنا كذلك نجزى المحسنين. (105)
إن هذا لهو البلاء المبين . (106)
وفديناه بذبح عظيم.(107)
Maka tatkala anak itu
sampai pada usia dapat berusaha bersama-sama Ibrahi, Ibrahim berkata; “Hai
anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu . Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab : Wahai ayahku , kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar. (102)
Tatkala keduanya telah
berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah
kesabaran keduanya .(103)
Dan Kami panggil dia:
Hai Ibrahim. (104)
Sesungguhnya kamu
telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik.(105)
Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata.(106)
Dan Kami tebus anak
itu dengan seokor sembelihan yang besar. (107)
Sumber 6
Idul Adha adalah momentum menumbuhsuburkan
rasa rasa kasih sayang di antara sesama. Inilah pesan indah yang dicanangkan
dua manusia agung; Ibrahim Khalilullah dan Rasulullah SAW.
Idul Adha bisa kita maknai dari dua sisi.
Yaitu dari sisi ajaran yang dibawa Rasulullah SAW dan dari sisi pengalaman Nabi
Ibrahim dan keluarganya. Dalam Alquran, keduanya digelari uswatun hasanah (Nabi
yang menjadi teladan dalam kebaikan). Difirmankan, ''Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.'' (QS Al Ahzab [33]: 21). Juga, ''Sesungguhnya telah ada
teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan
dia.'' (QS Al Mumtahanah [60]: 6).
Hikmah
dari Rasulullah SAW
Dilihat dari sisi ajaran Rasulullah SAW,
Idul Adha erat kaitannya dengan diturunkannya ayat ketiga dari QS Al Maa'idah
[5]. Difirmankan, ''Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu.''
Ayat ini adalah ayat Alquran terakhir yang
diterima Rasulullah SAW Ada yang menarik, ayat ini turun pada 9 Dzulhijjah
tatkala beliau sedang wukuf di Arafah-saat menunaikan ibadah terakhir. Karena
Allah SWT telah mengikrarkan kesempurnaan Islam, maka kita merayakan;
mensyukuri; dan memperingatinya dengan hari raya Idul Adha. Dalam ayat ini
Allah SAW "mengikrarkan" tiga hal, yaitu: (1) menyempurnakan bangunan
agama Islam; (2) mencukupkan semua nikmat-Nya kepada Rasulullah SAW; dan (3) merelakan
Islam sebagai dien (agama) terakhir dan terbaik.
Dalam bahasa Alquran, kata akmaltu berbeda dengan kata akmamtu.
Satu kumpulan dari banyak hal yang sempurna dinamai "kusempurnakan".
Dengan kata lain, semua unsur di dalamnya memiliki kesempurnaan. Tapi kalau
akmamtu (Kucukupkan) bermakna kumpulan dari hal yang tidak sempurna. Ia baru
sempurna bila semuanya berkumpul menjadi satu.
Kita perbandingkan dengan ajaran Islam.
Allah SWT telah mensyariatkan banyak ibadah, misalnya shalat, zakat, haji,
puasa, munakat, waris, jihad, dan lainnya. Semuanya telah sangat sempurna,
aturan-aturannya telah dirancang dengan sangat jelas. Maka, kumpulan ajaran
yang sempurna ini Allah SWT sebut dengan akhmaltu; "Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu."
Lain halnya dengan nikmat? Sebesar apa pun
nikmat dunia sangat jarang (bahkan tidak pernah) mencapai taraf sempurna. Saat
kita dianugerahi sehat misalnya, maka kesehatan tersebut tidak pernah mencapai
seratus persen, selalu saja ada yang kurang. Demikian pula nikmat harta.
Sebesar apa pun harta yang kita miliki pasti akan selalu kurang. Andai pun kita
dianugerahi kesehatan dan kekayaan, maka kekurangan akan tetap terasa bila kita
tidak memiliki pasangan hidup, atau keturunan, atau persahabatan, atau rasa
aman. Semua nikmat baru dikatakan sempurna apabila dipayungi agama.
Ikrar ketiga adalah diridhainya Islam
sebagai agama. "Dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama (dien)
bagimu". Diendimaknai sebagai agama. Menurut ulama
tafsir, kata dien terambil dari akar yang sama dengan
kata daina atau utang. Allah telah menganugerahkan nikmat yang tak terhitung
jumlahnya. Maka, secara tidak langsung kita berhutang budi kepada-Nya.
Bagaimana sikap orang berhutang? Kalau mampu ia wajib membayar. Namun, kalau
tidak mampu ia harus datang kepada yang memberi utang untuk meminta maaf atau
menyerahkan sesuatu yang dimilikinya. Kalau tidak punya apa-apa, ia layak
menyerahkan diri untuk "diapa-apakan" oleh yang memberi utang. Karena
kemurahan-Nya, Allah rela kita tidak membayar utang-utang kita kepada-Nya, asal
kita rela menyerahkan jiwa raga kita kepada-Nya.
Disempurnakannya ajaran Islam,
dicukupkannya curahan nikmat, dan "dibebaskannya" kita dari utang,
adalah anugerah terbesar yang Allah karuniakan kepada kita. Maka, tidak ada
yang pantas kita lakukan selain mensyukurinya. Syukur dimaknai dengan
menggunakan semua nikmat untuk mendekat kepada Allah. Dengan demikian, Idul
Adha menjadi momentum tepat bagi kita untuk: (1) berusaha memahami makna syukur
yang hakiki; (2) mengevaluasi kualitas syukur kita kepada Allah; dan (3)
menjadikan setiap aktivitas kita sebagai cerminan rasa syukur kepada Allah.
Idul Adha bisa pula dijadikan momentum untuk menumbuhkan kesadaran akan
sempurnanya ajaran Islam. Ujung dari kesadaran ini adalah lahirnya kebanggaan
menjadi seorang Muslim, rela diatur hukum Islam, dan berkorban demi kejayaan
Islam.
Hikmah
dari Nabi Ibrahim AS
Dilihat dari sisi Nabi Ibrahim, materinya
sudah sangat jelas. Idul Adha (Idul Qurban) adalah refleksi pengalaman Nabi
Ibrahim dan putranya Nabi Ismail. Pengalaman ayah dan anak terekam jelas dalam
Alquran (QS Ash Shaaffaat [37]: 99-113). ''Maka tatkala anak itu sampai (pada
umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah
apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar''.'' (QS 37: 102). Karena kesabaran dan ketaatan keduanya, Allah SWT
berkenan mengganti Ismail dengan seekor domba. Tradisi ini terus berlanjut
hingga sekarang. Setiap tahun kita berkurban domba, sapi, atau unta, dan
mengabadikannya menjadi hari raya Idul Adha (Idul Kurban).
Apa hikmahnya bagi kita? Pada masa Nabi
Ibrahim hidup, sekitar 4300 tahun lalu, menjadikan manusia sebagai sesaji
adalah hal biasa. Di Mesir kuno, setiap tahunnya selalu dilaksankan kontes
kecantikan, dan yang terpilih akan ditenggelamkan di Sungai Nil sebagai
persembahan kepada dewa. Di Mesopotamia (Irak) yang dijadikan sesaji adalah
bayi. Di Aztek, yang dijadikan sesaji adalah para pemuka agama. Digantinya
Ismail dengan seekor domba menandai lahirnya revolusi besar dalam sejarah
peradaban manusia, yaitu dihapuskannya pengorbanan manusia. Manusia itu terlalu
mahal untuk dikorbankan. Hikmahnya, kita harus menghormati manusia, jangan
mengorbankan manusia, bahagiakan manusia, dan bantu mereka yang membutuhkan
bantuan.
Idul Adha adalah momentum menumbuhsuburkan
rasa rasa kasih sayang di antara sesama. Idul Adha harus kita manfaatkan
sebagai momentum menyambungkan tali silaturahmi, melatih kepekaan, empati, dan
mengikis kebencian di hati. Inilah pesan indah yang dicanangkan dua manusia
agung; Ibrahim Khalilullah dan Muhammad SAW.
Sumber 2
Bulan ini merupakan bulan bersejarah
bagi umat Islam. Pasalnya, di bulan ini kaum muslimin dari berbagai belahan
dunia melaksanakan rukun Islam yang kelima. Ibadah haji adalah ritual ibadah
yang mengajarkan persamaan di antara sesama. Dengannya, Islam tampak sebagai
agama yang tidak mengenal status sosial. Kaya, miskin, pejabat, rakyat, kulit
hitam ataupun kulit putih semua memakai pakaian yang sama. Bersama-sama
melakukan aktivitas yang sama pula yakni manasik haji.
Selain ibadah haji, pada bulan ini umat
Islam merayakan hari raya Idul Adha. Lantunan takbir diiringi tabuhan bedug
menggema menambah semaraknya hari raya. Suara takbir bersahut-sahutan mengajak
kita untuk sejenak melakukan refleksi bahwa tidak ada yang agung, tidak ada
yang layak untuk disembah kecuali Allah, Tuhan semesta alam.
Pada hari itu, kaum muslimin selain
dianjurkan melakukan shalat sunnah dua rekaat, juga dianjurkan untuk
menyembelih binatang kurban bagi yang mampu. Anjuran berkurban ini bermula dari
kisah penyembelihan Nabi Ibrahim kepada putra terkasihnya yakni Nabi Ismail.
Peristiwa ini memberikan kesan yang
mendalam bagi kita. Betapa tidak. Nabi Ibrahim yang telah menunggu kehadiran
buah hati selama bertahun-tahun ternyata diuji Tuhan untuk menyembelih putranya
sendiri. Nabi Ibrahim dituntut untuk memilih antara melaksanakan perintah Tuhan
atau mempertahankan buah hati dengan konsekuensi tidak mengindahkan
perintahNya. Sebuah pilihan yang cukup dilematis. Namun karena didasari
ketakwaan yang kuat, perintah Tuhanpun dilaksanakan. Dan pada akhirnya, Nabi
Ismail tidak jadi disembelih dengan digantikan seekor domba. Legenda
mengharukan ini diabadikan dalam al Quran surat al Shaffat ayat 102-109.
Kisah tersebut merupakan potret puncak
kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Nabi Ibrahim mencintai Allah melebihi
segalanya, termasuk darah dagingnya sendiri. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap
putra kesayangannya tidak menghalangi ketaatan kepada Tuhan. Model ketakwaan
Nabi Ibrahim ini patut untuk kita teladani.
Dari berbagai media, kita bisa melihat
betapa budaya korupsi masih merajalela. Demi menumpuk kekayaan rela
menanggalkan ”baju” ketakwaan. Ambisi untuk meraih jabatan telah memaksa untuk
rela menjebol ”benteng-benteng” agama. Dewasa ini, tata kehidupan telah banyak
yang menyimpang dari nilai-nilai ketuhanan. Dengan semangat Idul Adha, mari
kita teladani sosok Nabi Ibrahim. Berusaha memaksimalkan rasa patuh dan taat
terhadap ajaran agama.
Di samping itu, ada pelajaran berharga
lain yang bisa dipetik dari kisah tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa
perintah menyembelih Nabi Ismail ini pada akhirnya digantikan seekor domba.
Pesan tersirat dari adegan ini adalah ajaran Islam yang begitu menghargai
betapa pentingnya nyawa manusia.
Hal ini senada dengan apa yang
digaungkan Imam Syatibi dalam magnum opusnya al Muwafaqot. Menurut Syatibi,
satu diantara nilai universal Islam (maqoshid al syari’ah) adalah agama menjaga
hak hidup (hifdzu al nafs). Begitu pula dalam ranah fikih, agama mensyari’atkan
qishosh, larangan pembunuhan dll. Hal ini mempertegas bahwa Islam benar-benar
melindungi hak hidup manusia. (hlm.220 )
Nabi Ismail rela mengorbankan
dirinya tak lain hanyalah demi mentaati perintahNya. Berbeda dengan para
teroris dan pelaku bom bunuh diri. Apakah pengorbanan yang mereka lakukan
benar-benar memenuhi perintah Tuhan demi kejayaan Islam atau justru
sebaliknya?.
Para teroris dan pelaku bom bunuh diri
jelas tidak sesuai dengan nilai universal Islam. Islam menjaga hak untuk
hidup, sementara mereka—dengan aksi bom bunuh diri— justru mencelakakan
dirinya sendiri. Di samping itu, mereka juga membunuh rakyat sipil tak
bersalah, banyak korban tak berdosa berjatuhan. Lebih parah lagi, mereka
bukan membuat Islam berwibawa di mata dunia, melainkan menjadikan Islam sebagai
agama yang menakutkan, agama pedang dan sarang kekerasan. Akibat aksi nekat
mereka ini justru menjadikan Islam laksana ”raksasa” kanibal yang haus darah
manusia.
Imam Ghazali dalam Ihya ’Ulumuddin
pernah menjelaskan tentang tata cara melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Menurutnya, tindakan dalam bentuk aksi pengrusakan, penghancuran tempat
kemaksiatan adalah wewenang negara atau badan yang mendapatkan legalitas
negara. Tindakan yang dilakukan Islam garis keras dalam hal ini jelas tidak
prosedural. (vol.2 hlm.311)
Sudah semestinya dalam melakukan amar
makruf nahi munkar tidak sampai menimbulkan kemunkaran yang lebih besar.
Bukankah tindakan para teroris dan pelaku bom bunuh diri ini justru merugikan
terhadap Islam itu sendiri ?. Merusak citra Islam yang semestinya mengajarkan
kedamaian dan rahmatan lil ’alamin. Ajaran Islam yang bersifat humanis,
memahami pluralitas dan menghargai kemajemukan semakin tak bermakna.
Semoga dengan peristiwa eksekusi mati
Amrozi cs, mati pula radikalisme Islam, terkubur pula Islam yang berwajah
seram. Pengorbanan Nabi Ismail yang begitu tulus menjalankan perintahNya jelas
berbeda dengan pengorbanan para teroris.
Di hari Idul Adha, bagi umat Islam yang
mampu dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban. Pada dasarnya,
penyembelihan binatang kurban ini mengandung dua nilai yakni kesalehan ritual
dan kesalehan sosial. Kesalehan ritual berarti dengan berkurban, kita telah
melaksanakan perintah Tuhan yang bersifat transedental. Kurban dikatakan
sebagai kesalehan sosial karena selain sebagai ritual keagamaan, kurban juga
mempunyai dimensi kemanusiaan.
Bentuk solidaritas kemanusiaan ini
termanifestasikan secara jelas dalam pembagian daging kurban. Perintah
berkurban bagi yang mampu ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang respek
terhadap fakir-miskin dan kaum dhu’afa lainnya. Dengan disyari’atkannya kurban,
kaum muslimin dilatih untuk mempertebal rasa kemanusiaan, mengasah
kepekaan terhadap masalah-masalah sosial, mengajarkan sikap saling
menyayangi terhadap sesama.
Meski waktu pelaksanaan penyembelihan
kurban dibatasi (10-13 Dzulhijjah), namun jangan dipahami bahwa Islam membatasi
solidaritas kemanusiaan. Kita harus mampu menangkap makna esensial dari pesan
yang disampaikan teks, bukan memahami teks secara literal. Oleh karenanya,
semangat untuk terus ’berkurban’ senantiasa kita langgengkan pasca Idul Adha.
Saat ini kerap kita jumpai, banyak kaum
muslimin yang hanya berlomba meningkatkan kualitas kesalehan ritual tanpa
diimbangi dengan kesalehan sosial. Banyak umat Islam yang hanya rajin shalat,
puasa bahkan mampu ibadah haji berkali-kali, namun tidak peduli dengan
masyarakat sekitarnya. Sebuah fenomena yang menyedihkan. Mari kita jadikan Idul
Adha sebagai momentum untuk meningkatkan dua kesalehan sekaligus yakni
kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Selamat berhari raya !
Sumber 3
Naskah
Khutbah Idul Adha 1435 H / 2014 : Keteladanan Nabi Ibrahim AS
Monday, August 25th, 2014 - Khutbah
Naskah
Khutbah Idul Adha 1435 H / 2014 : Keteladanan Nabi Ibrahim AS – Sahabat Cerpi pada kesempatan kali ini Ceramah Pidato akan
share mengenai contoh naskah Khutbah Idul Adha atau Idul Qurban tahun 2014, Yup
pada hari Minggu tanggal 5 Oktober 2014, Umat Islam akan masuk pada hari raya
Haji atau Hari Raya Idul Adha 1435 H, nah berikut ini contoh Khutbah Idul Adha
yang berjudul: “Keteladanan Nabi Ibrahim AS” Simaklah:
Khutbah pertama:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ
(×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Di pagi hari yang penuh barokah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja kita laksanakan ruku’ dan sujud sebagai manifestasi perasaan taqwa kita kepada Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah. Takbir yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.
Karena itu, melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin sekalian: Marilah tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan kecongkaan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Sebab apapun kebesaran yang kita sandang, kita kecil di hadapan Allah. Betapapun perkasanya kita, masih lemah dihadapan Allah Yang Maha Kuat. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita, kita tidak berdaya dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.
Di pagi hari yang penuh barokah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja kita laksanakan ruku’ dan sujud sebagai manifestasi perasaan taqwa kita kepada Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah. Takbir yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.
Karena itu, melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin sekalian: Marilah tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan kecongkaan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Sebab apapun kebesaran yang kita sandang, kita kecil di hadapan Allah. Betapapun perkasanya kita, masih lemah dihadapan Allah Yang Maha Kuat. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita, kita tidak berdaya dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.
Hadirin
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Idul adha dikenal dengan sebutan “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin sedang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.
Idul adha dikenal dengan sebutan “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin sedang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ
لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
Disamping Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga dinamakan
“Idul Qurban”, karena merupakan hari raya yang menekankan pada arti berkorban.
Qurban itu sendiri artinya dekat, sehingga Qurban ialah menyembelih hewan
ternak untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, diberikan kepada fuqoro’ wal
masaakiin.
Masalah pengorbanan, dalam lembaran sejarah kita diingatkan pada beberapa peristiwa yang menimpa Nabiyullah Ibrahim AS beserta keluarganya Ismail dan Siti Hajar. Ketika Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.
Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak bisa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan.
Masalah pengorbanan, dalam lembaran sejarah kita diingatkan pada beberapa peristiwa yang menimpa Nabiyullah Ibrahim AS beserta keluarganya Ismail dan Siti Hajar. Ketika Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.
Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak bisa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan.
Lembah yang dulunya gersang itu, mempunyai persediaan air
yang melimpah-limpah. Datanglah manusia dari berbagai pelosok terutama para
pedagang ke tempat Siti Hajar dan Nabi Ismail, untuk membeli air. Datang rejeki
dari berbagai penjuru, dan makmurlah tempat sekitarnya. Akhirnya lembah itu
hingga saat ini terkenal dengan kota mekkah, sebuah kota yang aman dan makmur,
berkat do’a Nabi Ibrahim dan berkat kecakapan seorang ibu dalam mengelola kota
dan masyarakat. Kota mekkah yang aman dan makmur dilukiskan oleh Allah dalam
Al-Qur’an:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ
هَـَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم
بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku,
jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki
dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah
dan hari kiamat.” (QS Al-Baqarah: 126)
Hadirin
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Dari ayat tersebut, kita memperoleh bukti yang jelas bahwa kota Makkah hingga saat ini memiliki kemakmuran yang melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru dunia, memperoleh fasilitas yang cukup, selama melakukan ibadah haji maupun umrah.
Hal itu membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi, serta keamanan hukum, sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang semua itu menjadi dalil, bahwa do’a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang Islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun ikut menikmati.
Allah SWT berfirman:
Dari ayat tersebut, kita memperoleh bukti yang jelas bahwa kota Makkah hingga saat ini memiliki kemakmuran yang melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru dunia, memperoleh fasilitas yang cukup, selama melakukan ibadah haji maupun umrah.
Hal itu membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi, serta keamanan hukum, sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang semua itu menjadi dalil, bahwa do’a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang Islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun ikut menikmati.
Allah SWT berfirman:
قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ
قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Artinya: Allah berfirman: “Dan kepada orang kafirpun, aku
beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka. Dan
itulah seburuk buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 126)
Hadirin
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Idul Adha yang kita peringati saat ini, dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari cara memotong kurban binatang ternak. Sejarahnya adalah bermula dari ujian paling berat yang menimpa Nabiyullah Ibrahim. Disebabkan kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).
Setelah titel Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal bhaktinya!”
Kemudian Allah SWT mengizinkan para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah.
Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku, niscaya akan aku serahkan juga.”
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji Iman dan Taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa itu dinyatakan dalam Al-Qur’an Surah As-Shoffat : 102 :
Idul Adha yang kita peringati saat ini, dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari cara memotong kurban binatang ternak. Sejarahnya adalah bermula dari ujian paling berat yang menimpa Nabiyullah Ibrahim. Disebabkan kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).
Setelah titel Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal bhaktinya!”
Kemudian Allah SWT mengizinkan para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah.
Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku, niscaya akan aku serahkan juga.”
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji Iman dan Taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa itu dinyatakan dalam Al-Qur’an Surah As-Shoffat : 102 :
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي
الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا
تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa pendapatmu?
Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.
InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS As-shaffat:
102).
Ketika
keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang menggoda sang
ayah, sang ibu dan sang anak silih berganti. Akan tetapi Nabi Ibrahim, Siti
hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah oleh bujuk rayuan iblis yang menggoda agar
membatalkan niatnya. Bahkan siti hajarpun mengatakan, : ”jika memang benar
perintah Allah, akupun siap untuk di sembelih sebagai gantinya ismail.” Mereka
melempar iblis dengan batu, mengusirnya pergi dan Iblispun lari tunggang
langgang. Dan ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni
melempar jumrah; jumrotul ula, wustho, dan aqobah yang dilaksanakan di mina.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Setelah sampai disuatu tempat, dalam keadaan tenang Ismail berkata kepada ayahnya : ”ayah, ku harap kaki dan tanganku diikat, supaya aku tidak dapat bergerak leluasa, sehingga menyusahkan ayah. Hadapkan mukaku ke tanah, supaya tidak melihatnya, sebab kalau ayah melihat nanti akan merasa kasihan. Lepaskan bajuku, agar tidak terkena darah yang nantinya menimbulkan kenangan yang menyedihkan. Asahlah tajam-tajam pisau ayah, agar penyembelihan berjalan singkat, sebab sakaratul maut dahsyat sekali. Berikan bajuku kepada ibu untuk kenang-kenangan serta sampaikan salamku kepadanya supaya dia tetap sabar, saya dilindungi Allah SWT, jangan cerita bagaimana ayah mengikat tanganku. Jangan izinkan anak-anak sebayaku datang kerumah, agar kesedihan ibu tidak terulang kembali, dan apabila ayah melihat anak-anak sebayaku, janganlah terlampau jauh untuk diperhatikan, nanti ayah akan bersedih.”
Nabi Ibrohim menjawab ”baiklah anakku, Allah swt akan menolongmu”. Setelah ismail, putra tercinta ditelentangkan diatas sebuah batu, dan pisaupun diletakkan diatas lehernya, Ibrohim pun menyembelih dengan menekan pisau itu kuat-kuat, namun tidak mempan, bahkan tergorespun tidak.
Pada saat itu, Allah swt membuka dinding yang menghalangi pandangan malaikat di langit dan dibumi, mereka tunduk dan sujud kepada Allah SWT, takjub menyaksikan keduanya. ”lihatlah hambaku itu, rela dan senang hati menyembelih anaknya sendiri dengan pisau, karena semata-mata untuk memperoleh kerelaanku.
Sementara itu, Ismail pun berkata : ”ayah.. bukalah ikatan kaki dan tanganku, agar Allah SWT tidak melihatku dalam keadaan terpaksa, dan letakkan pisau itu dileherku, supaya malaikat menyaksikan putra kholilullah Ibrohim taat dan patuh kepada perintah-Nya.”
Ibrohim mengabulkannya. Lantas membuka ikatan dan menekan pisau itu ke lehernya kuat-kuat, namun lehernya tidak apa-apa, bahkan bila ditekan, pisau itu berbalik, yang tajam berada di bagian atas. Ibrohim mencoba memotongkan pisau itu ke sebuah batu, ternyata batu yang keras itu terbelah. ”hai pisau, engkau sanggup membelah batu, tapi kenapa tidak sanggup memotong leher” kata ibrahim. Dengan izin Allah SWT, pisau itu menjawab, ”anda katakan potonglah, tapi Allah mengatakan jangan potong, mana mungkin aku memenuhi perintahmu wahai ibrahim, jika akibatnya akan durhaka kepada Allah SWT”
Dalam pada itu Allah SWT memerintahkan jibril untuk mengambil seekor kibasy dari surga sebagai gantinya. Dan Allah swt berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya, tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat 107-110:
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Setelah sampai disuatu tempat, dalam keadaan tenang Ismail berkata kepada ayahnya : ”ayah, ku harap kaki dan tanganku diikat, supaya aku tidak dapat bergerak leluasa, sehingga menyusahkan ayah. Hadapkan mukaku ke tanah, supaya tidak melihatnya, sebab kalau ayah melihat nanti akan merasa kasihan. Lepaskan bajuku, agar tidak terkena darah yang nantinya menimbulkan kenangan yang menyedihkan. Asahlah tajam-tajam pisau ayah, agar penyembelihan berjalan singkat, sebab sakaratul maut dahsyat sekali. Berikan bajuku kepada ibu untuk kenang-kenangan serta sampaikan salamku kepadanya supaya dia tetap sabar, saya dilindungi Allah SWT, jangan cerita bagaimana ayah mengikat tanganku. Jangan izinkan anak-anak sebayaku datang kerumah, agar kesedihan ibu tidak terulang kembali, dan apabila ayah melihat anak-anak sebayaku, janganlah terlampau jauh untuk diperhatikan, nanti ayah akan bersedih.”
Nabi Ibrohim menjawab ”baiklah anakku, Allah swt akan menolongmu”. Setelah ismail, putra tercinta ditelentangkan diatas sebuah batu, dan pisaupun diletakkan diatas lehernya, Ibrohim pun menyembelih dengan menekan pisau itu kuat-kuat, namun tidak mempan, bahkan tergorespun tidak.
Pada saat itu, Allah swt membuka dinding yang menghalangi pandangan malaikat di langit dan dibumi, mereka tunduk dan sujud kepada Allah SWT, takjub menyaksikan keduanya. ”lihatlah hambaku itu, rela dan senang hati menyembelih anaknya sendiri dengan pisau, karena semata-mata untuk memperoleh kerelaanku.
Sementara itu, Ismail pun berkata : ”ayah.. bukalah ikatan kaki dan tanganku, agar Allah SWT tidak melihatku dalam keadaan terpaksa, dan letakkan pisau itu dileherku, supaya malaikat menyaksikan putra kholilullah Ibrohim taat dan patuh kepada perintah-Nya.”
Ibrohim mengabulkannya. Lantas membuka ikatan dan menekan pisau itu ke lehernya kuat-kuat, namun lehernya tidak apa-apa, bahkan bila ditekan, pisau itu berbalik, yang tajam berada di bagian atas. Ibrohim mencoba memotongkan pisau itu ke sebuah batu, ternyata batu yang keras itu terbelah. ”hai pisau, engkau sanggup membelah batu, tapi kenapa tidak sanggup memotong leher” kata ibrahim. Dengan izin Allah SWT, pisau itu menjawab, ”anda katakan potonglah, tapi Allah mengatakan jangan potong, mana mungkin aku memenuhi perintahmu wahai ibrahim, jika akibatnya akan durhaka kepada Allah SWT”
Dalam pada itu Allah SWT memerintahkan jibril untuk mengambil seekor kibasy dari surga sebagai gantinya. Dan Allah swt berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya, tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar.”
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan
orang-orang yang datang kemudian.”
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.”
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik.”
Menyaksikan
tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia
itu, Malaikat Jibril menyaksikan ketaatan keduanya, setelah kembali dari syurga
dengan membawa seekor kibasy, kagumlah ia seraya terlontar darinya suatu
ungkapan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim menyambutnya
“Laailaha illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian di sambung oleh Nabi Ismail
“Allahu Akbar Walillahil Hamdu.’
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Inilah sejarah pertamanya korban di Hari Raya Qurban. Yang kita peringati pada pagi hari ini. Allah Maha pengasih dan Penyayang. Korban yang diperintahkan tidak usah anak kita, cukup binatang ternak, baik kambing, sapi, kerbau maupun lainnya. Sebab Allah tahu, kita tidak akan mampu menjalaninya, jangankan memotong anak kita, memotong sebagian harta kita untuk menyembelih hewan qurban, kita masih terlalu banyak berfikir. memotong 2,5 % harta kita untuk zakat, kita masih belum menunaikannya. Memotong sedikit waktu kita untuk sholat lima waktu, kita masih keberatan. Menunda sebentar waktu makan kita untuk berpuasa, kita tak mampu melaksanakannya, dan sebagainya. Begitu banyak dosa dan pelanggaran yang kita kerjakan, yang membuat kita jauh dari Rahmat Allah SWT.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha ini adalah, bahwa hakikat manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban.
Di samping itu, kesan atau i’tibar yang dapat diambil dari peristiwa tersebut adalah:
Pertama, Hendaknya kita sebagai orang tua, mempunyai upaya yang kuat membentuk anak yang sholih, menciptakan pribadi anak yang agamis, anak yang berbakti kepada orang tua, lebih-lebih berbakti terhadap Allah dan Rosul-Nya.
Kedua, perintah dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT, harus dilaksanakan. Harus disambut dengan tekad sami’na wa ‘atha’na. Karena sesungguhnya, ketentuan-ketentuan Allah SWT pastilah manfaatnya kembali kepada kita sendiri.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
I’tibar ketiga, adalah kegigihan syaitan yang terus menerus mengganggu manusia, agar membangkang dari ketentuan Allah SWT. Syaitan senantiasa terus berusaha menyeret manusia kepada kehancuran dan kegelapan. Maka janganlah mengikuti bujuk rayu syaithon, karena sesungguhnya syaithon adalah musuh yang nyata.
Keempat, jenis sembelihan berupa bahimah (binatang ternak), artinya dengan matinya hayawan ternak, kita buang kecongkaan dan kesombongan kita, hawa nafsu hayawaniyah harus dikendalikan, jangan dibiarkan tumbuh subur dalam hati kita.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Tepatlah apabila perayaan Idul Adha digunakan menggugah hati kita untuk berkorban bagi negeri kita tercinta, yang tidak pernah luput dirundung kesusahan. Sebab pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat manusia itulah yang membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti besar. Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.
Akhirnya dalam kondisi seperti ini kita banyak berharap, berusaha dan berdoa, mudah-mudahan kita semua, para pemimpin kita, elit-elit kita, dalam berjuang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok, tapi berjuang untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat, bangsa dan negara. Kendatipun perjuangan itu tidaklah mudah, memerlukan pengorbanan yang besar. Hanya orang-orang bertaqwa lah yang sanggup melaksanakan perjuangan dan pengorbanan ini dengan sebaik-baiknya.
Mudah-mudahan perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk terus bersemangat, rela berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara amiin 3x ya robbal alamin.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Inilah sejarah pertamanya korban di Hari Raya Qurban. Yang kita peringati pada pagi hari ini. Allah Maha pengasih dan Penyayang. Korban yang diperintahkan tidak usah anak kita, cukup binatang ternak, baik kambing, sapi, kerbau maupun lainnya. Sebab Allah tahu, kita tidak akan mampu menjalaninya, jangankan memotong anak kita, memotong sebagian harta kita untuk menyembelih hewan qurban, kita masih terlalu banyak berfikir. memotong 2,5 % harta kita untuk zakat, kita masih belum menunaikannya. Memotong sedikit waktu kita untuk sholat lima waktu, kita masih keberatan. Menunda sebentar waktu makan kita untuk berpuasa, kita tak mampu melaksanakannya, dan sebagainya. Begitu banyak dosa dan pelanggaran yang kita kerjakan, yang membuat kita jauh dari Rahmat Allah SWT.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha ini adalah, bahwa hakikat manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban.
Di samping itu, kesan atau i’tibar yang dapat diambil dari peristiwa tersebut adalah:
Pertama, Hendaknya kita sebagai orang tua, mempunyai upaya yang kuat membentuk anak yang sholih, menciptakan pribadi anak yang agamis, anak yang berbakti kepada orang tua, lebih-lebih berbakti terhadap Allah dan Rosul-Nya.
Kedua, perintah dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT, harus dilaksanakan. Harus disambut dengan tekad sami’na wa ‘atha’na. Karena sesungguhnya, ketentuan-ketentuan Allah SWT pastilah manfaatnya kembali kepada kita sendiri.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
I’tibar ketiga, adalah kegigihan syaitan yang terus menerus mengganggu manusia, agar membangkang dari ketentuan Allah SWT. Syaitan senantiasa terus berusaha menyeret manusia kepada kehancuran dan kegelapan. Maka janganlah mengikuti bujuk rayu syaithon, karena sesungguhnya syaithon adalah musuh yang nyata.
Keempat, jenis sembelihan berupa bahimah (binatang ternak), artinya dengan matinya hayawan ternak, kita buang kecongkaan dan kesombongan kita, hawa nafsu hayawaniyah harus dikendalikan, jangan dibiarkan tumbuh subur dalam hati kita.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Tepatlah apabila perayaan Idul Adha digunakan menggugah hati kita untuk berkorban bagi negeri kita tercinta, yang tidak pernah luput dirundung kesusahan. Sebab pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat manusia itulah yang membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti besar. Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.
Akhirnya dalam kondisi seperti ini kita banyak berharap, berusaha dan berdoa, mudah-mudahan kita semua, para pemimpin kita, elit-elit kita, dalam berjuang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok, tapi berjuang untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat, bangsa dan negara. Kendatipun perjuangan itu tidaklah mudah, memerlukan pengorbanan yang besar. Hanya orang-orang bertaqwa lah yang sanggup melaksanakan perjuangan dan pengorbanan ini dengan sebaik-baiknya.
Mudah-mudahan perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk terus bersemangat, rela berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara amiin 3x ya robbal alamin.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ
الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ
الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah kedua:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×)
اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ
أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ
وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِين وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتَكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِين وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتَكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Sumber 4
Khutbah
Idul Adha: Ketauhidan Mengangkat Derajat Umat Manusia
Khutbah pertama:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)
اللهُ اَكبَرْ (×3
اللهُ اَكْبَرْ
كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ
اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اللهُ اَكْبَرْ ماتحرك متحرك
وارتـج. ولبى محرم وعـج. وقصد الحرم من كل فـج. وأقيمت فى هذا الأيام مناسك الحج.
اللهُ اَكْبَرْ (3×)
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ
اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ ومن تبع دين محمد. وسلم تسليما
كثيرا. فياايها المسلمون الكرام. اوصيكم ونفسى بتقوى الله. واعلموا أن هذا الشهر
شهر عظيم. وأن هذاليوم يوم عيد المؤمين. يوم خليل الله إبراهيم أبو ألانبياء
والمرسلين. اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin Jama’ah Idul Adha
Rahimakumullah,
Alhamdulillah pagi ini kita dapat
berkumpul menikmati indahnya matahari, sejuknya hawa pagi sembari
mengumandangkan takbir mengagungkan Ilahi Rabbi dirangkai dengan dua raka’at
Idul Adha sebagai upaya mendekatkan diri kepada Yang Maha Suci. Marilah kita
bersama-sama meningkatkan taqwa kita kepada Allah swt dengan sepenuh hati. Kita
niatkan hari ini sebagai langkah awal memulai perjalanan diri mengarungi
kehidupan seperti yang tercermin dalam keta’atan dan ketabahan Nabi Allah
Ibrahim as menjalani cobaan dari Allah Yang Maha Tinggi.
Muslimin dan Muslimat yang dimuliakan
Allah
Hari ini ini adalah hari yang penuh
berkah, hari yang sangat bersejarah bagi umat beragama di seluruh penjuru
dunia, dan bagi umat muslim pada khususnya. Karena hari ini merupakan hari
kemenangan seorang Nabi penemu konsep ke-tuhidan dalam berketuhanan. Sebuah
penemuan maha penting dijagad raya, tak tertandingi nilainya dibandingkan
dengan penemuan para santis dan ilmuan. Karena berkat konsep ke-tauhidan yang
ditemukan Nabi Allah Ibrahim, manusia dapat menguasai alam dengan menjadi
khalifah alal ardh. Setelah Nabi Allah Ibrahim as menyadari bahwa Allah swt
adalah The Absolute One, Dzat yang paling Esa, maka semenjak itu juga umat
manusia tidak dibenarkan menyembah matahari, menyembah bintang, menyembah
binatang, menyembah batu dan alam. Ini artinya manusia telah memposisikan
dirinya di atas alam. Ajaran ke-Esa-an yang diprakarsai oleh Nabi Allah Ibrahim
telah mengangkat derajat manusia atas alam se-isinya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Sesungguhnya tidak berlebihan jika hari
ini kita jadikan sebagai salah satu hari besar kemanusiaan internasional yang
harus diperingati oleh manusia se-jagad raya. Oleh karena itu hari ini adalah
momen yang tepat untuk mengenang perjuangan Nabi Allah Ibrahim as dan upayanya
menemukan Allah swt. Bagaimana beliau bersusah payah melatih alam kebathinannya
untuk mengenal Tuhan Allah Yang Paling Berkuasa. Bukankah itu hal yang amat
sangat rumit? Apalagi jika kita membandingkan posisi manusia sebagai makhluk
yang hidup dalam dunia kebendaan, sedangkan Allah Tuhan Yang Maha Sirr berada
ditempat yang tidak dapat dicapai dengan indera? Bagaimana Nabi Allah Ibrahim
bisa menemukan-Nya? Tentunya melalui berbagai jalan thariqah yang
panjang. Melalui latihan dan penempaan jiwa yang berat. Untuk itulah mari
kita lihat rekaman tersebut dalam surat Al-An’am ayat 75-79
وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ(75) فَلَمَّا
جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ
قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ (76)فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ
هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ
مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ (77)فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا
رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا
تُشْرِكُونَ(78) إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (79)
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami
yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia
termasuk orang yang yakin. (75)
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata:
"Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata:
"Saya tidak suka kepada yang tenggelam “ (76)
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah
Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata:
"Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku
termasuk orang yang sesat." (77)
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah
Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia
berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan (78)
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit
dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (79)
Para Hadirin yang dimuliakan Allah
Jika kita lihat dokumen sejarah yang
termaktub dalam al-Qur’an di atas, hal ini menunjukkan betapa proses pencarian
yang dilakukan Nabi Allah Ibrahim as sangatlah berat. Meskipun pada akhirnya
Nabi Ibrahim berhasil menemukan Tuhan Allah Rabbil Alamin, bukan tuhan suku dan
bangsa tertentu, tapi Tuhan seru sekalian alam. Tuhan yang senantiasa berada
sangat dekat dengan manusia baik ketika terpejam maupun ketika terjaga. Itulah
sejarah terbesar yang dipahatkan oleh Nabi Allah Ibrahim di sepanjang relief
kehidupan umat manusia yang seharusnya selalu dikenang oleh umat beragama.
Selain sebagai orang yang menemukan
konsep Ketuhaan. Beliau juga salah satu hamba tersukses di dunia yang mampu
menaklukkan nafsu dunyawi demi memenangkan kecintaannya kepada Allah Sang Maha
Suci. Fragmen ketaatan dan keikhlasannya untuk menyembelih Ismail sebagai anak
tercinta yang diidam-idamkannya, adalah bukti kepasrahan total kepada Allah swt.
Bayangkan saudara-saudara, Ismail adalah anak yang telah lama dinanti dan
diidamkan, Ismail adalah anak tercintanya namun demikian semua itu ditundukkan
oleh Nabi Ibrahim as demi memenangkan cintanya kepada Allah swt.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Dua hal di atas yaitu penemuan Ibrahim
atas ke-Esaan Allah dan perintah penyembelihan terhadap anak tercinta merupakan
satu perlambang bahwa ruang di mana Nabi Allah Ibrahim as. hidup adalah garis
batas yang memisahkan antara kehidupan brutal dan kehidupan berpri-kemanusiaan.
Penyembelihan terhadap Ismail yang kemudian diganti dengan kambing merupakan
tanda bahwa semenjak itu tidak ada lagi proses penyembahan dengan cara
pengorbanan manusia (sesajen). Karena manusia adalah makhluk mulia yang tak pantas
dikorbankan secara cuma-cuma, meskipun dilakukan dengan suka rela. Allah swt
sendiri yang tidak memperbolehkannya, dengan Kuasa-Nya ia ganti Ismail dengan
seekor kambing.
Itulah beberapa hal yang harus dikenang
dari Nabi Allah Ibrahim as. Sebagai umat manusia yang beriman dan beragama
sudah sewajibnya kita mengenang dan menteladani apa yang dilakukan Nabi Allah
Ibahim as seperti yang diterangkan dalam al-Baqarah 127:
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah
bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami
(amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Dengan kata lain Allah swt menganjurkan
manusia untuk mengingat dan meneladai kehidupan Ibrahim terutama ketika Nabi
Allah Ibrahim as merawat dan merekontruksi ka’bah sebagai baitullah. Sehingga
berbagai ibadah dan ritual peyembahan kepada Allah swt menjadi kewajiban bagi
umat muslim sedunia yang mampu menjalankannya. Itulah ibadah Haji.
Para Jama’ah idhul adha yang berbahagia
Haji meupakan salah satu ibadah yang
sarat dengan simbol dan perlambang. Oleh karena itu, jikalau ibadah haji
dilaksanakan tanpa mengerti makna yang tersimpan didalamnya sangatlah percuma,
karena yang demikian itu hanya menyisakan kelelahan belaka. Kelelahan yang
kerontang tanpa kesadaran.
Kaum muslimin dan muslimat, meskipun
saat ini kita berada di sini, jauh dari tanah Haram, tidak berarti kita tidak
bisa meneladani Nabi Ibrahim. Karena keteladanan itu tidaklah bersifat fisik.
Namun sejatinya keteladanan itu berada dalam semangat yang tidak mengenal batas
ruang dan waktu. Keteladanan atas ibadah haji dapat kita terapkan dalam kehidupan
sehari-hari ketika kita berinteraksi dengan tetangga, teman, saudara dan umat
manusia pada umumnya.
Saudara-saudaraku seiman dan setaqwa
Bila kita tengok bahwa haji dimulai
dengan niat yang dibarengi dengan menanggalkan pakaian sehari-hari untuk
digantikan dengan dua helai kain putih yang disebut dengan busana ihram. Maka
ketahuilah dibalik keseragaman ini tersimpan beragam makna. Pertama bahawa
pakaian yang selama ini kita pakai sehari-hari sangat menunjukkan derajat dan
status sosil manusia. Oleh karena itu, ketika seorang muslim telah berniat
untuk haji dan berniat menghadap-Nya maka segeralah tanggalkan pakaian itu dan
gantilah dengan busana Ihram yang serba putih, karena manusia di hadapan Ilahi
Rabbi sejatinya tidak berbeda.
Kedua, Pakaian itu tidak hanya apa yang
kita pakai namun juga identitas yang menyelimuti diri manusia hendaknya segera
diluluhkan ketika menghadap-Nya. Allah tidak akan pernah membedakan antara
peabat dan rakyat, antar penguasa dan hamba, antara pedagang dan nelayan. Semua
itu dimata Allah swt adalah sama. Seperti putihnya seragam yang membalut raga.
المسلمون إخوة لافضل لأحد على أحد
إلابالتقوى (رواه الطبرانى)
Artinya, orang-orang Islam itu satu sama lain bersaudara, tiada yang lebih
utama seorangpun dari seorang yang lain, melainkan karena taqwanya (HR.
Tabhrani)
Ketiga, Pakaian itu adalah sifat
manusia. Ketika seorang muslim telah berniat menghadap Allah Sang Maha Kuasa,
hendaklah ia mencopot segala identitasnya. Baik identitas sebagai tikus, buaya,
serigala ataupun identitas sebagai kupu-kupu, merpati ataupu kasuwari. Artinya,
segala macam sifat yang melekat baik negative maupun positif sebaiknya
dihilangkan. Jangan pernah merasa sebagai apa-apa jikalau engkau menghadap-Nya.
Keempat, pakaian itu mengingatkan manusia
akan ketakberdayaannya. Nanti ketika menghadap Ilahi Rabbi manusia tidak
membawa apa-apa kecuali kain putih yang menemaninya. Sebagai pertanda bahwa
sebaiknya manusia hidup dengan sederhana, karena semua akan ditinggalkannya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Selanjutnya Thowaf mengelilingi ka’bah
tujuh kali putaran adalah perlambang kedekatan manusia dengan Sang Khaliq.
Begitu harunya jiwa manusia ketika lebur mendekatkan diri pada Baitullah,
seolah ke-dirian manusia hilang ditelan kebesaran-Nya. Thowaf dapat diartikan
hilangnya diri terhanyut dalam pusaran Energi keilahiyan yang tak terkira.
Thowaf adalah simbol hablum minallah yang hakiki, bahkan lebih dari itu. Tidak
ada lagi habl penghubung antara manusia dan Sang Khaliq. Karena keduanya telah
menyatu.
Kemudian sa’i berlari kecil dari shofa
ke marwah. Ini merupakan rangkaian setelah Thowaf yang dapat diartikan sesuai
perspketif sejarah. Ketika Siti Hajar Ibunda Nabi Ismail ditinggal oleh Nabi
Allah Ibrahim as. Maka ia pun harus bertarung mempertahankan hidup ini dengan
mencari air dari bukit Shofa ke Marwa. Kehidupan sarat dengan perjuangan. Usaha
menjadi suatu kewajiban bagi manusia. Tiada air yang turun dari langit, namun
air itu harus dicari sumbernya. Begitulah kehidupan di dunia ini. Hidup itu
suci dan harus dijaga seperti makna hafiah kata Shofa yaitu kemurnian dan
kesucian sedangkan. Namun hidup itu juga cita-cita yang jumawa dan penuh
idealism seperti makna kata marwa yaitu kemurahan, memaafkan dan menghargai.
Jika thowaf menggambarkan hubungan dan
kemanunggalan manusia dengan Sang Khaliq, maka sa’i menunjukkan bahwa kehidupan
haruslah dijalani sesuai dengan hukum kemanusiaan. Berinteraksi, berhubungan
dan berkomunikasi dengan sesame. Maka kehidupan ini haruslah menyeimbangkan
antara keilahiyahan dan keinsaniyahan.
Ma’asyiral Muslimin yang berbahagia
Selain itu simbolisme dalam ibadah haji
juga melekat pada Ka’bah Baitullah. Di sana ada hijir Ismail yang berarti
‘pangkuan Ismail’. Di sanalah seorang Ismail putera Ibrahim yang membangun
Ka’bah pernah berada dalam pangkuan sang Ibu Hajar, seorang wanita hitam yang
miskin juga seorang budak. Dengan ini Allah swt membuktikan bahwa seorang hamba
pun dapat dimuliakanya dengan memposisikan kuburnya disamping ka’bah baitullah.
Itu semua karena ketaqwaannya. Ketaqwaan Ibu Hajar yang mampu berhijrah menuju
kebaikan dan kemuliaan.
Sedangkan padang Arafah sebagai tempat
para haji menunaikan wuquf merupakan ruang luas yang terhampar untuk memasak
diri seorang muslim hingga ia mengenal siapa jati dirinya sebagai manusia.
Arafah adalah ruang berintrospeksi diri, siapa, dari mana sosok diri itu dan
hendak kemana nantinya. Oleh karena itu ruang ini dinamakan arafah yang
mempunyai satu asal kata yang sama dengan ma’rifat yaitu mengeatuhi dan
mengerti hakikat diri. Diharapkan setelah diramu dalam padang arafah ini
seorang diri bisa menjadi lebih arif (bijaksana) dalam mengarungi kehidupan dan
mempertimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat seperti yang disimbolkan
dalam thowaf dan sa’i.
Dari Arafah menuju Muzdalifah guna
mempersiapkan diri dan mempersenjatainya melawan syaithan yang akan dihadapi
nanti di Mina. Manusia haruslah selalu waspada bahwa syaitan ada dimana-mana.
Karena itulah senjata pemusnahnya tidaklah sesuatu yang besar dan menakutkan.
Tetapi cukup dengan kerikil yang kecil sebagai simbol atas kesabaran dan
keteguhan hati.
Ma’asyiral Muslimin
Demikianlah uraian dalam khutbah ini
semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Dan amrilah kita berdoa kepada Allah swt
semoga amal ibadah kita diterima. Semoga kita yang disini diberikan kesempatan
mengunjungi tanah haram di lain waktu, seperti cita-cita kita semua. Dan semoga
mereka yang berada di sana diberi keselamatan semua. Amien
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×)
اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ
أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ
وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ
وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ
اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ
فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ
اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ
بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ
النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ
وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ
وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ
الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ
مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ
اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ
عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ
وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا
خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ
اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ !
اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ
وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Sumber 5
DENGAN ‘IDUL ADHA KITA WUJUDKAN
SOLIDARITAS SOSIAL
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر ×9 لا إله إلا الله، والله أكبر ،
الله أكبر ولله الحمد
إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Hadirin, Sidang Jamaaah Idul Adha yang berbahagia!
Setiap orang yang
beriman senantiasa mendambakan rahmat, maghfirah, dan ridha Allah SWT. Seluruh
aktivitasnya – duniawiyah dan ukhrawiyah – ia maksudkan untuk memperoleh rahmat
dan ridha Allah SWT.Bagi orang beriman tidak ada perbedaan antara aktivitas
duniawiyah dan aktivitas ukhrawiyah. Sebab, keduanya dilakukan dengan niat
untuk mencari ridha Allah. Ridha artinya senang. Kedua aktivitas itu dilakukan
sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Allah. Bila kedua aktivitas tersebut sudah
diridhai Allah maka tentu rahmat dan maghfirah-Nya pun akan dicurahkan Allah
kepadanya. Demi memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha Allah, seorang yang
beriman akan melakukan apa saja yang mungkin ia lakukan dan memberikan apa saja
yang mungkin ia berikan; dan mengorbankan apa saja yang mungkin ia korbankan.
Kesadaran dan keinsyafan untuk berkurban karena Allah inilah yang merupakan makna hakiki dari “Id al-Adha. Makna ini akan dirasakan kemanfaatannya apabila diwujudkan ke dalam kehidupan realitas kita melalui makna instrumental-nya.
II. Makna Hakiki Idul Adha
Secara harfiah ‘Id
al-Adha artinya adalah Hari Raya Kurban. Dinamai demikian karena dimaksudkan
untuk mengingat pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. dan
keluarganya untuk dicontoh, diteladani, dan diwujudkan nilai-nilainya oleh
orang-orang yang beriman.
Dalam kesederhanaan, nilai (ajaran) kurban ini tergambar di dalam penyembelihan hewan kurban itu sendiri; (1) niatnya karena Allah , (2) yang sampai kepada Allah bukan darah atau daging kurban tetapi keimanan dan ketakwaan orang berkurban,(3) daging kurban itu sendiri didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai kepedulian kepada lingkungan dan upaya meningkatkan kebersamaan solidaritas sosial, (4) pendistribusian secara adil dan merata, dilakukan sebagai pengamalan perintah syukur atas nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah.(5) dan pahala pertama, untuk orang yang berkurban itu sendiri dan kedua, untuk semua pihak yang mendukung dan menciptakan suasana yang kondusif hingga terselenggaranya aktivitas pengorbanan karena Allah.Demikian juga bagi mereka yang sedang melaksanakan haji, jika mereka diwajibkan menyembelih (unta, kambing, biri-biri, dan sapi), hendaklah disembelih di tanah haram dan dagingnya di hadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadah haji.
Allahu Akbar 3x Walillah al-Hamd
Hadirin, kaum Muslimin
jamaah Id al-Adha yang berbahagia !
Dengan demikian ada
lima ciri yang terdapat di dalam aktivitas pengorbanan karena Allah. Kelima
cirri tersebut berkaitan dengan (1) niatnya, (2) orientasinya, (3)
kemanfaatannya, (4) caranya dan (5) tujuannya.
1. Niat Berqurban untuk Idul Adha
Aktivitas pengorbanan
yang disyari’atkan oleh Islam adalah aktivitas pengorbanan yang diniatkan
karena Allah. Dalam konteks ini, al-Ghazali mengemukakan dalam Ihya bahwa
seseorang tidak sampai kepada Allah (tidak akan dapat mencapai posisi kurban
atau dekat dengan Allah; amal ibadahnya tidak akan diterima oleh Allah) kecuali
apabila orang itu :
a. Sanggup membebaskan diri dari pengaruh hawa nafsu.
b. Mampu mengendalikan diri sehingga ia tidak terjerumus ke dalam dan perilaku hidup hedonistic.
c. Di dalam ia melakukan sesuatu perbuatan, ia hanya melakukan perbuatan yang benar-benar perlu dan diperlukan; ia bertindak efisien, disiplin, istiqamah, dan selalu peduli terhadap lingkungan dalam rangka memupuk kesadaran dan solidaritas.
d. Seluruh aktivitasnya, gerak maupun diamnya , seluruhnya ia niatkan karena Allah.
Esensi niat karena Allah adalah memurnikan ketaatan dan kepatuhan hanya kepada Allah sebagai wujud dari keimanan dan kesadaran selaku makhluk hamba Allah, dan khalifah Allah di muka bumi. Allah berfirman:
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء… (البينة\98 :5)
Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam menjalankan agama dengan lurus… .
Niat karena Allah mempunyai fungsi antara lain: (1) menumbuhkan kesadaran tentang keberadaan (existensi) Allah , (2) menginsyafkan bahwa ketaatan, kepatuhan, kepasrahan, dan ketundukan hanya pantas diberikan kepada Allah, (3) menanamkan kesadaran bahwa Allah tidak membeda-bedakan manusia, tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, majikan atau buruh, pejabat atau bukan, semuanya dituntut untuk mentaati hukum; yaitu mengedepankan supremasi hukum; untuk melaksanakan kewajiban, ketentuan, dan peraturan, seluruh manusia sama di hadapan Allah; iman dan takwalah yang membuat seseorang dekat dan mulia di sisi Allah. (4) menjadikan Allah sebagai motivasi dan tujuan hidup dan (5) menghilangkan semua penyakit hati, seperti Syirik, kufur, munafik, takabbur, riya, ‘ujub,, dan lain sebagainya.
Orang yang memiliki niat yang mempunyai keimanan dan kesadaran seperti ini, akan dapat melakukan apa saja yang diperintahkan Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as, dan keluarganya pada saat Nabi Ibrahim menerima perintah dari Allah untuk mengorbankan putranya Ismail as.
Padahal Nabi Ibrahim puluhan tahun mendambakan anak, begitu Allah memberikan anak dan ketika anak telah sampai usia tamyiz, bisa mambantu dan berusaha bersama ayahnya Ibrahim datanglah perintah Allah untuk mengorbankannya. Apa yang menyebabkan Nabi Ibrahim siap untuk mengorbankan anaknya ?
a. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap putranya tidak dapat menghalangi kepatuhan dan ketaatannya kepada Allah.
b.Ismail sendiri bahkan bersedia mengorbankan jiwa dan raganya karena patuh dan taat kepada Allah .
يآأبت افعل ما تؤمر ستجدنى إن شاء الله من الصابرين. (الصافات\37:102)
“Wahai
ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
a. Siti Hajar ra, sekalipun air matanya nampak menitik pertanda bahwa ia tidak dapat menyembunyikan kesedihannya, tetapi secara pasti ia berkata: “aku rela kalau itu memang perintah Allah”.
b. Setelah merasa pasti bahwa itu adalah keputusan dan ketetapan Allah, dalam kepastiannya sebagai pemimpin, sebagai orang kaya, bahkan sebagai orang yang bergelar Khalilullah, sebagai orang yang mempunyai kedekatan dengan Sumber Hukum dan Sumber Kebijakan. Tidak sedikitpun terbetik di hati Ibrahim dan keluarganya agar mereka diperlakukan secara berbeda di dalam melaksanakan peraturan dan ketentuan. Karena Nabi Ibrahim dan keluarganya sadar bahwa di hadapan Hukum Allah semua manusia sama; harus taat kepada perintah, taat kepada keputusan hukum, taat kepada peraturan dan ketentuan.
Kepatuhan dan ketaatan yang dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah ini, divisualisasikan (diragakan) secara simbolik dengan penuh keimanan dan keinsyafan oleh mereka yang melaksanakan ibadah haji, dan mereka yang melakukan ibadah kurban.
Aktivitas orang yang melakukan ibadah haji seluruhnya mencerminkan kepatuhan dan ketaatan ini. Bahkan untuk mencontoh Rasulullah – mencium hajar aswad (batu hitam) sekalipun mereka ikhlas dan rela melakukannya karena patuh dan taat kepada Allah . Hal ini, sejalan dengan apa yang mereka nyatakan di dalam talbiyah , Labbaik Allahumma Labbaik (Ya, Allah ini aku datang memenuhi panggilan-Mu; siap untuk melaksanakan apapun yang Engkau perintahkan, siap meninggalkan apapun yang Engkau larang ! Di dalam kehidupan pasca ibadah haji , kesiapan inilah yang menjadi salah satu indikasi penting bagi seseorang apakah hajinya mabrur atau tidak !
2. Orientasi Berqurban untuk idul adha
Orientasi pengorbanan karena Allah diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap lingkungan :
فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير. (الحج\ 22 : 28)
Maka makanlah sebagian
dari padanya dan sebagian lagi berikanlah untuk makan orang-orang yang sengsara
lagi fakir.
Ayat di atas Allah menyatakan bahwa daging kurban boleh dinikmati oleh orang yang berkurban yang merupakan nikmat dan anugrah Allah, tetapi sebagian yang lain; didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap lingkungan.
3. Kemanfaatan Berqurban untuk Idul Adha
Kemanfaatannya
dirasakan oleh semua pihak:
a. Pihak yang
berkurban, kualitas keimanan, dan ketakwaannya bertambah; posisinya semakin
dekat kepada Allah.
b. Nikmat dan karunia Allah tidak hanya oleh orang-orang tertentu saja melainkan juga oleh orang-orang yang berada di lingkungannya, terutama oleh mereka yang berada pada posisi mustad’afin .
c. Penyakit-penyakit sosial, seperti sikap apatis, individualistik, egoistic, dan kazaliman-kezaliman lainnya diharapkan dengan sendirinya akan terkikis melalui proses interaksi dalam kehidupan sosial yang dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah, sehingga apa yang disebut dengan kesenjangan sosial akibat ketidak adilan yang dapat menimbulkan antara lain sikap dan perilaku kriminalitas serta anarkis dan kejahatan-kejahatan ekonomi dan sosial lainnya dapat dihindarkan.
4. Cara Berqurban untuk Idul Adha
Cara berkurban karena
Allah, seperti yang ditunjukkan oleh Allah sendiri, yaitu bukan dengan cara
membinasakan manusia, tetapi justru dengan menyelamatkan manusia dan
kemanusiaan; dengan jalan mensyukuri nikmat dan karunia Allah, dalam rangka
mengoptimalisasikan kemanfaatan nikmat dan karunia Allah yang telah diberikan
oleh Allah dan menebarkannya secara adil dan merata.
Perintah penyembelihan
terhadap Ismail semata-mata dimaksudkan hanya sebagi ujian, sebagai tuntutan
pembuktian atas tekad kesetiaan yang pernah dinyatakan oleh Ibrahim as sendiri.
Di samping sebagai Nabi, Ibrahim adalah seorang kaya yang sangat dermawan. Ia
banyak mengorbankan harta kekayaannya untuk kepentingan sosial. Suatu waktu ia
diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih sejumlah kambing dan sejumlah unta
sebagai kurban dan santunan bagi masyarakat yang ada disekitarnya. Pujianpun
banyak berdatangan tertuju kepadanya. Waktu itu, ia belum dikarunia anak. Pada
waktu itulah ia berkata; bahwa anak sendiripun akan dikorbankan apabila hal
itu, diperintahkan oleh Allah. Maka tatkala anak itu benar-benar telah lahir,
bahkan telah dapat membantu pekerjaannya dan tentu merupakan anak yang sangat
didambakan dan dicintai oleh Ibrahim as dan isterinya Siti Hajar. Dan datanglah
tuntutan Allah agar Ibarahim membuktikan tekad dan kesetiaannya kepada Allah.
Setelah Ibrahim as yakin bahwa mimpi itu, benar-benar perintah Allah, iapun berbulat hati untuk melaksanakannya. Ayah dan anak tunduk pada kehendak Allah, tetapi Allah yang kemudian menghentikannya. Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibarahim dan Ismail as maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan kurban, Allah menggantikannya dengan seekor kambing yang besar yang dagingnya diperintahkan untuk didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang membutuhkannya. فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير peristiwa ini menjadi dasar syariat Kurban yang dilakukan setiap tahun dalam rangkaian Hari Raya dan Ibadah Haji.
5. Tujuan Berqurban untuk Idul Adha 2014
Tujuan berkurban adalah taqarrub kepada Allah, yaitu mendekatkan diri sedekat mungkin kepada-Nya untuk memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha-Nya. Upaya mendekatkan diri kepada Allah تقرب إلى الله adalah proses yang terus menerus bergerak tanpa henti. Karena taqarrub إلى الله merupakan proses terus menerus tanpa henti; maka di dalamnya pasti terdapat dinamika, terdapat aktivitas, kreativitas, produktivitas, dan inovasi-inovasi, yang kesemuanya berjalan sesuai dengan aturan dan ketentuan Allah; berjalan secara efisien, efektif, disiplin, istiqamah, dan manfaat bagi lingkungannya.
Allahu Akbar 3x Walillahi al- Hamd!
Hadirin, Kaum Muslimin
Sidang ‘Id yang berbahagia !
Ada 3 hal yang terus menerus bergerak dalam proses taqarrub إلى الله terus menerus bergerak tiada henti berzikir kepada Allah, ia bahkan melakukan تخلق بأخلاق الله ; proses internalisasi,; melakukan penyontohan dan peneladanan terhadap sifat dan akhlak Allah, sehingga akal sebagai top exekutif (presiden) di dalam wilayah kekuasaan jasmani dan ruhani dapat mengintruksikan kepada pancaindra dan anggota badan dengan instruksi-instruksi yang telah terilhami, yaitu akibat hatinya yang terus menerus berzikir dan takhalluq bi akhlaqillah . Maka yang keluar dari anggota badannya – yaitu sebagai tahaqquq atau realisasi dari zikir dan pikir serta proses peneladanan terhadap sifat dam akhlak Allah tadi – tiada lain adalah aktivitas-aktivitas, produktivitas, dan inovasi-inovasi yang positif konstruktif dan berguna yang berwujud kegiatan-kegiatan yang di dalam bahasa agama disebut amaliyah shalihah yang pada gilirannya akan membentuk budaya dan kebudayaan yang saleh pula.
b. Kedudukan dan Martabat orang Berqurban untuk idul adha 2013
Harkat, martabat, dan
kedudukan orang yang takarrub kepada Allah juga terus menerus bergerak menuju
kemuliaan dan kesempurnaan. Yaitu seiring dengan amaliyah –amaliyah salihah
yang ia lakukan dan prestasi-prestasi mubarakah yang ia raih.
d. Keadaan Masyarakat dan Lingkungan
Keadaan masyarakat dan
lingkungan orang yang takarrub kepada Allah juga terus menerus bergerak menuju
kebahagiaan dan kesejahteraan yang diridhai oleh Allah SWT . Sebab dari diri
orang yang takarrub kepada Allah akan memancar cahaya, yaitu cahaya dalam
bentuk amaliyah-amaliyah salihah tadi, yang dapat menghilangkan
kepekatan-kepekatan sosial dan kesemerawutan tatanan kehidupan dan lingkungan,
sehingga apa yang disebut di dalam Al-Qur’an dengan baldatun tayyibatun wa
rabbun gafur dapat terwujud menjadi kenyataan.
III. Makna Instrumen tal Idul Adha/ Ibadah Kurban
Allahu Akbar 3x
Walillah al-Hamd
Hadirin, Kaum muslimin dan Muslimat yang berbahagia!
Nilai-nilai, semangat, dan sejarah berkurban seperti yang telah kita sebutkan hanya akan menjadi “laksana mutiara dalam lumpur” manakala kita tidak dapat mewujudkannya ke dalam kenyataan hidup dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, sesuai dengan maksud dan tujuannya, seyogyanya ibadah kurban yang disyari’atkan oleh Allah ini, kita jadikan sebagai sarana pendidikan; kita jadikan sebagai instrumen atau alat untuk mewujudkan nilai-nilai intrinsiknya (harkat yang terkandung di dalamnya ) diaplikasikan dalam kenyataan kehidupan kita sehari-hari, sehingga sesuai dengan sifatnya dan kemanfaatannya dapat dirasakan secara bersama-sama, terutama oleh masyarakat dan lingkungan di mana kita berada.
IV. Penutup
Hadirin kaum muslimin
sidang Idul Adha yang berbahagia!
Demikianlah, Khutbah
Tentang Ibadah Kurban / ‘Id al-Adha tidak boleh berhenti hanya pada makna
intrinsiknya, akan tetapi ia harus berlanjut dengan mengaplikasikan makna-makna
tersebut melalui makna instrumentalnya: dan inilah yang dikehendaki oleh setiap
peribadatan atau ritual dalam Islam.
Hadirin yang berbahagia !
Di dalam situasi dan
kondisi seperti sekarang ini, di mana bangsa Indonesia mendapat cobaan yang
beruntun, tidak putus-putusnya; mulai dari musibah Tsunami di Aceh dan Nias,
Tsunami di Sukabumi, Cirebon, dan lain-lain tempat. Gempa bumi di Yogyakarta
dan terakhir ini, musibah Semburan Lumpur Panas di Sidoarjo yang masih berlangsung
sampai hari ini dan juga bermunculan semburan Lumpur di beberapa tempat di Jawa
dan Kalimatan.
Di samping itu bangsa Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari krisis-krisis yang melanda bangsa ini, seperti krisis sosial, krisis kepemimpinan, politik, krisis ekonomi, bahkan krisis moral, krisis nilai, ajaran, solidaritas sebagai bangsa, krisis kepercayaan, krisis kejujuran, dan semangat pengorbanan. Nampaknya, kita sangat membutuhkan semangat pengorbanan dan solidaritas, agar kita dapat keluar dan terbebas dari segala bentuk krisis yang kita sedang alami. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya selaku khatib mengajak; marilah Hari Raya Idul Adha dan penyelenggaraan ibadah kurban kali ini, kita jadikan sebagai momentum untuk mewujudkan nilai, ajaran, semangat nilai jiwa pengorbanan karena Allah, dan solidaritas, baik sebagai bangsa Indonesia, maupun sebagai umat Islam sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya.
Dengat semangat
taqarrub kepada Allah kita tingkatkan zikir dan pikir kita, kita tingkatkan
semangat pengorbanan dan solidaritas, kita tingkatkan proses penyontohan serta
peneladanan terhadap sifat dan akhlak Allah tertutama terhadap sifat-sifat-Nya
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Maha Pengatur dan Maha Pemelihara, Maha
Pemberi Pertolongan dan Maha Penyantun, Maha Pemaaf dan Maha Pemberi Nikmat,
Maha Pelimpahan Kebaikan dan Maha Pemberi Karunia, Maha Pemberi tobat dan Maha
Pembebas dari segala penderitaan dunia maupun penderitaan akhirat. Dengan cara
seperti itulah إن شاء اللهkita akan mampu
menghadapi krisis-krisis yang kini sedang melanda kita bangsa Indonesia; Hanya
dengan cara meningkatkan zikir dan pikir dengan meningkatkan taqarrub kita
kepada Allah dan berakhlak dengan sifat dan akhlak Allah, dengan memohon
taufiq, hidayah, dan “inayah Allah, kita akan dapat melewati segala bentuk
krisis tersebut karena kita senantiasa bersama Allah. Kita dapat menjalani
hidup dan kehidupan ini dengan sukses , penuh dengan rahmat, maghfirah,
keberkahan, dan keridhaan-Nya apapun tantangan dan ujiannya! Kita memohon
kiranya Allah SWT berkenan memberi kekuatan dan kemampuan kepada kita,
memberikan taufiq, hidayah, dan ‘inayah-Nya kepada kita semua, terutama kepada
mereka yang berada pada posisi “bisa membantu” mewujudkan masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera.
Kita ucapkan selamat
kepada mereka semua yang berkurban; karena niatnya yang tulus ikhlas, amal
ibadahnya diterima oleh Allah; dosa dan kesalahan mereka diampuni; segala usaha
dan aktivitasnya diberkati, sedang perniagaannya dengan Allah, yaitu
pengorbanannya di jalan Allah yang berdimensi vertikal dan horizontal, yang
berdampak kepada harmonisnya kehidupan sosial, mendapatkan anugerah dan ridha
Allah. Di dunia mereka mendapatkan bimbingan dan tuntunan Allah. Sedang di
akhiratnya nanti mereka dimasukkan ke dalam syurga dengan limpahan rahmat,
maghfirah, dan ridha Allah SWT.
Kepada mereka yang menunaikan ibadah haji, semoga hajinya diterima oleh Allah sebagi haji yang mabrur. Kepada mereka yang kini dilanda berbagai musibah dan kesulitan, terutama kesulitan yang diakibatkan oleh berbagai krisis seperti yang disebutkan sebelumnya, semoga Allah memberikan kesabaran dan segera menghindarkan mereka dari kesulitan-kesulitan yang mereka alami.
إنما يُوَفَّى الصابرون أجرَهم بغير حساب . (الزمر\ 39 :
10 )
Sesungguhnya hanya
orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Orang-orang yang sabar mereka dimasukkan dalam syurga tanpa melalui timbangan amal baik atau buruk di hari kiamat.
Kepada kita semua,
kepada bangsa Indonesia, kepada kaum mukminin dan mukminat di manapun mereka
berada, kepada ibu dan bapak kita, kepada para pemimpin kita, kepada anak, cucu
dan keluarga kita, kepada generasi kita yang akan melanjutkan hidup kita,
kiranya Allah berkenan memberikan ketetapan iman dan Islam, memberikan taufiq,
hidayah dan ‘inayah-Nya, memberikan kemudahan dan keberkahan-Nya, sehingga kita
dapat memperoleh kebahagian dan kesejahteraan di dunia dan akhirat kelak.
Amin ya rabbal ‘alamin.
اللهم اغفر
للمسلمين والمسلمات، والمؤمنين والمؤمنات، الأحياء منهم والأموات، إنه
قريب مجيب الدعوات ويا قاضى الحاجات ويا غافر الذنوب والخطيئات، برحمتك يا أرحم
الراحمين. والحمد لله رب العالمين .
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته .
[1] ومن الناس من يشرى نفسه ابتغاء مرضات الله ، والله رؤوف بالعباد.
(البقرة :2 : 207)
Dan di antara manusia
ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah ; dan Allah Maha
Penyantun kepada hamba-hambanya.
[2] لن ينال الله لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى منكم … (الحج :22 : 37)
Daging-daging unta dan
darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah , tetapi
ketaqwaan dari kamu yang dapat mencapainya.
[3] والبدن جعلناها لكم من شعائر الله لكم فيها خير، فاذكروا اسم الله عليها صوافَّ ، فإذا وجبت جنوبها فكلوا منها وأطعموا القانع والمعترَّ ، كذلك سخرناها لكم لعلكم تشكرون. (الحج\ 22 : 36)
Dan telah Kami jadikan
untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan
yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamuj meyembelinya
dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Dan kemudian telah roboh (mati),
maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada
padanya (yang tidak minta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah
menundukkan unta-unta itu kepadamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
[4] لكم فيها منافع إلى أجل مسمًّى ثم محِلُّهـا إلى البيت العثيق . (الحج \ 22 : 33)
Bagi kamu pada
binatang-binatang (hadyu), itu ada beberapa manfaat sampai kepada waktu yang
telah ditentukan, kemudian tempat wajib (serta akhir masa), menyembelihnya
ialah setelah sampai ke Baitul Atiq (Baitullah).
[5] Pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan utama dalam hidup. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989: 302
[6] فلما بلغ معه السعى قال يا بنى إنى أرى فى المنام أنى أذبحك فانظر ماذا ترى، قال يا أبت افعل ما تؤمر ، ستجِدنى إن شاء الله من الصابرين. (الصافات\37: 102)
فلما أسلما وتله للجبين .(103)
وناديناه أن يا إبراهيم .(104)
قد صدقت الءيا ، إنا كذلك نجزى المحسنين. (105)
إن هذا لهو البلاء المبين . (106)
وفديناه بذبح عظيم.(107)
Maka tatkala anak itu
sampai pada usia dapat berusaha bersama-sama Ibrahi, Ibrahim berkata; “Hai
anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu . Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab : Wahai ayahku , kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar. (102)
Tatkala keduanya telah
berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah
kesabaran keduanya .(103)
Dan Kami panggil dia:
Hai Ibrahim. (104)
Sesungguhnya kamu
telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik.(105)
Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata.(106)
Dan Kami tebus anak
itu dengan seokor sembelihan yang besar. (107)
Sumber 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar