Cari Blog Ini

Sabtu, 16 Januari 2021

KAJIAN TAFSIR : AL BAQARAH (1) : 262

  AYAT

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَآ أَنفَقُوا۟ مَنًّا وَلَآ أَذًى ۙ لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Referensi: https://tafsirweb.com/1028-quran-surat-al-baqarah-ayat-262.html

Terjemah Arti: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Referensi: https://tafsirweb.com/1028-quran-surat-al-baqarah-ayat-262.html

TAFSIR MUYASSAR,Kementerian Agama Saudi Arabia

262. Orang-orang yang menggunakan hartanya dalam ketaatan kepada Allah dan mengharapkan rida-Nya, kemudian tidak mengikutinya dengan sesuatu yang bisa membatalkan pahalanya, seperti menyebut-nyebut kebaikannya di depan umum, baik dengan kata-kata maupun tindakan yang menyakiti perasaan si penerima, mereka itu akan mendapatkan pahala di sisi Rabb mereka, tidak ada ketakutan bagi mereka tentang apa yang akan mereka hadapi di masa depan, dan mereka tidak bersedih atas apa yang sudah berlalu, karena besarnya nikmat yang mereka terima.

Referensi: https://tafsirweb.com/1028-quran-surat-al-baqarah-ayat-262.html

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Pada ayat berikut Allah menerangkan cara berinfak yang direstui Allah dan berhak mendapat pahala yang berlipat ganda. Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dalam bentuk aneka kebaikan, kemudian tidak mengiringi apa yang dia infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya di hadapan orang yang diberi, tidak pula membanggakannya, dan tidak menyakiti perasaan penerima dengan menyebut-nyebutnya di hadapan orang lain, mereka memperoleh pahala berlipat di sisi tuhan mereka, seperti dijelaskan pada ayat terdahulu. Selain menerima ganjaran, tidak ada pula rasa takut pada diri mereka. Mereka tidak merisaukan apa yang akan terjadi di masa depan, seperti hilang dan berkurangnya harta di dunia, dan pahala serta siksa di akhirat, dan mereka tidak pula bersedih hati, yaitu keresahan akibat apa yang terjadi dan luput di masa lalu. Tidak jarang seseorang yang bersedekah atau akan bersedekah mendapat bisikan dari dalam diri atau dari orang lain agar tidak bersedekah atau tidak terlalu banyak demi mengamankan harta yang akan menjadi jaminan bagi diri dan keluarganya di masa depan. Buanglah jauh-jauh pikiran dan perasaan semacam itu. Setelah menjelaskan pemberian berupa nafkah dan larangan menyebut-nyebutnya serta menyakiti hati yang diberi, ayat ini menekankan pentingnya ucapan yang menyenangkan dan pemberian maaf. Perkataan yang baik yang sesuai dengan budaya terpuji dalam suatu masyarakat, yaitu menolak dengan cara yang baik, tidak dengan cara menyakiti; dan pemberian maaf, yaitu memaafkan tingkah laku yang kurang sopan dari peminta, lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti dari pemberi. Allah mahakaya, tidak memerlukan sedekah dari hamba-Nya yang disertai sikap menyakiti, bahkan tidak butuh kepada pemberian siapa pun, dan maha penyantun, sehingga tidak segera menjatuhkan sanksi dan murka kepada siapa yang durhaka kepada-Nya dengan harapan orang itu akan berubah sikapnya kemudian.

Referensi: https://tafsirweb.com/1028-quran-surat-al-baqarah-ayat-262.html


TAFSIR QURAISH SHIHAB

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan kebaikan tanpa menyebut-nyebut pemberiannya, berbangga diri atau menyakiti si penerima, bagi mereka pahala besar yang telah dijanjikan Tuhan. Mereka tidak akan pernah takut dan sedih dalam menghadapi segala sesuatu.

TAFSIR JALALAYN

(Orang-orang yang membelanjakan harta mereka di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka belanjakan itu dengan cercaan) terhadap orang yang diberi, misalnya dengan mengatakan, "Saya telah berbuat baik kepadamu dan telah menutupi keperluanmu" (atau menyakiti perasaan) yang bersangkutan, misalnya dengan menyebutkan soal itu kepada pihak yang tidak perlu mengetahuinya dan sebagainya (mereka memperoleh pahala) sebagai ganjaran nafkah mereka (di sisi Tuhan mereka. Tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka berduka cita) yakni di akhirat kelak.

TAFSIR IBNU KATSIR

Firman Allah Swt.:

{وَلا أَذًى}

dan (tidak pula) menyakiti (perasaan si penerima). (Al-Baqarah: 262)
Dengan kata lain, mereka tidak melakukan perbuatan yang tidak disukai terhadap orang yang telah mereka santuni, yang akibatnya kebaikan mereka menjadi terhapuskan pahalanya karena perbuatan tersebut. Kemudian Allah Swt. menjanjikan kepada mereka pahala yang berlimpah atas perbuatan yang baik tanpa menyakiti hati si penerima itu, melalui firman-Nya:

لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ

mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. (Al-Baqarah: 262)
Yakni pahala mereka atas tanggungan Allah, bukan atas tanggungan seseorang selain-Nya.

وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ

Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka. (Al-Baqarah: 262)
Maksudnya, tidak ada kekhawatiran bagi mereka dalam menghadapi masa mendatang, yaitu kengerian di hari kiamat.

وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 262)
Yaitu tidak bersedih hati atas sanak keluarga yang mereka tinggalkan, tidak pula atas kesenangan dunia dan gemerlapannya yang terluputkan. Sama sekali mereka tidak menyesalinya, karena mereka telah beralih kepada keadaan yang jauh lebih baik bagi mereka daripada semuanya itu.
Kemudian Allah Swt. berfirman:

قَوْلٌ مَعْرُوفٌ

Perkataan yang baik. (Al-Baqarah: 263)
Yang dimaksud ialah kalimat yang baik dan doa buat orang muslim.

وَمَغْفِرَةٌ

dan pemberian maaf. (Al-Baqarah: 263)
Yakni memaafkan dan mengampuni perbuatan aniaya yang ditujukan terhadap dirinya, baik berupa ucapan maupun perbuatan.

خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُها أَذىً

lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan. (Al-Baqarah: 263)

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا ابْنُ نُفَيْلٍ قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى مَعْقِلِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ قَالَ: بَلَغَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ صَدَقَةٍ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ قَوْلٍ مَعْرُوفٍ، أَلَمْ تَسْمَعْ قَوْلَهُ: {قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى} "

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayah ku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail yang menceritakan bahwa ia pernah belajar mengaji kepada Ma'qal ibnu Abdullah, dari Amr ibnu Dinar yang mengatakan, telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda,  "Tiada suatu sedekah pun yang lebih disukai oleh Allah selain ucapan yang baik. Tidakkah kami mendengar firman-Nya yang mengatakan'Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).’

*******************
وَاللَّهُ غَنِيٌّ

Allah Mahakaya' (Al-Baqarah: 263).
Yakni tidak membutuhkan makhluk-Nya.

حَلِيمٌ

lagi Maha Penyantun. (Al-Baqarah: 263)
Yaitu penyantun, pengampun, pemaaf, dan membiarkan (kesalahan) mereka."
Banyak hadis yang menyebutkan larangan menyebut-nyebut pemberian sedekah. Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Syu'bah, dari Al-A'masy, dari Sulaiman ibnu Misar, dari Kharsyah ibnul Hur, dari Abu Zar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"ثلاثة لَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: الْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى، وَالْمُسْبِلُ إِزَارَهُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ"

Ada tiga macam orang yang Allah tidak mau berbicara kepada mereka di hari kiamat dan tidak mau memandang mereka serta tidak mau menyucikan mereka (dari dosa-dosanya) dan bagi mereka siksa yang pedih, yaitu orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya, orang yang suka memanjangkan kainnya, dan orang yang melariskan dagangannya melalui sumpah dusta.

قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ يَحْيَى، أَخْبَرَنَا عُثْمَانُ بْنُ مُحَمَّدٍ الدُّورِيُّ، أَخْبَرَنَا هُشَيْمُ بْنُ خَارِجَةَ، أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عُقْبَةَ، عَنْ يُونُسَ بْنِ مَيْسَرَةَ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَاقٌّ، وَلَا مَنَّانٌ، وَلَا مُدْمِنُ خَمْرٍ، ولا مكذب بقدر"

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Usman ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Us'man ibnu Muhammad Ad-Dauri, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Kharijah, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Uqbah, dari Yunus ibnu Maisarah, dari Abu Idris, dari Abu Darda, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tidak dapat masuk surga orang yang menyakiti (kedua orang tuanya), orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya, orang yang gemar minuman keras, dan orang yang tidak percaya kepada takdir.
Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan pula hal yang semisal melalui hadis Yunus ibnu Maisarah.
Kemudian Ibnu Murdawaih, Ibnu Hibban, Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, dan Imam Nasai melalui hadis Abdullah ibnu Yasar Al-A'raj, dari Salim ibnu Abdullah ibnu Umar, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

«ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَمُدْمِنُ خمر، وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى»

Ada tiga macam orang, Allah tidak mau memandang kepada mereka di hari kiamat, yaitu orang yang menyakiti kedua orang tuanya, orang yang gemar minum khamr (minuman keras), dan orang yang suka menyebut-nyebut apa yang telah diberikannya.
Imam Nasai meriwayatkan dari Malik ibnu Sa'd, dari pamannya yang bernama Rauh ibnu Ubadah, dari Attab ibnu Basyir, dari Khasif Al-Jarari, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

«لا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ خَمْرٍ، وَلَا عَاقٌّ لِوَالِدَيْهِ، وَلَا مَنَّانٌ»

Tidak dapat masuk surga orang yang gemar minuman khamr, orang yang menyakiti kedua orang tuanya, dan orang yang menyebut-nyebut pemberiannya.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Al-Hasan ibnul Minhal, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Assar Al-Mausuli, dari Attab, dari Khasif, dari Mujahid, dari ibnu Abbas; Imam Nasai meriwayatkan pula dari hadis Abdul Karim ibnu Malik Al-Huri, dari Mujahid perkataannya. Hadis ini diriwayatkan pula dari Mujahid, dari Abu Sa'id dan dari Mujahid, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang semisal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar