Cari Blog Ini

Jumat, 11 Juli 2025

AL AN'AM 148

 Berikut adalah penjelasan lengkap (komplit) Surah Al-An’am ayat 148 berdasarkan 5 ahli tafsir utama: Ibnu Katsir, Kementerian Agama RI (Kemenag), Quraish Shihab, Al-Qurthubi, dan Ath-Thabari, disertai makna, sebab turun, dan kesimpulan tafsirnya.


📖 Surah Al-An'am Ayat 148 (QS. 6:148)

Teks Arab:

سَيَقُولُ ٱلَّذِينَ أَشْرَكُوا۟ لَوْ شَآءَ ٱللَّهُ مَآ أَشْرَكْنَا وَلَآ ءَابَآؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِن شَىْءٍ ۚ كَذَٰلِكَ كَذَّبَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ حَتَّىٰ ذَاقُوا۟ بَأْسَنَا ۗ قُلْ هَلْ عِندَكُم مِّنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَآ ۖ إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنْ أَنتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ

Terjemahan Kemenag RI:

Orang-orang musyrik akan berkata, “Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak mempersekutukan-Nya, dan tidak (pula) nenek moyang kami, dan tidak (pula) kami mengharamkan sesuatu apa pun.” Demikian (pula) orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (rasul), hingga mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah, “Adakah kamu mempunyai pengetahuan yang dapat kamu kemukakan kepada Kami? Kamu hanya mengikuti persangkaan belaka, dan kamu hanya mengira-ngira.”


🕌 1. Tafsir Ibnu Katsir

  • Ayat ini mengutip alasan batil kaum musyrik: mereka mengatakan, “Kalau Allah menghendaki, kami tidak akan menyekutukan-Nya.”

  • Mereka menyandarkan perbuatan syirik dan bid’ah kepada kehendak Allah untuk membenarkan kesesatan mereka.

  • Ibnu Katsir menyebut ini sebagai argumen fatalistik (jabr), sama seperti umat terdahulu yang menggunakan takdir untuk membenarkan dosa.

  • Allah menolak argumen mereka dan mengatakan: jika ucapan mereka benar, maka tunjukkan ilmunya, bukti nyatanya.

  • Allah membantah mereka: "Kamu hanya mengikuti zan (dugaan/tebakan), bukan ilmu."


📘 2. Tafsir Kementerian Agama RI (Kemenag)

  • Tafsir Kemenag menegaskan bahwa ayat ini merupakan jawaban terhadap alasan klasik musyrikin Quraisy, yakni menyandarkan kekafiran dan perbuatan haram mereka kepada takdir Allah.

  • Allah menolak klaim ini dan menyamakan mereka dengan kaum terdahulu yang juga menyalahgunakan takdir.

  • Pertanyaan “Apakah kalian punya ilmu?” adalah tantangan Allah: buktikan keyakinan kalian kalau memang benar.

  • Mereka hanya berprasangka dan mengada-ada, tanpa dasar wahyu atau ilmu.


📚 3. Tafsir Quraish Shihab (Tafsir Al-Misbah)

  • Quraish Shihab menjelaskan bahwa kaum musyrik berusaha mengelak dari tanggung jawab moral dengan beralasan bahwa semuanya kehendak Allah.

  • Mereka mengatakan, “Kalau memang Allah tidak mau, kami tidak akan berbuat syirik atau mengharamkan ini dan itu.”

  • Ini adalah bentuk kesesatan logika, sebab:

    • Mereka tetap punya kehendak bebas (ikhtiar),

    • Allah memberi wahyu dan rasul sebagai petunjuk.

  • Kata “هل عندكم من علم” menunjukkan bahwa keyakinan mereka tanpa dasar, hanya zhan dan khurafat.

  • Penutup ayat: mereka hanya menduga-duga, tidak mengikuti ilmu.


📗 4. Tafsir Al-Qurthubi

  • Al-Qurthubi menekankan bahwa ini adalah alasan orang-orang musyrik untuk menghindari beban hukum syariat.

  • Mereka mengatakan bahwa syirik dan pengharaman makanan adalah takdir Allah, seolah-olah mereka tidak bersalah.

  • Tafsir ini menegaskan bahwa:

    • Manusia tetap diberi kehendak, dan perintah/larangan telah dijelaskan dalam wahyu.

    • Allah tidak akan mengazab suatu kaum tanpa peringatan.

  • “إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ” → mereka hanya mengikuti tradisi turun-temurun, bukan wahyu.


📕 5. Tafsir Ath-Thabari

  • Ath-Thabari menjelaskan bahwa kaum musyrik menggunakan kehendak Allah sebagai alasan untuk membenarkan perbuatan dosa.

  • Padahal, Allah membiarkan mereka berbuat, tetapi tidak meridhainya.

  • Tafsir ini juga mengutip perkataan umat-umat terdahulu yang menggunakan takdir untuk menolak dakwah para nabi.

  • Pertanyaan Allah “هل عندكم من علم؟” → sebuah sindiran tajam: “Kamu cuma bicara tanpa dasar.”

  • Mereka berbuat syirik dan membuat aturan makanan tanpa dalil, lalu menyalahkan Allah.


📌 Ringkasan Tafsir QS. Al-An’am 148

Unsur TafsirPenjelasan
Alasan MusyrikMenyandarkan syirik & larangan palsu pada kehendak Allah
Kesalahan UtamaMenggunakan takdir untuk membenarkan dosa dan kesyirikan
Respons AllahTantangan: “Mana ilmu kalian? Tunjukkan!”
Kesamaan dengan umat terdahuluSemua umat yang sesat juga menyalahkan takdir
Penegasan AllahMereka hanya mengikuti prasangka dan khayalan, bukan ilmu

🧠 Kesimpulan Ayat 148:

Allah membantah dengan tegas logika fatalistik kaum musyrik. Mereka mengatakan syirik itu kehendak Allah, padahal Allah telah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab. Ayat ini menegaskan bahwa tak ada syirik dan kesesatan yang bisa dibenarkan dengan “takdir.”

AL AN'AM 147

 Berikut adalah penjelasan lengkap Surah Al-An'am ayat 147 berdasarkan 5 ahli tafsir besar: Ibnu Katsir, Kementerian Agama (Kemenag), Quraish Shihab, Al-Qurthubi, dan Ath-Thabari, disusun secara sistematis dan rinci.


📖 Surah Al-An'am Ayat 147 (QS. 6:147)

Teks Arab:

فَإِن كَذَّبُوكَ فَقُلْ رَّبُّكُمْ ذُو رَحْمَةٍۢ وَٰسِعَةٍۢ ۖ وَلَا يُرَدُّ بَأْسُهُۥ عَنِ ٱلْقَوْمِ ٱلْمُجْرِمِينَ

Terjemahan Kemenag RI:

Maka jika mereka mendustakan engkau (Muhammad), katakanlah, "Tuhanmu mempunyai rahmat yang luas; tetapi siksaan-Nya tidak dapat ditolak dari orang-orang yang berdosa.”


🕌 1. Tafsir Ibnu Katsir

Ibnu Katsir menyatakan:

  • Ayat ini menenangkan hati Nabi Muhammad ﷺ karena pendustaan kaumnya terhadap wahyu dan larangan-larangan Allah.

  • Allah memerintahkan Nabi ﷺ untuk tetap menyampaikan bahwa:

    • Allah itu Maha Luas Rahmat-Nya, karena Dia masih memberi waktu kepada mereka, memberi rezeki, dan belum langsung mengazab.

    • Namun, azab Allah pasti menimpa orang-orang yang tetap dalam dosa dan pembangkangan.

  • Artinya, rahmat dan azab Allah berjalan seiring, dan orang yang terus mendustakan kebenaran pasti akan menerima akibatnya.


📘 2. Tafsir Kementerian Agama RI (Kemenag)

Menurut Kemenag, ayat ini berfungsi sebagai:

  • Peringatan bagi mereka yang mendustakan hukum Allah yang dijelaskan pada ayat-ayat sebelumnya.

  • Peneguhan bahwa walaupun Allah Maha Pengasih, siksa-Nya tidak bisa ditolak bagi mereka yang:

    • Menentang kebenaran,

    • Membangkang hukum syariat,

    • Terus menerus dalam kejahatan dan dosa besar.

Tegasnya, rahmat-Nya luas untuk yang bertobat, tapi azab-Nya keras bagi yang tetap membangkang.


📚 3. Tafsir Quraish Shihab (Tafsir Al-Misbah)

Quraish Shihab menafsirkan ayat ini sebagai penghibur bagi Nabi Muhammad ﷺ dan peringatan keras bagi kaum kafir:

  • Jika mereka mendustakan apa yang telah disebutkan (halal-haram, hukum syariat), katakan saja bahwa rahmat Allah luas.

  • Tapi jangan disangka bahwa rahmat itu akan melindungi orang-orang yang terus bermaksiat, sebab:

    • Azab Allah tidak bisa ditolak jika sudah datang,

    • Dan hanya orang-orang zhalim (mujrimīn) yang terkena siksaan itu.

  • Ayat ini menunjukkan dua sisi dari sifat Allah: Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Al-‘Adl (Maha Adil).


📗 4. Tafsir Al-Qurthubi

Al-Qurthubi menyebutkan bahwa:

  • Allah menggabungkan antara ancaman dan harapan dalam ayat ini.

  • Kata "ذُو رَحْمَةٍ وَاسِعَةٍ" menunjukkan bahwa Allah sangat luas rahmat-Nya, termasuk memberi rezeki dan kesempatan untuk bertobat.

  • Namun, jika mereka tetap menolak dan mendustakan, azab Allah pasti datang.

  • "لَا يُرَدُّ بَأْسُهُ" artinya jika azab-Nya sudah turun, tak satu pun dapat menolaknya, apalagi kaum yang berdosa besar dan sombong.


📕 5. Tafsir Ath-Thabari

Ath-Thabari menjelaskan bahwa:

  • Ayat ini adalah penutup dari penjelasan sebelumnya, yakni tentang makanan halal-haram dan pendustaan orang musyrik.

  • Jika mereka menolak kebenaran itu, maka:

    • Sampaikan bahwa Allah memiliki rahmat yang luas, tapi bukan berarti semua dosa akan dibiarkan.

    • Azab-Nya tidak bisa dihindari oleh siapa pun yang berdosa dan menolak ajaran Allah.

  • Ath-Thabari menegaskan bahwa Allah memberi waktu (istidraj), tetapi tidak berarti pembenaran.


🔍 Ringkasan Perbandingan Tafsir QS. Al-An’am 147

Unsur TafsirPenjelasan
Situasi AyatRespons atas pendustaan kaum terhadap Nabi Muhammad ﷺ
Makna "Rahmat Allah luas"Allah masih memberi waktu, ampunan, rezeki, dan peluang bertobat
Makna "Tidak ditolak azab-Nya"Bila azab turun, tak bisa dihindari oleh orang kafir dan pendosa
Dua Sisi AllahAr-Rahman (Maha Kasih) dan Al-‘Adl (Maha Adil)
Fungsi AyatMenenangkan Nabi ﷺ, mengancam pendosa, dan menunjukkan keadilan ilahi

🧩 Kesimpulan:

  • Ayat ini menjadi peneguhan untuk Nabi ﷺ dan peringatan keras untuk orang-orang yang tetap dalam kedustaan dan dosa besar.

  • Rahmat Allah itu sangat luas, tapi tidak akan melindungi orang yang terus menerus membangkang.

  • Kelima mufassir menegaskan pentingnya keseimbangan antara harapan (rahmat) dan takut (azab).

AL AN'AM 146

 Berikut adalah penjelasan lengkap (komplit) Surah Al-An'am ayat 146 berdasarkan 5 ahli tafsir utama: Ibnu Katsir, Kemenag, Quraish Shihab, Al-Qurthubi, dan Ath-Thabari.


📖 Surah Al-An'am Ayat 146 (QS. 6:146)

Teks Arab:

وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍۢ ۖ وَمِنَ ٱلْبَقَرِ وَٱلْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَآ إِلَّا مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَآ أَوِ ٱلْحَوَايَآ أَوْ مَا ٱخْتَلَطَ بِعَظْمٍۢ ۚ ذَٰلِكَ جَزَيْنَـٰهُم بِبَغْيِهِمْ ۖ وَإِنَّا لَصَـٰدِقُونَ

Terjemahan Kemenag RI:

Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala hewan yang berkuku satu (tidak bercelah), dan dari sapi dan kambing, Kami haramkan atas mereka lemaknya, kecuali lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang terdapat di dalam perut atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami membalas mereka karena kedurhakaan mereka. Dan sesungguhnya Kami adalah Maha Benar (dalam menetapkan hukum).


🕌 1. Tafsir Ibnu Katsir

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah menjelaskan hukum makanan khusus untuk Bani Israil (kaum Yahudi) sebagai bentuk hukuman atas kezaliman dan pembangkangan mereka terhadap perintah Allah.

  • "Setiap yang berkuku satu (ظُفُر)": maksudnya hewan seperti unta, angsa, bebek, kelinci — yang kakinya tidak bercelah dua — diharamkan kepada mereka.

  • Lemak dari sapi dan kambing: diharamkan kepada mereka kecuali:

    • Lemak di punggung,

    • Lemak yang terdapat di dalam usus (al-ḥawāyā),

    • Lemak yang menempel pada tulang.

Ayat ini menyiratkan bahwa hukum itu dibuat sebagai sanksi atas penyelewengan kaum Yahudi, bukan hukum asal agama Allah. Dalam syariat Nabi Muhammad ﷺ, hukum tersebut tidak berlaku lagi.


📘 2. Tafsir Kementerian Agama RI (Kemenag)

Tafsir Kemenag menegaskan:

  • Allah mengharamkan makanan tertentu khusus kepada kaum Yahudi karena mereka banyak melakukan pelanggaran dan pembangkangan.

  • Semua hewan yang memiliki kuku menyatu (tidak bercelah) diharamkan (misalnya unta dan kelinci).

  • Dari sapi dan kambing, lemak selain yang disebut dikecualikan, seperti:

    • Lemak di punggung,

    • Lemak dalam perut atau usus,

    • Lemak yang melekat pada tulang.

👉 Penutup ayat menegaskan kejujuran Allah dalam menyampaikan hukum-Nya, menepis klaim bahwa Allah membuat hukum semena-mena.


📚 3. Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)

Quraish Shihab menjelaskan bahwa:

  • Ini adalah bentuk hukuman kolektif atas kesombongan dan pelanggaran kaum Yahudi, bukan karena zat makanan itu sendiri berbahaya.

  • Dalam banyak kasus, Bani Israil mengubah hukum Taurat, maka Allah justru mengharamkan yang sebelumnya halal, seperti lemak dan hewan berkuku tunggal.

  • Tujuannya agar mereka merasa akibat dari pembangkangan mereka sendiri dan menyadari bahwa wahyu tidak bisa dipermainkan.

Quraish Shihab juga menegaskan bahwa hukum ini telah dihapus (mansukh) dalam syariat Islam.


📗 4. Tafsir Al-Qurthubi

Dalam tafsirnya, Al-Qurthubi menyebutkan:

  • Hewan yang berkuku tunggal (ظُفُر) meliputi unta, angsa, kelinci, dan sebagainya.

  • Lemak yang diharamkan mencakup semua kecuali:

    • Yang menempel pada punggung (seperti lemak punuk),

    • Yang terdapat dalam usus dan rongga perut,

    • Yang menempel erat pada tulang.

Beliau menyebutkan bahwa ini adalah hukuman syar’i bukan karena bahaya medis, namun sebagai pembalasan terhadap pelanggaran syariat, dan menunjukkan bahwa dalam agama terdahulu pun ada bentuk sanksi atas maksiat.


📕 5. Tafsir Ath-Thabari

Ath-Thabari menjelaskan secara detail:

  • "Dzī ẓufur" adalah semua hewan yang kakinya menyatu atau tidak bercelah dua, contohnya unta.

  • Bani Israil dilarang makan lemak sapi dan kambing sebagai hukuman karena pembangkangan, terutama karena mereka menentang perintah Allah dan nabi-nabi mereka.

  • Namun, diberi keringanan: lemak yang secara alami menempel, seperti:

    • Lemak dalam rongga perut dan usus,

    • Lemak pada punggung atau tulang.

Ath-Thabari menegaskan bahwa ini adalah hukum khusus untuk Yahudi, bukan bagian dari syariat Islam. Hukum ini dibatalkan dengan diutusnya Nabi Muhammad ﷺ.


🔍 Kesimpulan Tafsir QS Al-An’am 146 dari 5 Ulama

Elemen TafsirPenjelasan
Hewan Berkuku TunggalDiharamkan untuk Yahudi (sebagai hukuman), seperti unta, angsa, kelinci
Lemak Sapi & KambingDiharamkan kecuali:
• Lemak punggung
• Lemak dalam usus (al-ḥawāyā)
• Lemak yang melekat di tulang
Alasan KeharamanBukan karena zatnya najis, tapi sebagai hukuman atas pelanggaran Bani Israil
Status dalam IslamSudah dihapus (mansukh) dalam syariat Nabi Muhammad ﷺ

AL AN'AM 145

ChatGPT bilang:

Berikut adalah tafsir lengkap Surah Al-An'am ayat 145 dari 5 ahli tafsir ternama: Ibnu Katsir, Tafsir Kementerian Agama (Kemenag), Quraish Shihab, Al-Qurthubi, dan Tafsir Ath-Thabari.


📖 Surah Al-An'am ayat 145 (QS. 6:145):

Teks Arab:
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ ۖ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Terjemahan Kemenag RI:
Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak mendapati dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan atas orang yang hendak memakannya, kecuali kalau (makanan itu) bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi—karena semua itu kotor—atau binatang yang disembelih bukan atas nama Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa dan tidak menginginkannya serta tidak pula melampaui batas, maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang.”


🕌 1. Tafsir Ibnu Katsir

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini merupakan bantahan terhadap orang-orang musyrik Quraisy yang mengharamkan hewan-hewan tertentu tanpa dasar wahyu. Allah memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ menyatakan bahwa hanya empat jenis makanan yang benar-benar haram secara eksplisit:

  1. Bangkai: Segala hewan yang mati tanpa disembelih.

  2. Darah yang mengalir: Yaitu darah segar dan cair, bukan darah yang membeku seperti hati.

  3. Daging babi: Karena najis dan menjijikkan.

  4. Hewan yang disembelih bukan atas nama Allah: Yaitu hewan yang disembelih untuk berhala atau selain Allah.

Ibnu Katsir menekankan bahwa jika seseorang dalam kondisi darurat, maka memakan yang haram diperbolehkan, selama tidak melampaui batas kebutuhan dan tidak menjadikannya kebiasaan.


📘 2. Tafsir Kementerian Agama RI (Kemenag)

Dalam tafsir resminya, Kemenag menyatakan bahwa ayat ini menjelaskan batasan-batasan keharaman makanan dalam Islam secara umum, sebagai respon terhadap adat kaum musyrik yang mengharamkan beberapa hewan tanpa dalil.

Poin penting dari tafsir Kemenag:

  • Makanan haram hanya empat jenis seperti disebutkan.

  • Keringanan (rukhsah) diberikan kepada mereka yang dalam keadaan darurat, seperti kelaparan yang mengancam nyawa.

  • Allah menutup ayat dengan nama-Nya: Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, menandakan bahwa hukum Islam fleksibel demi kemaslahatan.


📚 3. Tafsir Quraish Shihab (Tafsir Al-Misbah)

Quraish Shihab menekankan bahwa ayat ini adalah penegasan prinsip halal-haram dalam Islam, yang didasarkan pada wahyu, bukan adat atau spekulasi. Ia menyebutkan:

  • Bangkai haram karena tidak disembelih secara sah dan kemungkinan membahayakan kesehatan.

  • Darah mengalir dilarang karena dianggap najis dan berbahaya.

  • Daging babi diharamkan karena najis dan merusak (baik secara fisik maupun spiritual).

  • Hewan yang disembelih untuk selain Allah dianggap sebagai bentuk penyimpangan aqidah.

Ia juga menjelaskan bahwa larangan ini tidak bersifat mutlak, karena dalam kondisi darurat, Islam memberi kelonggaran (tasamuh) dengan syarat tidak mencari-cari alasan untuk melanggarnya.


📗 4. Tafsir Al-Qurthubi

Al-Qurthubi memberikan tafsir yang panjang dan mendalam, menyebut bahwa ayat ini adalah rukun dasar dalam hukum makanan halal dan haram.

Beberapa poin utama:

  • Kata "رجس" (rijs) menunjukkan sifat menjijikkan dan najis secara syar’i.

  • Perbedaan antara darah yang mengalir (haram) dan darah yang membeku (diperbolehkan seperti hati atau limpa).

  • Daging babi haram secara mutlak: baik daging, lemak, atau bagian tubuh lainnya.

  • Penyembelihan untuk selain Allah adalah bentuk syirik, bukan sekadar pelanggaran fiqih.

  • Keadaan darurat dibolehkan, tetapi bukan untuk memuaskan nafsu, hanya untuk menyelamatkan nyawa.


📕 5. Tafsir Ath-Thabari

Ath-Thabari (w. 310 H) dalam tafsirnya Jāmi' al-Bayān menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan bahwa pengharaman makanan hanya bersumber dari wahyu, bukan hawa nafsu atau tradisi.

Penjelasan utamanya:

  • Bangkai haram karena tidak disembelih atas nama Allah dan dapat membawa penyakit.

  • Darah yang mengalir dianggap menjijikkan dan najis.

  • Babi disebut sebagai "rijs" karena mengandung unsur najis fisik dan maknawi.

  • Binatang yang disembelih bukan atas nama Allah dianggap ritual kafir atau syirik, bukan hanya persoalan halal-haram biasa.

  • Kondisi idhthirār (terpaksa) dibolehkan, karena Allah lebih sayang kepada keselamatan manusia daripada menerapkan hukuman kaku.


🔍 Kesimpulan dari Kelima Tafsir

Jenis Makanan yang DiharamkanAlasan Keharaman
BangkaiTidak disembelih, potensi penyakit
Darah yang mengalirNajis, menjijikkan, berbahaya
Daging babiNajis syar’i dan fisik
Disembelih bukan untuk AllahUnsur syirik dan ritual kafir

Namun, semua larangan ini bisa ditangguhkan dalam kondisi darurat, dengan syarat tidak mencari-cari celah untuk melakukan pelanggaran.

AL AN'AM 144

 

Berikut adalah tafsir lengkap Surah Al-An‘ām ayat 144, mencakup:


1. Teks Ayat dan Terjemahan

🔤 Teks Arab:

وَمِنَ ٱلْإِبِلِ ٱثْنَيْنِ وَمِنَ ٱلْبَقَرِ ٱثْنَيْنِ ۗ قُلْ ءَءَٟلذَّكَرَيْنِ حَرَّمَ أَمِ ٱلْأُنثَيَيْنِ أَمَّا ٱشْتَمَلَتْ عَلَيْهِ أَرْحَامُ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ أَمْ كُنتُمْ شُهَدَآءَ إِذْ وَصَّىٰكُمُ ٱللَّهُ بِهَٰذَا ۚ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًۭا لِّيُضِلَّ ٱلنَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّـٰلِمِينَ

📖 Terjemahan (Kemenag RI):

Dan dari unta dua (jantan dan betina), dan dari sapi dua (jantan dan betina). Katakanlah (Muhammad), "Apakah yang haram itu yang jantan atau betina, atau yang dikandung oleh betina? Apakah kamu menyaksikan waktu Allah menetapkan (pengharaman) ini untuk kamu?" Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.


📜 2. Asbābun Nuzūl (Sebab Turunnya Ayat)

Menurut Imam al-Wahidi dalam Asbāb an-Nuzūl dan diperkuat dalam Tafsir Ibnu Katsir, ayat ini diturunkan untuk membantah keyakinan kaum musyrik Quraisy, khususnya Bani Amir dan Bani Lihyan, yang mengharamkan hewan ternak tertentu berdasarkan adat dan takhayul, tanpa dalil dari Allah.

📌 Contohnya:

  • Mereka mengharamkan hewan jantan atau hewan betina tertentu untuk dimakan,

  • Atau mengharamkan anak yang dikandung betina jika lahir dari jenis tertentu,

  • Semua itu diklaim sebagai bagian dari ajaran Allah, padahal hanya rekayasa mereka sendiri.

📖 Maka Allah menurunkan ayat ini untuk:

  • Menegaskan tidak ada yang halal dan haram dalam hewan ternak kecuali yang Allah tetapkan.

  • Mengecam orang-orang yang membuat-buat hukum agama tanpa wahyu.


📚 3. Tafsir dari 4 Sumber Utama


✅ A. Tafsir Ibnu Katsir

  • Allah menyebut 4 jenis hewan ternak: unta, sapi, kambing, dan domba (di ayat-ayat sebelumnya dan ini).

  • Kaum musyrik mengklaim: “Ada jenis yang haram dimakan,” padahal tidak ada dasar syariat.

  • Pertanyaan retoris dalam ayat: “Apakah yang haram itu jantan atau betina, atau janin dalam perut?” → Untuk membongkar kontradiksi dan kebodohan mereka.

  • Penutup ayat adalah kecaman keras: tidak ada yang lebih zalim dari yang berdusta atas nama Allah untuk menyesatkan orang.

🔁 Ibnu Katsir juga mengaitkan ayat ini dengan QS An-Nahl:116:

"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, 'Ini halal dan ini haram', untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah."


✅ B. Tafsir Kemenag RI

  • Ayat ini adalah lanjutan bantahan terhadap kepercayaan sesat Arab Jahiliyah.

  • Mereka mengharamkan sebagian hewan ternak untuk lelaki atau perempuan tertentu, atas nama "agama" yang dibuat-buat.

  • Allah membantah dengan menyebut satu per satu: jantan atau betina, kandungan hewan betina, lalu menegur: “Apakah kamu menyaksikan ketika Allah menetapkan itu?”

  • Akhir ayat adalah ancaman: Orang yang mengada-adakan ajaran agama tanpa ilmu adalah orang paling zalim, dan tidak akan diberi petunjuk oleh Allah.


✅ C. Tafsir Quraish Shihab (Tafsir Al-Mishbah)

  • Quraish Shihab menyebut bahwa ayat ini adalah kritik terhadap "agama rekaan" kaum Quraisy, yang memanipulasi halal-haram demi status sosial dan mempermainkan hukum agama.

  • Allah menyampaikan dengan gaya interogatif-retoris (bertanya untuk mengkritik): apakah kamu tahu betul mana yang Allah haramkan?

  • Kesimpulan beliau:

    • Halal dan haram hanya milik Allah.

    • Mengatasnamakan Allah untuk kepentingan sosial adalah bentuk penyesatan berbahaya.

    • Ayat ini sangat relevan untuk semua bentuk penyalahgunaan agama dan dalil untuk kepentingan dunia.


✅ D. Tafsir Al-Qurtubi

  • Al-Qurtubi membahas panjang lebar praktik Jahiliyah:

    • Mereka punya aturan sesat seperti bahirah, sa’ibah, wasilah, ham, yang semuanya tidak pernah disyariatkan Allah.

  • Ayat ini mengandung pengingkaran keras terhadap bid’ah dalam agama.

  • Ia juga menyoroti frase:

    "Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah..."

    • Ini adalah hukuman tegas terhadap semua ahli bid’ah dan penyesat agama.

  • Al-Qurtubi juga menjelaskan makna "li yuḍilla al-nāsa":

    • Artinya bukan hanya tersesat, tapi juga menyeret orang lain ke dalam kesesatan, dengan kekuasaan, status, atau propaganda.


🧠 Kesimpulan Utama

AspekPenjelasan
Asbabun NuzulMenyanggah kaum musyrik Quraisy yang membuat hukum halal-haram terhadap hewan ternak tanpa dasar dari Allah
Isi Pokok AyatAllah membantah aturan rekaan kaum musyrik dan menyatakan bahwa hanya Allah yang berhak menetapkan hukum agama
PeringatanMengada-adakan hukum agama tanpa ilmu adalah bentuk kezaliman besar dan menyesatkan
Makna “Daripada jantan, betina, atau yang dikandung”Menunjukkan irasionalitas dan kontradiksi aturan Jahiliyah
PelajaranAgama harus berdasarkan wahyu, bukan tradisi, logika duniawi, atau klaim sosial