Asbābun Nuzūl Surah Al-An‘ām Ayat 125
**"Barang siapa yang Allah kehendaki akan memberikan petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit." (QS. Al-An‘ām: 125)
1. Asbābun Nuzūl Menurut Tafsir Kementerian Agama (Tafsir al-Mishbah/Kemenag RI)
Menurut Tafsir Kementerian Agama RI, ayat ini turun berkaitan dengan kondisi orang-orang musyrik yang tidak mendapatkan petunjuk, sementara yang lain mendapatkan hidayah. Allah menyampaikan bahwa hanya orang yang Allah kehendaki diberi petunjuk yang dadanya dilapangkan untuk menerima Islam. Sementara itu, yang tidak dikehendaki akan mengalami kesesakan batin ketika mendengar kebenaran Islam. Ayat ini menjelaskan prinsip dasar tentang hidayah (petunjuk) dan kesesatan, yang keduanya berada di bawah kehendak Allah.
Tafsir ini juga menekankan makna "melapangkan dada" sebagai kesiapan hati untuk menerima kebenaran, dan sebaliknya "dada yang sesak dan sempit" menggambarkan ketidaksanggupan jiwa menerima kebenaran karena tertutup oleh kesombongan dan kekafiran.
2. Asbābun Nuzūl dan Tafsir Ibnu Katsir
Menurut Ibnu Katsir, ayat ini turun terkait dengan perbedaan sikap orang-orang terhadap dakwah Rasulullah SAW. Beliau menyebut bahwa ketika Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang, maka Allah akan menjadikan hatinya terbuka dan dadanya lapang menerima Islam.
Ibnu Katsir juga mengutip hadits dari Abdullah bin Mas‘ud, yang menyebut bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang maksud “melapangkan dada untuk Islam”, dan beliau menjawab:
"Itu adalah cahaya dari Allah yang dimasukkan ke dalam hati, maka hati menjadi lapang dan tenang."
Kemudian beliau ditanya: "Adakah tanda-tandanya?" Nabi menjawab:
"Iya, yaitu berpaling dari dunia yang menipu, kembali ke negeri akhirat, dan mempersiapkan diri menghadapi kematian sebelum datang."
Sedangkan orang yang dikehendaki kesesatan akan merasakan dadanya sangat sesak, seperti orang yang naik ke langit—sebuah gambaran tekanan jiwa dan batin yang luar biasa.
3. Asbābun Nuzūl dan Tafsir al-Qurṭubī
Menurut al-Qurṭubī, ayat ini menggambarkan fenomena spiritual berupa kelapangan atau kesempitan hati terhadap kebenaran. Ia menekankan bahwa “melapangkan dada” berarti kesiapan menerima Islam, dan ini adalah taufik dari Allah. Al-Qurṭubī juga membahas aspek linguistik kata "yashraḥ ṣadrahu" (melapangkan dadanya), yang diambil dari akar kata "syarḥ", yaitu membuka atau meluaskan sesuatu.
Al-Qurṭubī juga menyebut ayat ini sebagai bukti kekuasaan Allah dalam memberi petunjuk dan menyesatkan, bukan karena ketidakadilan, tapi karena hikmah-Nya dan balasan atas pilihan bebas manusia.
Ia juga menafsirkan makna "seolah-olah ia sedang mendaki ke langit" sebagai penggambaran yang realistis, karena mendaki ke tempat tinggi secara fisik menyesakkan dada, sebagaimana hal itu dirasakan oleh orang yang tidak mendapat petunjuk ketika mendengar ajaran Islam.
Kesimpulan:
-
Ayat ini menjelaskan mekanisme hidayah dan kesesatan di bawah kendali Allah.
-
“Melapangkan dada” adalah simbol hati yang menerima iman dan kebenaran.
-
“Dada yang sempit” menggambarkan penolakan terhadap Islam, baik secara batin maupun fisik.
-
Para mufassir seperti Ibnu Katsir dan Qurṭubī menggarisbawahi bahwa hidayah adalah anugerah, sementara kesesatan adalah akibat dari penolakan dan dosa manusia.
1. Tafsir Kementerian Agama RI (Kemenag RI)
Menurut tafsir resmi Kemenag RI, ayat ini menjelaskan bahwa hidayah (petunjuk) dan kesesatan adalah kehendak Allah.
-
Hidayah: Allah melapangkan dada seseorang untuk menerima Islam, menjadikannya terbuka dan siap menerima ajaran Islam.
-
Kesesatan: Allah menjadikan dada seseorang sempit dan sesak, sehingga sulit menerima kebenaran.
-
Perumpamaan mendaki ke langit: Gambaran ini menunjukkan betapa sulitnya bagi orang yang disesatkan untuk menerima kebenaran, seperti halnya kesulitan bernapas saat mendaki ke tempat yang tinggi.
-
Siksa bagi yang tidak beriman: Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman sebagai akibat dari penolakan mereka terhadap kebenaran.
📚 2. Tafsir Ibnu Katsir
Dalam tafsir Ibnu Katsir, ayat ini menjelaskan hakikat hidayah dan kesesatan:
-
Melapangkan dada untuk Islam: Allah memudahkan seseorang untuk menerima Islam, menjadikannya ringan dan mudah baginya.
-
Hadis terkait: Rasulullah ﷺ bersabda bahwa ketika cahaya (nur) masuk ke dalam hati, maka hati menjadi lapang dan tenang. Tanda-tandanya adalah berpaling dari dunia, kembali ke akhirat, dan mempersiapkan diri untuk kematian.
-
Dada yang sempit: Orang yang disesatkan oleh Allah akan merasakan dadanya sempit dan sesak, seperti orang yang mendaki ke langit, menggambarkan kesulitan menerima kebenaran.
🕌 3. Tafsir Al-Qurṭubī
Menurut Al-Qurṭubī, ayat ini menggambarkan fenomena spiritual berupa kelapangan atau kesempitan hati terhadap kebenaran:
-
"Melapangkan dada": Allah menjadikan hati seseorang terbuka dan siap menerima Islam, memberikan taufik dan hidayah kepadanya.
-
"Dada yang sempit": Allah menjadikan hati seseorang sempit dan sesak, sehingga sulit menerima kebenaran, sebagai bentuk kesesatan.QuranWeb
-
Perumpamaan mendaki ke langit: Gambaran ini menunjukkan betapa beratnya bagi orang yang disesatkan untuk menerima kebenaran, seperti kesulitan bernapas saat mendaki ke langit.
-
Siksa bagi yang tidak beriman: Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman sebagai akibat dari penolakan mereka terhadap kebenaran.
✍️ Kesimpulan
-
Hidayah dan kesesatan adalah kehendak Allah: Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya.
-
Tanda-tanda orang yang mendapat hidayah: Hatinya lapang, menerima Islam dengan mudah, dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.
-
Tanda-tanda orang yang disesatkan: Hatinya sempit dan sesak, sulit menerima kebenaran, dan merasa berat dalam menjalankan ajaran Islam.
-
Siksa bagi yang tidak beriman: Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman sebagai akibat dari penolakan mereka terhadap kebenaran.
Semoga penjelasan ini membantu dalam memahami makna QS. Al-An‘ām ayat 125 secara mendalam.
Berikut ini adalah tafsir lengkap Surah Al-An’am ayat 125 dari beberapa kitab tafsir ternama: Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Jalalain, Tafsir Ath-Thabari, dan Tafsir al-Muyassar, agar memberikan pemahaman yang utuh dan mendalam.
---
Surah Al-An’am Ayat 125
Arabic:
“فَمَن يُرِدِ اللَّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ ۖ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ ۚ كَذَٰلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ ٱلرِّجْسَ عَلَى ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ”
Artinya (Kemenag RI):
"Barang siapa yang Allah kehendaki untuk diberi petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Dia menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seakan-akan dia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan azab kepada orang-orang yang tidak beriman."
---
1. Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa:
Petunjuk adalah dari Allah. Jika Allah menghendaki seseorang mendapatkan hidayah, maka Allah akan menjadikan hatinya lapang untuk menerima Islam, senang mendengarkan kebenaran, dan merasa nyaman menjalani syariat.
Sebaliknya, jika Allah menghendaki seseorang sesat, maka Allah jadikan hatinya sempit dan sesak, tidak mau menerima kebenaran, merasa berat dengan Islam, seolah-olah sedang mendaki langit—sebuah perumpamaan tentang kesulitan yang sangat luar biasa.
Perumpamaan ini menunjukkan betapa susahnya orang kafir menerima iman. Mereka seperti kehabisan udara, sebagaimana orang yang naik ke tempat tinggi di langit.
Kata “rijs” di akhir ayat diartikan sebagai azab, siksa, dan kekotoran yang Allah timpakan kepada orang-orang kafir.
---
2. Tafsir Al-Jalalain
Jika Allah menghendaki seseorang mendapat hidayah, maka Dia melapangkan dadanya untuk menerima Islam.
Dan jika Allah menghendaki seseorang tersesat, maka Dia menjadikan dadanya sempit dan penuh kesulitan, seakan-akan dia sedang mendaki ke langit (yakni susah bernapas).
Ini menggambarkan betapa beratnya iman bagi orang yang tidak diberi petunjuk.
“Rijs” adalah azab dan keburukan yang diberikan kepada orang yang menolak iman.
---
3. Tafsir Ath-Thabari
Dalam tafsir ini, dijelaskan bahwa Allah-lah yang berkuasa memberikan petunjuk dan kesesatan.
Ayat ini sekaligus membantah orang-orang musyrik yang menyangka bahwa mereka bisa memilih hidayah sendiri.
“Yashrah shadrah” adalah ungkapan tentang seseorang yang menerima Islam dengan lapang dan senang hati.
Sedangkan “yaj‘al shadrah dayyiqan harajan” adalah untuk menggambarkan kondisi orang kafir yang tidak mau menerima Islam, hatinya sempit, sesak, gelap, dan tidak ada cahaya hidayah sedikit pun.
Ungkapan "seperti mendaki langit" adalah kinayah (kiasan) tentang hal yang mustahil atau sangat berat.
---
4. Tafsir al-Muyassar (tafsir ringkas kontemporer)
Siapa yang Allah kehendaki untuk mendapatkan hidayah, Dia akan membuka hatinya untuk menerima Islam dengan mudah dan lapang.
Dan siapa yang dikehendaki dalam kesesatan, Allah akan menjadikan hatinya sempit, sesak, dan tidak mampu menerima kebenaran, seolah-olah dia menanjak ke atas langit, menunjukkan berat dan sulitnya menerima iman.
Demikianlah, Allah menjadikan kesesatan dan hukuman sebagai balasan atas kekufuran dan penolakan terhadap iman.
---
Kesimpulan Makna Ayat (Ringkasan)
Hidayah dan kesesatan adalah kehendak Allah, namun manusia tetap diberi kehendak untuk memilih dan bertanggung jawab.
Orang yang mendapatkan hidayah akan merasa lapang dada dan bahagia dalam Islam.
Orang yang tersesat akan merasa berat, sesak, dan tidak mampu menerima Islam, seperti orang yang sedang menanjak ke langit.
Ini juga menjelaskan tentang psikologi spiritual orang beriman dan kafir dalam menerima atau menolak agama.
---
Jika kamu ingin saya bantu buatkan versi ceramah, makalah, atau penggalian tematik dari ayat ini (misalnya tentang hidayah dan kesesatan), tinggal beri tahu saja.