Cari Blog Ini

Jumat, 23 Mei 2025

Al An'am 131 tafsir ok

 

Berikut adalah tafsir lengkap QS. Al-An‘ām ayat 131, yang merupakan lanjutan logis dari ayat 128–130:


QS. Al-An‘ām: 131

Teks Arab:

ذَٰلِكَ أَن لَّمْ يَكُن رَّبُّكَ مُهْلِكَ ٱلْقُرَىٰ بِظُلْمٍۢ وَأَهْلُهَا غَٰفِلُونَ

Terjemahan (Kemenag RI):

"Yang demikian itu karena Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya belum diberi peringatan."


1. Asbābun Nuzūl (Sebab Turunnya Ayat)

Menurut ulama tafsir seperti al-Qurṭubī dan as-Suyūṭī, ayat ini tidak memiliki asbābun nuzūl spesifik, tetapi secara kontekstual menegaskan prinsip keadilan Allah dalam menghukum umat manusia: bahwa Allah tidak akan mengazab suatu kaum tanpa terlebih dahulu mengutus rasul kepada mereka.

Ayat ini juga merupakan penegasan dan penutup rangkaian tema dari ayat 128–130, yang berbicara tentang peringatan terhadap jin dan manusia serta pengakuan mereka pada hari kiamat.


2. Tafsir Lengkap QS. Al-An‘ām: 131

a. Tafsir al-Ṭabarī

  • Makna “بِظُلْمٍ” di sini adalah mengazab mereka sebelum adanya peringatan (tanpa keadilan).
  • غَافِلُونَ” artinya tidak mengetahui, belum tahu kebenaran karena belum pernah sampai risalah atau peringatan dari Allah.
  • Allah menyatakan bahwa kehancuran atau azab tidak akan turun kecuali setelah hujah (alasan) ditegakkan, yaitu melalui dakwah para rasul.

b. Tafsir Ibn Kathīr

  • Menyebutkan ayat ini sebagai dalil keadilan Allah yang sempurna, bahwa tidak ada satu kaum pun dibinasakan kecuali setelah diberi peringatan.
  • Menekankan bahwa Allah tidak menzalimi siapa pun.
  • Ini berlaku untuk umat-umat terdahulu (seperti kaum Nuh, ‘Ād, Ṡamūd, dll) yang dibinasakan setelah penolakan terhadap rasul-rasul mereka.

c. Tafsir al-Qurṭubī

  • Allah menjelaskan prinsip tidak membinasakan kaum yang lalai, yaitu belum tahu kebenaran.
  • Menolak anggapan bahwa Allah menghukum makhluk-Nya secara sewenang-wenang.
  • "غَافِلُونَ" juga bisa ditafsirkan sebagai “belum mendapat kesempatan untuk tahu kebenaran”.

d. Tafsir al-Sa‘dī

  • Penegasan bahwa semua azab dan pembinasaan adalah berdasar hikmah dan keadilan Allah.
  • Azab tidak akan turun kecuali setelah dakwah disampaikan dan mereka dengan sadar menolaknya.
  • Ini memberi pelajaran penting tentang tanggung jawab setelah datangnya ilmu.

3. Kandungan Makna Ayat

  • Allah Maha Adil: tidak ada hukuman tanpa peringatan.
  • Setiap umat yang diazab, pasti sebelumnya telah mendapat nabi, rasul, atau dakwah kebenaran.
  • Peringatan adalah bentuk kasih sayang Allah, bukan sekadar ancaman.
  • Allah tidak akan membinasakan suatu bangsa yang masih dalam kejahilan tanpa disampaikan ilmu terlebih dahulu.

4. Hikmah dan Pelajaran

  1. Prinsip keadilan Allah: tak ada hukuman sebelum ada dakwah dan peringatan.
  2. Tugas rasul sangat penting sebagai pembawa hujah agar manusia tidak beralasan tidak tahu.
  3. Kehancuran dunia dan umat adalah akibat dari penolakan terhadap dakwah, bukan karena ketidaktahuan semata.
  4. Tanggung jawab umat setelah datangnya ilmu lebih berat dibanding masa belum tahu.

Kesimpulan Ayat 128–131 (Satu Rangkaian):

  • 128: Jin dan manusia saling menyesatkan → dihukum bersama di neraka.
  • 129: Allah menyerahkan orang zalim kepada sesama pelaku zalim → akibat amal mereka sendiri.
  • 130: Semua telah diberi peringatan melalui rasul, dan mereka sendiri mengakui kekafiran mereka.
  • 131: Allah tidak pernah menghukum satu kaum tanpa terlebih dahulu memberi mereka peringatan yang cukup.

Jika Anda ingin seluruh ayat ini disusun menjadi naskah ceramah, artikel tafsir tematik, atau materi pelajaran, saya siap bantu buatkan dalam bentuk struktural.

Al An'am 130 tafair ok

 

Berikut penambahan tafsir lengkap Surah Al-An‘ām ayat 130, melanjutkan urutan dan tema ayat 128–129:


QS. Al-An‘ām: 130

Teks Arab:

يَـٰمَعْشَرَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌۭ مِّنكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ ءَايَـٰتِى وَيُنذِرُونَكُمْ لِقَآءَ يَوْمِكُمْ هَـٰذَا ۚ قَالُوا۟ شَهِدْنَا عَلَىٰٓ أَنفُسِنَا ۖ وَغَرَّتْهُمُ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا وَشَهِدُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا۟ كَـٰفِرِينَ

Terjemahan (Kemenag RI):

"Wahai golongan jin dan manusia! Bukankah telah datang kepadamu rasul-rasul dari golonganmu sendiri, yang menyampaikan ayat-ayat-Ku kepadamu dan memperingatkanmu tentang pertemuan dengan hari ini (kiamat)? Mereka menjawab, 'Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri.' Kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa mereka adalah orang-orang kafir."


1. Asbābun Nuzūl (Sebab Turunnya Ayat)

Menurut tafsir al-Wāḥidī dan as-Suyūṭī, ayat ini tidak memiliki sebab khusus yang diriwayatkan sebagai latar peristiwa, namun secara kontekstual ayat ini melanjutkan kecaman terhadap jin dan manusia yang ingkar, serta menegaskan bahwa tidak ada yang dizalimi pada hari kiamat, karena semuanya telah diberi peringatan.


2. Tafsir Lengkap QS. Al-An‘ām: 130

a. Tafsir al-Ṭabarī

  • “Rasul-rasul dari golonganmu”: maksudnya adalah rasul-rasul dari kalangan manusia, karena jin tidak menerima rasul dari kalangan mereka sendiri, melainkan mengikuti rasul manusia (terutama Nabi Muhammad SAW).
  • Allah bertanya dalam bentuk celaan pada hari kiamat: apakah mereka tidak pernah menerima peringatan?
  • Mereka mengakui: “Kami bersaksi atas diri kami”, yakni pengakuan dosa secara langsung.
  • Dunia telah memperdaya mereka hingga lalai dari peringatan.

b. Tafsir Ibn Kathīr

  • Rasul-rasul telah datang dengan tugas membacakan ayat-ayat Allah dan memperingatkan tentang hari kiamat.
  • Pengakuan mereka sendiri adalah bukti tidak ada alasan lagi untuk menghindari azab.
  • Dunia memperdaya mereka, yaitu dengan gemerlapnya kenikmatan yang membuat mereka lalai dari akhirat.

c. Tafsir al-Qurṭubī

  • Menekankan kata "منكم" (dari kalangan kalian) sebagai penegasan bahwa rasul adalah dari jenis yang sama (manusia kepada manusia), agar bisa dipahami dan ditaati.
  • Kalimat “غرتهم الحياة الدنيا” (dunia menipu mereka) menunjukkan bahwa kesenangan dunia menjadi hijab antara manusia dan kebenaran.
  • Mereka tidak bisa lagi berbohong pada hari kiamat, karena lisan dan anggota tubuh mereka bersaksi.

d. Tafsir al-Sa‘dī

  • Ayat ini menunjukkan bahwa seluruh umat manusia telah diberikan peringatan melalui para rasul, tidak ada yang luput.
  • Keengganan mereka menerima risalah adalah akibat dari cinta dunia dan penolakan terhadap kebenaran.
  • Pada akhirnya mereka mengakui kekufuran mereka secara terbuka.

3. Kandungan Makna Ayat

  • Peringatan keras bagi jin dan manusia yang ingkar terhadap para rasul dan ayat-ayat Allah.
  • Pengakuan dosa dari mulut sendiri di akhirat, tanpa bisa mengingkari.
  • Penyesalan yang sia-sia karena kehidupan dunia telah membuat mereka lalai dari kebenaran.
  • Keadilan Allah ditegaskan: tak seorang pun diazab tanpa diberi peringatan lebih dahulu.

4. Hikmah dan Pelajaran

  1. Rasul adalah hujah (argumen) Allah atas manusia, maka tidak ada alasan bagi yang menolak dakwah.
  2. Cinta dunia yang berlebihan adalah faktor utama orang menolak agama dan kehidupan akhirat.
  3. Kiamat adalah hari pengakuan dan pembalasan, di mana semua kesalahan akan tampak dan diakui.
  4. Manusia akan bersaksi atas dirinya sendiri, sehingga tidak bisa menyalahkan orang lain atau keadaan.

Jika Anda ingin, saya bisa bantu susun ketiga ayat ini (128–130) menjadi satu kajian tematik atau bahan khutbah dengan tema seperti: “Kerusakan Akibat Menuruti Jin dan Dunia” atau “Keadilan Allah di Hari Kiamat”.

Al An'am 129 tafsir ok

 Berikut adalah tafsir lengkap Surah Al-An‘ām ayat 128–129, yang saling berkaitan dalam konteks interaksi manusia-jin dan keadilan Allah:



---


QS. Al-An‘ām: 128–129


Teks Ayat 128:


وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ ٱلْجِنِّ قَدِ ٱسْتَكْثَرْتُم مِّنَ ٱلْإِنسِ ۖ وَقَالَ أَوْلِيَآؤُهُم مِّنَ ٱلْإِنسِ رَبَّنَا ٱسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍۢ وَبَلَغْنَآ أَجَلَنَا ٱلَّذِىٓ أَجَّلْتَ لَنَا ۚ قَالَ ٱلنَّارُ مَثْوَىٰكُمْ خَٰلِدِينَ فِيهَآ إِلَّا مَا شَآءَ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ


Terjemahan: "Dan (ingatlah) hari ketika Allah mengumpulkan mereka semuanya (dan berfirman), 'Wahai golongan jin! Sungguh, kamu telah banyak menyesatkan manusia.' Dan teman-teman mereka dari golongan manusia berkata, 'Ya Tuhan kami, sebagian dari kami telah mendapatkan manfaat dari sebagian yang lain, dan kami telah sampai pada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami.' Allah berfirman, 'Neraka itulah tempat kalian selama-lamanya, kecuali jika Allah menghendaki lain.' Sungguh, Tuhanmu Mahabijaksana, Maha Mengetahui."



---


Teks Ayat 129:


وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّى بَعْضَ ٱلظَّـٰلِمِينَ بَعْضًۭاۢ بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ


Terjemahan: "Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang zalim berkuasa atas sebagian yang lain, disebabkan apa yang telah mereka kerjakan."



---


Asbābun Nuzūl Ayat 129


Ayat ini masih berhubungan langsung dengan ayat sebelumnya (128), di mana Allah menjelaskan hukum-Nya atas kesyirikan dan kezaliman, serta menyatakan sunnatullah (hukum sebab akibat) bahwa orang-orang zalim akan saling memimpin dan berkuasa satu sama lain sebagai bentuk balasan atas perbuatan mereka di dunia.


Menurut beberapa ulama seperti al-Qurṭubī dan al-Sa‘dī, ini bukan hanya berlaku di akhirat tetapi juga di dunia, sebagai bentuk hukuman Allah atas kezaliman mereka. Masyarakat zalim akan dipimpin oleh penguasa yang zalim pula.



---


Tafsir Lengkap QS. Al-An‘ām: 129


1. Tafsir al-Ṭabarī


Frasa "نُوَلِّي" bermakna menjadikan pemimpin, menguasakan atau membiarkan.


Orang-orang zalim akan saling menjadi penguasa, pelindung, atau pengikut atas sesama pelaku kezaliman, karena mereka pantang diarahkan ke jalan kebenaran.


Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu dan saling menyesatkan.



2. Tafsir Ibn Kathīr


Ayat ini merupakan bentuk ancaman: Allah membiarkan para pelaku dosa dan kesesatan untuk saling menjadi pemimpin satu sama lain.


Ini adalah bentuk azab sebelum azab akhirat: manusia yang tidak mau taat akan ditimpa kerusakan sosial, politik, dan moral akibat pemimpin yang zalim seperti mereka sendiri.



3. Tafsir al-Qurṭubī


Menyebutkan bahwa ayat ini adalah hukum sebab-akibat sosial-politik: masyarakat yang rusak akhlaknya akan dipimpin oleh pemimpin yang rusak pula.


Hal ini bisa terlihat dalam sejarah banyak bangsa yang rusak karena pemimpin mereka mencerminkan moral rakyatnya.



4. Tafsir al-Sa‘dī


Ini adalah bentuk keadilan Allah: manusia yang menyukai kezaliman akan dibiarkan dalam kezaliman itu, dan akan berteman serta dipimpin oleh sesamanya.


Dalam konteks ayat sebelumnya, jin dan manusia yang zalim akan "dipasangkan" sebagai sesama penghuni neraka.




---


Hikmah dan Pelajaran


1. Kezaliman melahirkan kezaliman – baik di dunia maupun akhirat, mereka yang berbuat dosa akan dikumpulkan dan dikuasai oleh orang-orang yang seperti mereka.



2. Pentingnya memilih kawan dan pemimpin yang saleh, karena siapa yang kita ikuti, itulah tempat kita dikumpulkan kelak.



3. Pemimpin mencerminkan rakyatnya – kondisi bangsa atau komunitas sering kali merupakan refleksi dari perilaku moral warganya.



4. Allah membalas berdasarkan amal, dan memberi kesempatan pada kezaliman bukan berarti merestuinya, melainkan sebagai bentuk hukuman yang tidak kasat mata.





---


Jika Anda ingin tafsir ini dijadikan bahan khutbah, artikel ilmiah, atau bagian dari materi pelajaran, saya bisa bantu sesuaikan strukturnya.


Al An'am 128 ok tafsir

 Asbābun Nuzūl dan Tafsir Lengkap Surah Al-An‘ām Ayat 128


Teks Ayat (QS. Al-An‘ām: 128)


وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ ٱلْجِنِّ قَدِ ٱسْتَكْثَرْتُم مِّنَ ٱلْإِنسِ ۖ وَقَالَ أَوْلِيَآؤُهُم مِّنَ ٱلْإِنسِ رَبَّنَا ٱسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍۢ وَبَلَغْنَآ أَجَلَنَا ٱلَّذِىٓ أَجَّلْتَ لَنَا ۚ قَالَ ٱلنَّارُ مَثْوَىٰكُمْ خَٰلِدِينَ فِيهَآ إِلَّا مَا شَآءَ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ


Terjemahannya (Kemenag RI):


"Dan (ingatlah) hari ketika Allah mengumpulkan mereka semuanya (dan berfirman), 'Wahai golongan jin! Sungguh, kamu telah banyak menyesatkan manusia.' Dan teman-teman mereka dari golongan manusia berkata, 'Ya Tuhan kami, sebagian dari kami telah mendapatkan manfaat dari sebagian yang lain, dan kami telah sampai pada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami.' Allah berfirman, 'Neraka itulah tempat kalian selama-lamanya, kecuali jika Allah menghendaki lain.' Sungguh, Tuhanmu Mahabijaksana, Maha Mengetahui."



---


1. Asbābun Nuzūl (Sebab Turunnya Ayat)


Menurut beberapa riwayat tafsir klasik seperti dari Ibn Jarīr al-Ṭabarī, al-Wāḥidī, dan al-Suyūṭī dalam Lubāb al-Nuqūl, ayat ini turun berkaitan dengan:


Kebiasaan masyarakat Arab jahiliah yang menyembah jin dan meminta perlindungan kepada mereka saat berada di tempat-tempat sunyi atau angker.


Sebagian manusia menjalin hubungan dengan jin dengan harapan memperoleh perlindungan atau kekuatan gaib, padahal sebenarnya jin itu sendiri justru merasa lebih besar karena manusia menyembah mereka.



Riwayat al-Wāḥidī menyebutkan bahwa kaum Arab ketika singgah di suatu lembah, mereka biasa berkata, “Aku berlindung kepada pemimpin jin lembah ini agar aku tidak diganggu,” sehingga jin merasa berkuasa dan menyesatkan manusia lebih jauh.



---


2. Tafsir Lengkap QS. Al-An‘ām: 128


Berikut adalah penjelasan tafsir dari beberapa ulama besar:


a. Tafsir al-Ṭabarī


Pada hari kiamat, Allah akan mengumpulkan seluruh jin dan manusia, lalu menegur jin karena telah menyesatkan banyak manusia.


Jin merasa bangga karena manusia tunduk kepada mereka.


Manusia juga mengakui bahwa mereka telah "menikmati" relasi itu: jin memberi ilusi kekuatan, sementara manusia menyembahnya.


Allah mengumumkan hukuman mereka: tempat kembali mereka adalah neraka.



b. Tafsir Ibn Kathīr


Menjelaskan bahwa manusia dan jin saling menikmati dalam maksiat: jin memperoleh penghormatan dan penyembahan, sementara manusia mendapatkan bisikan dan bantuan dari jin.


Penyesalan manusia dan jin datang setelah ajal menjemput.


Kata “نَارُ مَثْوَاكُمْ” (neraka adalah tempat kalian) menandakan kepastian azab.


Kalimat “إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ” menunjukkan bahwa Allah memiliki kekuasaan mutlak atas waktu dan jenis siksaan yang diberikan, namun mayoritas ulama menyebut mereka kekal jika kafir.



c. Tafsir al-Qurṭubī


Menyoroti bagaimana bentuk interaksi sesat antara jin dan manusia terjadi dalam berbagai bentuk: perdukunan, penyembahan, atau permintaan bantuan.


Makna "telah sampai pada ajal" merujuk pada hari kiamat ketika tidak ada lagi peluang tobat.



d. Tafsir al-Sa‘dī


Menafsirkan bahwa ayat ini menggambarkan pembalasan keadilan Allah kepada dua kelompok makhluk (jin dan manusia) yang bersekongkol dalam keburukan.


Menjelaskan pentingnya kesadaran bahwa semua kenikmatan duniawi yang didapat melalui maksiat akan dibalas.




---


3. Kandungan Makna Ayat


Pengingkaran terhadap kemitraan dalam kesesatan: Ayat ini memperlihatkan bagaimana manusia dan jin bisa menjadi sekutu dalam menyesatkan diri sendiri dan orang lain.


Peringatan bagi yang menjalin relasi dengan makhluk gaib: Baik dengan maksud meminta bantuan, ilmu, atau perlindungan selain dari Allah.


Penegasan hari pembalasan dan keadilan Allah: Semua amal akan dihisab, dan Allah Maha Tahu siapa yang benar-benar bersalah.




---


4. Pelajaran dan Hikmah


1. Jangan pernah mencari pertolongan selain kepada Allah, termasuk kepada jin atau dukun.



2. Relasi antara manusia dan jin yang berdasar pada maksiat akan mendatangkan murka Allah.



3. Allah Maha Adil dan Maha Mengetahui; tak ada tipu daya atau penyesalan yang bisa mengubah takdir azab-Nya kecuali dengan tobat sebelum ajal.



4. Dunia adalah tempat ujian, dan siapa yang menggunakan kekuatan selain dari Allah akan tersesat.





---


Jika Anda ingin saya bantu susun materi ceramah atau artikel ilmiah dari tafsir ini, saya bisa bantu.


Jumat, 16 Mei 2025

AL AN'AM 127

 Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai Surah Al-An‘am ayat 127, meliputi:

  1. 📖 Teks Ayat dan Terjemahan

  2. 📜 Asbābun Nuzūl (Sebab Turunnya Ayat)

  3. 📚 Tafsir dari 4 Sumber Utama:

    • Ibnu Katsir

    • Kemenag RI

    • Quraish Shihab

    • Al-Qurtubi


🌿 1. Surah Al-An'am Ayat 127

Teks Arab:

لَهُمْ دَارُ ٱلسَّلَـٰمِ عِندَ رَبِّهِمْ ۖ وَهُوَ وَلِيُّهُم بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Terjemahan (Kemenag RI):

Bagi mereka (yang beriman) disediakan Darussalam di sisi Tuhan mereka. Dan Dialah pelindung mereka karena amal yang telah mereka kerjakan.


📜 2. Asbābun Nuzūl (Sebab Turunnya Ayat)

🔍 Tidak ada riwayat khusus (asbābun nuzūl spesifik) yang disebutkan oleh Al-Wahidi atau As-Suyuthi untuk ayat ini. Namun:

  • Ayat ini merupakan kelanjutan dari rangkaian ayat sebelumnya, yang menjelaskan:

    • Jalan lurus (Islam)

    • Orang-orang yang menerima dan menolak petunjuk

    • Ganjaran dan pembalasan terhadap masing-masing kelompok

💡 Maka ayat ini diturunkan sebagai penghiburan bagi orang-orang yang beriman: bahwa setelah penolakan dan makar dari para penentang, Allah menjanjikan Darussalam (kedamaian abadi) bagi orang yang istiqamah di atas jalan-Nya.


📚 3. Tafsir dari Empat Sumber Utama


✅ A. Tafsir Ibnu Katsir

  • Darussalam di sini bermakna:

    • Surga (rumah keselamatan dan kedamaian)

    • Bebas dari segala kekurangan, penderitaan, dan kematian

  • Allah sebagai wali mereka: maksudnya adalah Allah menjaga, menolong, dan menyayangi mereka karena iman dan amal shalih mereka.

  • Ibnu Katsir mengaitkan ayat ini dengan QS Yunus: 25:

    “Dan Allah menyeru ke Darussalam, dan menunjuki siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.”

  • Penekanan: Amal shalih adalah sebab turunnya pertolongan dan anugerah surga.


✅ B. Tafsir Kementerian Agama RI (Tafsir Kemenag)

  • Ayat ini merupakan janji Allah bagi orang-orang yang mengikuti jalan lurus-Nya: surga sebagai tempat yang penuh keselamatan dan kedamaian.

  • "Wahuwa waliyyuhum": artinya Allah menjadi penolong dan pelindung mereka di dunia dan di akhirat.

  • Disebutkan bahwa kedekatan Allah dengan mereka ini adalah akibat dari keimanan dan amal mereka, bukan semata-mata nasab, status sosial, atau klaim lisan.


✅ C. Tafsir Quraish Shihab (Tafsir Al-Mishbah)

  • Quraish Shihab menjelaskan bahwa "Darussalam" adalah:

    • Tempat yang penuh kedamaian

    • Bebas dari kecemasan, kesedihan, pertikaian

    • Disebut juga sebagai simbol kesempurnaan spiritual dan balasan bagi jiwa yang bersih

  • "Dan Dialah Pelindung mereka": Allah menjadi wali mereka karena:

    • Mereka memilih kebaikan

    • Mereka menolak jalan kebatilan

  • Dalam konteks sosial, ini juga menguatkan keyakinan umat agar tidak gentar terhadap makar kaum kafir, karena balasan akhirat jauh lebih mulia.


✅ D. Tafsir Al-Qurtubi

  • Menurut Al-Qurtubi, "Darussalam" adalah nama lain dari surga, sebagaimana disebut dalam beberapa hadits.

  • Ia menafsirkan “Allah sebagai wali” dalam dua makna:

    1. Wali al-ni‘mah – pemberi nikmat (di dunia dan akhirat)

    2. Wali al-tauliyah – pelindung dan pembimbing (dalam kebenaran)

  • Al-Qurtubi juga menggarisbawahi bahwa yang mendapatkan ini hanyalah mereka yang benar-benar beramal, bukan hanya mengaku-aku iman.


🧠 Kesimpulan dan Hikmah

AspekPenjelasan
Isi utamaAllah menjanjikan surga (Darussalam) kepada orang-orang yang mengikuti jalan lurus dan beramal shalih.
Asbabun NuzulTidak spesifik, tetapi bagian dari lanjutan konteks sebelumnya: peneguhan bagi orang-orang beriman.
Makna “Darussalam”Surga, tempat keselamatan dan kedamaian abadi
Makna “Waliyyuhum”Allah sebagai pelindung, penolong, dan pemberi rahmat kepada mereka karena amal mereka.
PelajaranSurga adalah hasil dari usaha yang istiqamah di atas iman dan amal; bukan klaim kosong.

Jika kamu mau, saya bisa bantu buatkan bagan visual atau catatan tematik dari tafsir ayat 127 ini sebagai ringkasan pengajian atau hafalan. Mau saya bantu?

tafsir al a'am 126


Surah Al-An’am Ayat 126


Arab:

“وَهَـٰذَا صِرَٰطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا ۗ قَدْ فَصَّلْنَا ٱلْءَايَـٰتِ لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ”


Artinya (Kemenag RI):

"Dan inilah jalan Tuhanmu (yang) lurus. Sungguh, Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mau menerima pelajaran."



---


1. Tafsir Ibnu Katsir


Ayat ini menegaskan bahwa jalan yang lurus (ash-shirath al-mustaqim) adalah Islam, yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW.


“Hadzha shirathu rabbika mustaqiman” maksudnya adalah bahwa inilah agama Allah yang lurus, tidak ada kebengkokan di dalamnya, mencakup keimanan, amal salih, dan akhlak mulia.


“Qad fasshalna al-ayaat” artinya Allah telah menjelaskan tanda-tanda kebenaran, dalil-dalil, dan bukti-bukti tentang keesaan dan keadilan-Nya, serta syariat-Nya secara terperinci.


Ayat-ayat ini hanya bisa diambil pelajaran oleh orang-orang yang sadar dan mau merenungkan—bukan yang lalai atau menolak.




---


2. Tafsir Al-Jalalain


“Wa hādzā shirāṭu rabbika mustaqīman”: Ini adalah agama Allah yang lurus (Islam), yang mengantarkan kepada ridha-Nya.


“Qad faṣṣalnā al-āyāti”: Allah telah menjelaskan ayat-ayat dengan rinci, yakni hukum-hukum, perintah, larangan, dan kabar-kabar.


Penjelasan ini diperuntukkan bagi kaum yang mau mengambil pelajaran, yaitu mereka yang memiliki hati yang hidup, bukan yang berpaling dari peringatan Allah.




---


3. Tafsir Ath-Thabari


“Shirathu rabbika” menunjuk pada jalan hidup yang diperintahkan Allah kepada Rasulullah SAW untuk diikuti, yakni jalan tauhid, ketaatan, dan menjauhi syirik.


Ayat ini datang sebagai penegasan dan penguatan dari ayat sebelumnya (ayat 125) bahwa petunjuk hanya datang melalui jalan Islam yang lurus.


Penjelasan rinci ayat-ayat Allah diperuntukkan bagi orang-orang yang menggunakan akal dan hati mereka untuk merenungkan kebenaran, bukan yang mengikut hawa nafsu atau taqlid buta.




---


4. Tafsir al-Muyassar (kontemporer dan ringkas)


Ayat ini menyatakan bahwa Islam adalah jalan lurus dari Tuhanmu yang tidak bengkok dan membawa kepada surga.


Allah telah menjelaskan ayat-ayat-Nya secara gamblang, mencakup segala hal yang dibutuhkan manusia untuk petunjuk dan keselamatan.


Penjelasan ini akan bermanfaat hanya bagi orang-orang yang ingin mengambil pelajaran, yang hatinya terbuka dan jiwanya siap untuk menerima kebenaran.




---


Makna Umum Ayat 126


Islam adalah satu-satunya jalan yang lurus, yang berasal dari Allah dan membawa pada kebaikan dunia-akhirat.


Ayat-ayat Allah telah dijelaskan dengan sempurna, tinggal bagaimana manusia meresponsnya.


Hanya orang-orang yang mau mengingat dan berpikir (yadzdzakkarun) yang akan mendapat manfaat dari penjelasan ini.




---


Keterkaitan dengan Ayat Sebelumnya (126 ↔ 125)


Ayat 125 menjelaskan tentang siapa yang diberi hidayah dan siapa yang disesatkan.


Ayat 126 menegaskan bahwa jalan hidayah itu adalah Islam, dan hanya yang mau berpikir dan mengambil pelajaran yang akan menempuh jalan ini.


Berikut ini penjelasan lengkap mengenai Surah Al-An'am ayat 126, meliputi:

  1. Teks ayat dan terjemahan

  2. Asbābun Nuzūl (Sebab Turunnya Ayat)

  3. Tafsir dari 4 sumber utama:

    • Ibnu Katsir

    • Tafsir Kemenag (Resmi RI)

    • Quraish Shihab (Tafsir Al-Mishbah)

    • Al-Qurtubi


🌿 1. Surah Al-An'am Ayat 126

Arabic:

وَهَٰذَا صِرَٰطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًۭا ۚ قَدْ فَصَّلْنَا ٱلْـَٔايَـٰتِ لِقَوْمٍۢ يَذَّكَّرُونَ

Terjemahan (Kemenag RI):

Dan inilah jalan Tuhanmu yang lurus. Sungguh, Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.


📜 2. Asbābun Nuzūl (Sebab Turunnya Ayat)

📌 Keterangan:

Tidak ada sebab khusus (asbabun nuzul khusus) yang disebutkan oleh Al-Wahidi maupun As-Suyuthi untuk ayat ini secara eksplisit. Namun, ayat ini merupakan bagian dari rangkaian penegasan terhadap kebenaran dakwah Nabi Muhammad ﷺ dan bantahan terhadap kaum musyrik Makkah.

Konteks umum ayat-ayat sebelumnya adalah:

  • Penolakan para pembesar Quraisy terhadap Nabi

  • Permintaan mereka untuk kenabian atau mukjizat

  • Perlawanan dan makar mereka terhadap wahyu

Jadi, ayat ini datang sebagai penegasan bahwa jalan Islam (wahyu) yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ adalah jalan yang lurus (ṣirāṭ mustaqīm) yang telah Allah jelaskan dengan bukti dan tanda yang nyata.


📚 3. Tafsir dari 4 Sumber Utama


a. Tafsir Ibnu Katsir

  • Ayat ini menegaskan bahwa agama Islam adalah jalan lurus, yaitu jalan yang mengantarkan kepada ridha Allah dan keselamatan akhirat.

  • Yang dimaksud “ṣirāṭ rabbik” adalah agama tauhid, bukan kesyirikan atau hawa nafsu.

  • Allah menyatakan bahwa Dia telah menjelaskan ayat-ayat-Nya secara rinci kepada orang-orang yang mau berpikir dan mengambil pelajaran.

  • Ibnu Katsir juga merujuk ayat-ayat lain seperti QS Al-Fatihah:6 (Ihdinaṣ-ṣirāṭ al-mustaqīm), sebagai penguat makna.


b. Tafsir Kementerian Agama (Kemenag RI)

  • Ayat ini merupakan penegasan langsung dari Allah bahwa Islam adalah satu-satunya jalan yang benar.

  • Jalan itu dibentangkan oleh Allah, dijelaskan dengan wahyu, dan dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ.

  • Allah menyatakan bahwa ayat-ayat-Nya telah dijelaskan, bukan disembunyikan. Maka yang tidak mengambil pelajaran adalah orang yang menolak dengan kesombongan.


c. Tafsir Quraish Shihab (Tafsir Al-Mishbah)

  • Quraish Shihab menekankan bahwa ayat ini adalah kesimpulan dari rangkaian hujjah-hujjah sebelumnya, yaitu: “Beginilah, inilah jalan lurus Tuhanmu.”

  • Jalan lurus maksudnya adalah ajaran yang membawa keseimbangan, keadilan, dan tujuan kehidupan.

  • Frasa "qad faṣṣalnā al-āyāt" bermakna bahwa Allah memberikan penjelasan lengkap dan logis dalam Al-Qur’an, cukup untuk siapa pun yang bersedia merenung.

  • Yang mendapat manfaat hanyalah “qawm yaẓẓakkarūn”, yaitu orang yang memakai akal dan hatinya untuk mengingat Allah dan merenung.


d. Tafsir Al-Qurtubi

  • Al-Qurtubi menjelaskan bahwa ṣirāṭ mustaqīm adalah jalan menuju Allah, dan itu adalah Islam.

  • Kata "ṣirāṭ" dalam bahasa Arab bermakna jalan yang luas dan terang, bukan sempit atau kabur.

  • Frasa "li-qawmin yadzdzakkarūn" menandakan bahwa tidak semua orang akan mendapat petunjuk, hanya mereka yang menggunakan akal dan mau mengambil pelajaran dari sejarah dan wahyu.

  • Al-Qurtubi juga menafsirkan ayat ini sebagai peringatan halus kepada kaum musyrik yang tetap menolak Islam meski kebenarannya terang.


🧠 Kesimpulan Umum dan Pelajaran:

AspekPenjelasan
Makna UtamaIslam adalah satu-satunya jalan lurus menuju Allah.
Kejelasan WahyuAllah telah menjelaskan dengan gamblang ayat-ayat-Nya bagi siapa saja yang mau merenung.
Sasaran AyatOrang-orang yang bersedia menggunakan akal dan hatinya akan mengenali kebenaran.
Asbabun NuzulTidak spesifik, tetapi bagian dari konteks penolakan kaum musyrik dan penegasan kebenaran dakwah Rasulullah.

QS. Al-An‘ām Ayat 125–126

Ayat 125

“Barang siapa yang Allah kehendaki akan memberi petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki-Nya kesesatannya, niscaya Dia menjadikan dadanya sempit dan sesak, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”

Ayat 126

“Dan inilah jalan Tuhanmu (Islam), jalan yang lurus. Sungguh, Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.”


🕌 Tafsir KEMENAG RI

Ayat 125:

  • Makna “melapangkan dada”: Allah mempermudah seseorang menerima Islam dan beriman dengan tenang, tanpa keraguan.

  • Makna “dadanya sempit”: Orang yang disesatkan akan mengalami kegelisahan saat mendengar kebenaran.

  • Perumpamaan “seolah mendaki ke langit”: Sebuah ilustrasi tentang kesulitan luar biasa untuk menerima kebenaran. Dada mereka seperti tertekan oleh atmosfer spiritual yang tidak bisa mereka terima.

Ayat 126:

  • “Inilah jalan Tuhanmu yang lurus”: Islam adalah jalan hidup yang lurus, jelas, dan konsisten.

  • “Telah Kami jelaskan ayat-ayat”: Petunjuk sudah sangat jelas bagi orang-orang yang mau menggunakan akalnya, yaitu ulul albab.

  • Ayat ini melengkapi ayat 125, yaitu setelah menjelaskan siapa yang diberi hidayah dan siapa yang disesatkan, ayat ini menyatakan bahwa jalan Allah itu nyata dan dijelaskan secara gamblang.


📚 Tafsir IBNU KATSIR

Ayat 125:

  • Menukil hadits Rasulullah ﷺ:

    "Apabila cahaya telah masuk ke dalam hati, maka dada menjadi lapang dan terbuka."

  • Menjelaskan bahwa lapangnya dada adalah tanda iman sejati, yang muncul dari nur Allah dalam hati.

  • Sementara kesesakan dada adalah bentuk penolakan terhadap cahaya kebenaran.

  • “Seolah-olah mendaki ke langit” adalah tasybīh untuk menggambarkan tekanan dan siksaan batin.

Ayat 126:

  • “Inilah jalan Tuhanmu” adalah penguat bahwa Islam adalah jalan satu-satunya yang lurus.

  • Menekankan bahwa Al-Qur’an telah menjelaskan segala sesuatu dengan terang, namun hanya orang-orang yang mau berpikir yang akan mengambil pelajaran.

  • Ibnu Katsir juga mengaitkan ayat ini dengan ayat sebelumnya: bahwa meskipun Islam adalah jalan lurus, tidak semua orang bisa menempuhnya karena keterbatasan hati mereka.


🕌 Tafsir AL-QURṬUBĪ

Ayat 125:

  • Menafsirkan “melapangkan dada” sebagai tanda taufik, yaitu Allah memberi kemampuan kepada seseorang untuk menerima iman.

  • “Dadanya sempit” adalah hukuman batin duniawi sebelum azab akhirat.

  • Qurtubi menyoroti bahwa ayat ini adalah bukti kuat tentang keberadaan takdir (qadar), yaitu hidayah dan kesesatan adalah di bawah kehendak Allah.

Ayat 126:

  • Qurtubi menafsirkan “ṣirāṭ Rabbika” sebagai Islam itu sendiri, yaitu jalan yang Allah pilihkan untuk seluruh makhluk-Nya.

  • Penegasan jalan yang lurus di sini berarti bahwa jika seseorang tetap menolak Islam setelah penjelasan yang terang, maka kesesatannya memang sudah pantas.

  • “Yatazakkarūn” (orang-orang yang mengambil pelajaran) adalah orang-orang yang menggunakan akalnya dan hatinya, bukan sekadar pendengar pasif.


✍️ Korelasi Ayat 125–126 (Tafsir Gabungan)

  1. Ayat 125 menggambarkan fenomena internal (psikologis dan spiritual) dari orang yang diberi hidayah dan orang yang disesatkan.

  2. Ayat 126 menegaskan bahwa Islam adalah jalan lurus yang dijelaskan secara terang, dan Allah sudah cukup memberi penjelasan.

  3. Korelasi ini menekankan bahwa kesesatan bukan karena kurangnya bukti, melainkan karena penolakan batin dan kesempitan dada.

  4. Hanya mereka yang mau berpikir dan bersungguh-sungguh (yadzakkarūn) yang bisa menyadari dan berjalan di jalan lurus itu

 

tafsir al an'am 125

 Asbābun Nuzūl Surah Al-An‘ām Ayat 125

**"Barang siapa yang Allah kehendaki akan memberikan petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit." (QS. Al-An‘ām: 125)

1. Asbābun Nuzūl Menurut Tafsir Kementerian Agama (Tafsir al-Mishbah/Kemenag RI)

Menurut Tafsir Kementerian Agama RI, ayat ini turun berkaitan dengan kondisi orang-orang musyrik yang tidak mendapatkan petunjuk, sementara yang lain mendapatkan hidayah. Allah menyampaikan bahwa hanya orang yang Allah kehendaki diberi petunjuk yang dadanya dilapangkan untuk menerima Islam. Sementara itu, yang tidak dikehendaki akan mengalami kesesakan batin ketika mendengar kebenaran Islam. Ayat ini menjelaskan prinsip dasar tentang hidayah (petunjuk) dan kesesatan, yang keduanya berada di bawah kehendak Allah.

Tafsir ini juga menekankan makna "melapangkan dada" sebagai kesiapan hati untuk menerima kebenaran, dan sebaliknya "dada yang sesak dan sempit" menggambarkan ketidaksanggupan jiwa menerima kebenaran karena tertutup oleh kesombongan dan kekafiran.


2. Asbābun Nuzūl dan Tafsir Ibnu Katsir

Menurut Ibnu Katsir, ayat ini turun terkait dengan perbedaan sikap orang-orang terhadap dakwah Rasulullah SAW. Beliau menyebut bahwa ketika Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang, maka Allah akan menjadikan hatinya terbuka dan dadanya lapang menerima Islam.

Ibnu Katsir juga mengutip hadits dari Abdullah bin Mas‘ud, yang menyebut bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang maksud “melapangkan dada untuk Islam”, dan beliau menjawab:

"Itu adalah cahaya dari Allah yang dimasukkan ke dalam hati, maka hati menjadi lapang dan tenang."
Kemudian beliau ditanya: "Adakah tanda-tandanya?" Nabi menjawab:
"Iya, yaitu berpaling dari dunia yang menipu, kembali ke negeri akhirat, dan mempersiapkan diri menghadapi kematian sebelum datang."

Sedangkan orang yang dikehendaki kesesatan akan merasakan dadanya sangat sesak, seperti orang yang naik ke langit—sebuah gambaran tekanan jiwa dan batin yang luar biasa.


3. Asbābun Nuzūl dan Tafsir al-Qurṭubī

Menurut al-Qurṭubī, ayat ini menggambarkan fenomena spiritual berupa kelapangan atau kesempitan hati terhadap kebenaran. Ia menekankan bahwa “melapangkan dada” berarti kesiapan menerima Islam, dan ini adalah taufik dari Allah. Al-Qurṭubī juga membahas aspek linguistik kata "yashraḥ ṣadrahu" (melapangkan dadanya), yang diambil dari akar kata "syarḥ", yaitu membuka atau meluaskan sesuatu.

Al-Qurṭubī juga menyebut ayat ini sebagai bukti kekuasaan Allah dalam memberi petunjuk dan menyesatkan, bukan karena ketidakadilan, tapi karena hikmah-Nya dan balasan atas pilihan bebas manusia.

Ia juga menafsirkan makna "seolah-olah ia sedang mendaki ke langit" sebagai penggambaran yang realistis, karena mendaki ke tempat tinggi secara fisik menyesakkan dada, sebagaimana hal itu dirasakan oleh orang yang tidak mendapat petunjuk ketika mendengar ajaran Islam.


Kesimpulan:

  • Ayat ini menjelaskan mekanisme hidayah dan kesesatan di bawah kendali Allah.

  • “Melapangkan dada” adalah simbol hati yang menerima iman dan kebenaran.

  • “Dada yang sempit” menggambarkan penolakan terhadap Islam, baik secara batin maupun fisik.

  • Para mufassir seperti Ibnu Katsir dan Qurṭubī menggarisbawahi bahwa hidayah adalah anugerah, sementara kesesatan adalah akibat dari penolakan dan dosa manusia.

1. Tafsir Kementerian Agama RI (Kemenag RI)

Menurut tafsir resmi Kemenag RI, ayat ini menjelaskan bahwa hidayah (petunjuk) dan kesesatan adalah kehendak Allah.

  • Hidayah: Allah melapangkan dada seseorang untuk menerima Islam, menjadikannya terbuka dan siap menerima ajaran Islam.

  • Kesesatan: Allah menjadikan dada seseorang sempit dan sesak, sehingga sulit menerima kebenaran.

  • Perumpamaan mendaki ke langit: Gambaran ini menunjukkan betapa sulitnya bagi orang yang disesatkan untuk menerima kebenaran, seperti halnya kesulitan bernapas saat mendaki ke tempat yang tinggi.

  • Siksa bagi yang tidak beriman: Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman sebagai akibat dari penolakan mereka terhadap kebenaran.


📚 2. Tafsir Ibnu Katsir

Dalam tafsir Ibnu Katsir, ayat ini menjelaskan hakikat hidayah dan kesesatan:

  • Melapangkan dada untuk Islam: Allah memudahkan seseorang untuk menerima Islam, menjadikannya ringan dan mudah baginya.

  • Hadis terkait: Rasulullah ﷺ bersabda bahwa ketika cahaya (nur) masuk ke dalam hati, maka hati menjadi lapang dan tenang. Tanda-tandanya adalah berpaling dari dunia, kembali ke akhirat, dan mempersiapkan diri untuk kematian.

  • Dada yang sempit: Orang yang disesatkan oleh Allah akan merasakan dadanya sempit dan sesak, seperti orang yang mendaki ke langit, menggambarkan kesulitan menerima kebenaran.


🕌 3. Tafsir Al-Qurṭubī

Menurut Al-Qurṭubī, ayat ini menggambarkan fenomena spiritual berupa kelapangan atau kesempitan hati terhadap kebenaran:

  • "Melapangkan dada": Allah menjadikan hati seseorang terbuka dan siap menerima Islam, memberikan taufik dan hidayah kepadanya.

  • "Dada yang sempit": Allah menjadikan hati seseorang sempit dan sesak, sehingga sulit menerima kebenaran, sebagai bentuk kesesatan.QuranWeb

  • Perumpamaan mendaki ke langit: Gambaran ini menunjukkan betapa beratnya bagi orang yang disesatkan untuk menerima kebenaran, seperti kesulitan bernapas saat mendaki ke langit.

  • Siksa bagi yang tidak beriman: Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman sebagai akibat dari penolakan mereka terhadap kebenaran.


✍️ Kesimpulan

  • Hidayah dan kesesatan adalah kehendak Allah: Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya.

  • Tanda-tanda orang yang mendapat hidayah: Hatinya lapang, menerima Islam dengan mudah, dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.

  • Tanda-tanda orang yang disesatkan: Hatinya sempit dan sesak, sulit menerima kebenaran, dan merasa berat dalam menjalankan ajaran Islam.

  • Siksa bagi yang tidak beriman: Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman sebagai akibat dari penolakan mereka terhadap kebenaran.

Semoga penjelasan ini membantu dalam memahami makna QS. Al-An‘ām ayat 125 secara mendalam.


Berikut ini adalah tafsir lengkap Surah Al-An’am ayat 125 dari beberapa kitab tafsir ternama: Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Jalalain, Tafsir Ath-Thabari, dan Tafsir al-Muyassar, agar memberikan pemahaman yang utuh dan mendalam.



---


Surah Al-An’am Ayat 125


Arabic:

“فَمَن يُرِدِ اللَّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ ۖ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ ۚ كَذَٰلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ ٱلرِّجْسَ عَلَى ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ”


Artinya (Kemenag RI):

"Barang siapa yang Allah kehendaki untuk diberi petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Dia menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seakan-akan dia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan azab kepada orang-orang yang tidak beriman."



---


1. Tafsir Ibnu Katsir


Ibnu Katsir menjelaskan bahwa:


Petunjuk adalah dari Allah. Jika Allah menghendaki seseorang mendapatkan hidayah, maka Allah akan menjadikan hatinya lapang untuk menerima Islam, senang mendengarkan kebenaran, dan merasa nyaman menjalani syariat.


Sebaliknya, jika Allah menghendaki seseorang sesat, maka Allah jadikan hatinya sempit dan sesak, tidak mau menerima kebenaran, merasa berat dengan Islam, seolah-olah sedang mendaki langit—sebuah perumpamaan tentang kesulitan yang sangat luar biasa.


Perumpamaan ini menunjukkan betapa susahnya orang kafir menerima iman. Mereka seperti kehabisan udara, sebagaimana orang yang naik ke tempat tinggi di langit.


Kata “rijs” di akhir ayat diartikan sebagai azab, siksa, dan kekotoran yang Allah timpakan kepada orang-orang kafir.




---


2. Tafsir Al-Jalalain


Jika Allah menghendaki seseorang mendapat hidayah, maka Dia melapangkan dadanya untuk menerima Islam.


Dan jika Allah menghendaki seseorang tersesat, maka Dia menjadikan dadanya sempit dan penuh kesulitan, seakan-akan dia sedang mendaki ke langit (yakni susah bernapas).


Ini menggambarkan betapa beratnya iman bagi orang yang tidak diberi petunjuk.


“Rijs” adalah azab dan keburukan yang diberikan kepada orang yang menolak iman.




---


3. Tafsir Ath-Thabari


Dalam tafsir ini, dijelaskan bahwa Allah-lah yang berkuasa memberikan petunjuk dan kesesatan.


Ayat ini sekaligus membantah orang-orang musyrik yang menyangka bahwa mereka bisa memilih hidayah sendiri.


“Yashrah shadrah” adalah ungkapan tentang seseorang yang menerima Islam dengan lapang dan senang hati.


Sedangkan “yaj‘al shadrah dayyiqan harajan” adalah untuk menggambarkan kondisi orang kafir yang tidak mau menerima Islam, hatinya sempit, sesak, gelap, dan tidak ada cahaya hidayah sedikit pun.


Ungkapan "seperti mendaki langit" adalah kinayah (kiasan) tentang hal yang mustahil atau sangat berat.




---


4. Tafsir al-Muyassar (tafsir ringkas kontemporer)


Siapa yang Allah kehendaki untuk mendapatkan hidayah, Dia akan membuka hatinya untuk menerima Islam dengan mudah dan lapang.


Dan siapa yang dikehendaki dalam kesesatan, Allah akan menjadikan hatinya sempit, sesak, dan tidak mampu menerima kebenaran, seolah-olah dia menanjak ke atas langit, menunjukkan berat dan sulitnya menerima iman.


Demikianlah, Allah menjadikan kesesatan dan hukuman sebagai balasan atas kekufuran dan penolakan terhadap iman.




---


Kesimpulan Makna Ayat (Ringkasan)


Hidayah dan kesesatan adalah kehendak Allah, namun manusia tetap diberi kehendak untuk memilih dan bertanggung jawab.


Orang yang mendapatkan hidayah akan merasa lapang dada dan bahagia dalam Islam.


Orang yang tersesat akan merasa berat, sesak, dan tidak mampu menerima Islam, seperti orang yang sedang menanjak ke langit.


Ini juga menjelaskan tentang psikologi spiritual orang beriman dan kafir dalam menerima atau menolak agama.




---


Jika kamu ingin saya bantu buatkan versi ceramah, makalah, atau penggalian tematik dari ayat ini (misalnya tentang hidayah dan kesesatan), tinggal beri tahu saja.


Jumat, 09 Mei 2025

TAFSIR AL AN'AM 124 OK

 

1. Surah Al-An'am Ayat 124

Arabic:

وَإِذَا جَاءَتْهُمْ آيَةٌ قَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ حَتَّىٰ نُؤْتَىٰ مِثْلَ مَا أُوتِيَ رُسُلُ اللَّهِ ۘ ٱللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَـٰلَتَهُۥ ۗ سَيُصِيبُ ٱلَّذِينَ أَجْرَمُوا۟ صَغَارٌ عِندَ ٱللَّهِ وَعَذَابٌۭ شَدِيدٌۢ بِمَا كَانُوا۟ يَمْكُرُونَ

Terjemahan (Kemenag RI):

Dan apabila datang suatu ayat kepada mereka, mereka berkata: “Kami tidak akan beriman hingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada rasul-rasul Allah.” Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. Orang-orang yang berdosa itu akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan azab yang berat, karena mereka selalu melakukan tipu daya.


📜 2. Asbābun Nuzūl (Sebab Turunnya Ayat)

Menurut Al-Wahidi dan As-Suyuthi, ayat ini diturunkan mengenai orang-orang musyrik Quraisy, khususnya Al-Walid bin Al-Mughirah dan para pemuka lainnya.

🟤 Latar Kejadiannya:

Mereka berkata:

"Jika Muhammad benar-benar seorang nabi, mengapa bukan salah satu dari pembesar seperti kami yang dipilih oleh Allah? Kami tidak akan percaya kecuali jika kami juga diberi wahyu atau diberi kehormatan sebagaimana para rasul."

Ini adalah bentuk kesombongan dan penolakan mereka terhadap kehendak Allah dalam memilih nabi, seolah-olah mereka berhak menentukan siapa yang layak menjadi Rasul.


📚 3. Tafsir Ayat 124 dari Empat Sumber

a. Tafsir Ibnu Katsir

  • Orang-orang kafir menuntut agar mereka juga mendapatkan wahyu atau kedudukan kenabian.

  • Mereka menginginkan kehormatan kenabian karena iri, bukan karena mencari kebenaran.

  • Allah membantah mereka dengan tegas: hanya Dia yang mengetahui siapa yang layak mengemban risalah-Nya.

  • Ibnu Katsir mengutip ayat lain sebagai penguat:

    "Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan risalah-Nya." (QS. Al-An'am: 124)

  • Penolakan mereka mendatangkan dua hukuman:

    • Ṣaghār (kehinaan dunia dan akhirat)

    • ‘Adzābun syadīd (azab yang pedih)

b. Tafsir Kementerian Agama (Tafsir Kemenag)

  • Ayat ini mengkritik kesombongan kaum kafir Makkah yang ingin menjadi nabi jika benar kenabian itu sesuatu yang agung.

  • Mereka tidak memahami bahwa kenabian adalah pilihan mutlak dari Allah, bukan jabatan yang bisa dituntut.

  • Sikap mereka menunjukkan niat buruk dan makar terhadap Islam.

  • Akibatnya adalah kehinaan di hadapan Allah dan azab berat, karena mereka terus-menerus menolak kebenaran dengan alasan yang dibuat-buat.

c. Tafsir Quraish Shihab (Tafsir Al-Mishbah)

  • Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan mentalitas orang-orang yang menolak iman karena hawa nafsu dan status sosial, bukan karena kurangnya bukti.

  • Mereka merasa seharusnya yang menjadi nabi adalah dari golongan elite dan terkemuka, bukan Muhammad yang yatim dan miskin.

  • Allah menjawab dengan bijak: Dia lebih tahu kepada siapa Dia mengamanahkan risalah-Nya.

  • Sikap sombong dan hasad ini membawa kehinaan sosial dan spiritual, serta azab berat sebagai balasan atas makar mereka.

d. Tafsir Al-Qurtubi

  • Al-Qurtubi menegaskan bahwa permintaan mereka adalah tipu daya dan pengingkaran terhadap takdir Allah.

  • Allah menjelaskan bahwa kenabian bukanlah hasil usaha, tetapi karunia yang dipilih Allah.

  • Ia menambahkan bahwa "ṣaghār" (kehinaan) yang disebut dalam ayat bisa berarti:

    • Kehinaan di dunia (runtuhnya kekuasaan mereka)

    • Kehinaan di akhirat (masuk neraka)

  • Ayat ini juga sebagai peringatan kepada umat Islam untuk tidak meniru sikap sombong para kafir Quraisy yang ingin mencampuri urusan ilahiyah dengan standar duniawi.


🧠 Kesimpulan Umum:

AspekPenjelasan
Asbabun NuzulTurun karena pembesar Quraisy menolak kenabian Nabi Muhammad ﷺ dan menuntut agar mereka juga dijadikan rasul.
Pokok TafsirKenabian adalah pilihan mutlak Allah; bukan jabatan yang bisa diminta atau ditentukan manusia.
Sanksi bagi penolak kebenaranKehinaan (ṣaghār) dan azab pedih sebagai akibat dari kesombongan dan makar mereka.
PelajaranJangan menilai kebenaran berdasarkan status sosial atau duniawi. Terimalah petunjuk berdasarkan ilmu dan ketundukan kepada Allah.


https://chatgpt.com/c/681e5b55-b6bc-8002-8acc-0812e626594b

TAFSIR AL AN'AM 123 OK

Surat Al-An'am Ayat 123:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا لِيَمْكُرُوا فِيهَا ۖ وَمَا يَمْكُرُونَ إِلَّا بِأَنفُسِهِمْ وَمَا يَشْعُرُونَ

Artinya:

Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang besar agar mereka melakukan tipu daya di negeri itu. Dan mereka tidaklah memperdaya melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.
(QS. Al-An'am: 123)

.


Makna Asbabun Nuzul Ini:

  • Ayat ini menghibur Nabi Muhammad ﷺ, agar beliau tidak bersedih karena sikap para pembesar Quraisy.

  • Juga memberi pelajaran bagi umat Islam: bahwa penolakan dari elit bukanlah bukti kelemahan dakwah, tetapi bagian dari ujian yang telah Allah tetapkan sejak dahulu kala.


Jika kamu ingin, saya bisa tambahkan kutipan langsung dari kitab Asbab al-Nuzul karya Al-Wahidi atau Lubab an-Nuqul karya As-Suyuthi sebagai referensi otoritatif. Mau saya tambahkan kutipan teks Arab aslinya juga?


Tafsir Ringkas (Kementerian Agama RI):

Allah menjelaskan bahwa dalam setiap negeri, biasanya terdapat para pembesar atau tokoh masyarakat yang justru menjadi para pelaku kejahatan dan kerusakan. Mereka diberi kekuasaan dan harta yang besar sehingga menjadi tokoh utama dalam menentang kebenaran dan menyesatkan orang lain.

Namun, tipu daya dan makar mereka sesungguhnya kembali kepada diri mereka sendiri. Mereka mengira sedang mengatur siasat untuk menjatuhkan kebenaran, padahal mereka sedang menggali lubang kehancuran bagi diri mereka sendiri. Hanya saja mereka tidak menyadari itu.


Penjelasan Tafsir dari Ibnu Katsir:

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, ayat ini menunjukkan sunnatullah (hukum Allah yang berlaku) bahwa penentangan terhadap para nabi biasanya datang dari para pembesar dan orang-orang kaya yang sombong di tiap negeri. Mereka menggunakan kekuasaan mereka untuk memusuhi dakwah dan menyesatkan masyarakat umum.

Namun Allah membalas makar mereka dengan makar-Nya, dan akhirnya mereka binasa dengan tipu daya mereka sendiri.


Pelajaran dari Ayat Ini:

  1. Tipu daya para penjahat tidak bisa mengalahkan kebenaran, karena Allah senantiasa mengatur segala sesuatu dengan hikmah.

  2. Kekuasaan dan status sosial tidak menjamin kebenaran, bahkan sering kali menjadi penyebab kesombongan dan penolakan terhadap petunjuk Allah.

  3. Orang-orang beriman harus waspada terhadap propaganda elite yang menyesatkan, karena sejarah menunjukkan bahwa para pembesar kerap menjadi sumber fitnah.https://chatgpt.com/c/681e5b55-b6bc-8002-8acc-0812e626594b

SUMBER 2 

1. Tafsir Al-Mishbah – Prof. Quraish Shihab:

Dalam Tafsir Al-Mishbah, Prof. Quraish Shihab menekankan bahwa ayat ini menjelaskan mekanisme sosial yang berulang sepanjang sejarah: yaitu bahwa penentangan terhadap misi para nabi sering kali datang dari kalangan elite masyarakat yang merasa terancam oleh ajaran tauhid dan keadilan.

  • "Akābira mujrimīhā": Para pemuka masyarakat yang tidak hanya berdosa secara pribadi, tetapi mengorganisasi dan memimpin kejahatan secara kolektif.

  • Mereka menciptakan sistem yang merusak masyarakat lewat tipu daya, propaganda, dan pengaruh.

  • Namun semua makar itu pada akhirnya menimpa mereka sendiri, karena mereka memutus hubungan dengan kebenaran dan membuat masyarakat rusak yang pada akhirnya menggulingkan mereka sendiri.

Pesan pentingnya: masyarakat hendaknya tidak mengikuti elite yang menyimpang, karena mereka tidak hanya menyesatkan dirinya, tetapi juga umat secara luas.


2. Tafsir Al-Qurtubi:

Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa:

  • Allah menghendaki adanya ujian dan pertarungan antara kebenaran dan kebatilan, salah satunya dengan menetapkan bahwa di tiap negeri selalu ada pemimpin kejahatan.

  • "Kami jadikan para penjahat besar di negeri itu" bukan berarti Allah meridhai kejahatan mereka, tetapi sebagai bentuk ujian kepada umat manusia—apakah mereka mengikuti pemuka yang salah atau berpihak pada kebenaran.

  • Mereka mengira sedang menyusun tipu daya yang berhasil, tetapi pada akhirnya mereka terjebak oleh tipu daya mereka sendiri, baik secara duniawi maupun ukhrawi.

Kesimpulan Al-Qurtubi: ayat ini adalah peringatan keras terhadap orang-orang yang mengikuti elite yang dzalim, serta penegasan bahwa makar melawan kebenaran tidak akan pernah berhasil.


Kesimpulan Umum dari Ketiga Tafsir:

  • Dalam setiap masyarakat, akan selalu ada kelompok elit yang menyimpang.

  • Tipu daya mereka hanyalah bentuk ujian bagi orang-orang beriman.

  • Kebenaran pada akhirnya akan menang, dan makar para penentang akan kembali membinasakan mereka sendiri.