Surah Al-An‘am (6): Ayat 119
Arab:
وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا۟ مِمَّا ذُكِرَ ٱسْمُ ٱللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا ٱضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًۭا لَّيُضِلُّونَ بِأَهْوَآئِهِم بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُعْتَدِينَ
Latin:
Wa mā lakum allā ta’kulụ mimmā żukira-smullāhi ‘alaihi wa qad faṣṣala lakum mā ḥarrama ‘alaikum illā maḍṭurirtum ilaihi, wa inna kaṡīral la yuḍillụna bi-ahlā`ihim bighairi ‘ilm, inna rabbaka huwa a‘lamu bil-mu‘tadīn.
Terjemah (Kemenag RI):
"Mengapa kamu tidak mau memakan dari (hewan) yang disebut nama Allah padanya, padahal Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali kalau kamu dalam keadaan terpaksa? Dan sesungguhnya banyak (manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas."
🧠 Tafsir dan Penjelasan Detail
1. “Mengapa kamu tidak mau memakan dari (hewan) yang disebut nama Allah padanya…”
-
Kalimat ini bernuansa kecaman: Allah mencela mereka yang enggan memakan sembelihan halal, yang padahal disembelih dengan menyebut nama Allah.
-
Ayat ini menjawab orang-orang yang terpengaruh oleh kaum musyrikin, yang mengharamkan sembelihan kaum Muslimin.
2. “…padahal Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya atasmu…”
-
Allah telah merinci dalam Al-Qur’an (misalnya di Al-Baqarah: 173 dan Al-Ma’idah: 3) mengenai jenis-jenis makanan haram seperti bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan tanpa nama Allah.
-
Maka tidak ada alasan untuk mengharamkan sesuatu yang telah Allah halalkan.
3. “…kecuali kalau kamu dalam keadaan terpaksa”
-
Ini adalah pengecualian syar’i: dalam keadaan darurat (seperti kelaparan yang mengancam nyawa), sesuatu yang haram boleh dimakan sebatas kebutuhan untuk menyelamatkan hidup.
4. “Sesungguhnya banyak (manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan”
-
Banyak orang, terutama tokoh-tokoh musyrikin dan ahli bid‘ah, mengharamkan atau menghalalkan sesuatu berdasarkan hawa nafsu dan spekulasi, bukan ilmu wahyu.
-
Ini juga memperingatkan bahwa kesesatan bisa tersebar karena mengikuti tokoh atau budaya tanpa ilmu.
5. “Sesungguhnya Tuhanmu, Dia lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas”
-
Allah menegaskan bahwa Dia mengetahui siapa yang berlebih-lebihan dalam agama, baik dengan mengharamkan yang halal, menghalalkan yang haram, atau menyesatkan orang lain dengan kepalsuan.
-
Orang yang seperti ini disebut mu‘tadīn (melampaui batas) dan akan dimintai pertanggungjawaban.
📚 Kandungan Hikmah dan Pelajaran Ayat 119
-
Larangan mengharamkan yang telah Allah halalkan, seperti sembelihan yang dibacakan nama Allah.
-
Allah telah merinci apa yang diharamkan, jadi tidak boleh menambah atau mengurangi hukum tersebut.
-
Dalam keadaan darurat, Islam memberikan keringanan syariat (rukhshah).
-
Hawa nafsu dan ketidaktahuan adalah sumber utama kesesatan—ilmu dan wahyu harus menjadi dasar.
-
Tidak semua mayoritas atau tokoh layak diikuti, karena bisa saja mereka termasuk orang yang melampaui batas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar