Cari Blog Ini

Jumat, 09 Mei 2025

TAFSIR AL AN'AM 124 OK

 

1. Surah Al-An'am Ayat 124

Arabic:

وَإِذَا جَاءَتْهُمْ آيَةٌ قَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ حَتَّىٰ نُؤْتَىٰ مِثْلَ مَا أُوتِيَ رُسُلُ اللَّهِ ۘ ٱللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَـٰلَتَهُۥ ۗ سَيُصِيبُ ٱلَّذِينَ أَجْرَمُوا۟ صَغَارٌ عِندَ ٱللَّهِ وَعَذَابٌۭ شَدِيدٌۢ بِمَا كَانُوا۟ يَمْكُرُونَ

Terjemahan (Kemenag RI):

Dan apabila datang suatu ayat kepada mereka, mereka berkata: “Kami tidak akan beriman hingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada rasul-rasul Allah.” Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. Orang-orang yang berdosa itu akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan azab yang berat, karena mereka selalu melakukan tipu daya.


📜 2. Asbābun Nuzūl (Sebab Turunnya Ayat)

Menurut Al-Wahidi dan As-Suyuthi, ayat ini diturunkan mengenai orang-orang musyrik Quraisy, khususnya Al-Walid bin Al-Mughirah dan para pemuka lainnya.

🟤 Latar Kejadiannya:

Mereka berkata:

"Jika Muhammad benar-benar seorang nabi, mengapa bukan salah satu dari pembesar seperti kami yang dipilih oleh Allah? Kami tidak akan percaya kecuali jika kami juga diberi wahyu atau diberi kehormatan sebagaimana para rasul."

Ini adalah bentuk kesombongan dan penolakan mereka terhadap kehendak Allah dalam memilih nabi, seolah-olah mereka berhak menentukan siapa yang layak menjadi Rasul.


📚 3. Tafsir Ayat 124 dari Empat Sumber

a. Tafsir Ibnu Katsir

  • Orang-orang kafir menuntut agar mereka juga mendapatkan wahyu atau kedudukan kenabian.

  • Mereka menginginkan kehormatan kenabian karena iri, bukan karena mencari kebenaran.

  • Allah membantah mereka dengan tegas: hanya Dia yang mengetahui siapa yang layak mengemban risalah-Nya.

  • Ibnu Katsir mengutip ayat lain sebagai penguat:

    "Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan risalah-Nya." (QS. Al-An'am: 124)

  • Penolakan mereka mendatangkan dua hukuman:

    • Ṣaghār (kehinaan dunia dan akhirat)

    • ‘Adzābun syadīd (azab yang pedih)

b. Tafsir Kementerian Agama (Tafsir Kemenag)

  • Ayat ini mengkritik kesombongan kaum kafir Makkah yang ingin menjadi nabi jika benar kenabian itu sesuatu yang agung.

  • Mereka tidak memahami bahwa kenabian adalah pilihan mutlak dari Allah, bukan jabatan yang bisa dituntut.

  • Sikap mereka menunjukkan niat buruk dan makar terhadap Islam.

  • Akibatnya adalah kehinaan di hadapan Allah dan azab berat, karena mereka terus-menerus menolak kebenaran dengan alasan yang dibuat-buat.

c. Tafsir Quraish Shihab (Tafsir Al-Mishbah)

  • Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan mentalitas orang-orang yang menolak iman karena hawa nafsu dan status sosial, bukan karena kurangnya bukti.

  • Mereka merasa seharusnya yang menjadi nabi adalah dari golongan elite dan terkemuka, bukan Muhammad yang yatim dan miskin.

  • Allah menjawab dengan bijak: Dia lebih tahu kepada siapa Dia mengamanahkan risalah-Nya.

  • Sikap sombong dan hasad ini membawa kehinaan sosial dan spiritual, serta azab berat sebagai balasan atas makar mereka.

d. Tafsir Al-Qurtubi

  • Al-Qurtubi menegaskan bahwa permintaan mereka adalah tipu daya dan pengingkaran terhadap takdir Allah.

  • Allah menjelaskan bahwa kenabian bukanlah hasil usaha, tetapi karunia yang dipilih Allah.

  • Ia menambahkan bahwa "ṣaghār" (kehinaan) yang disebut dalam ayat bisa berarti:

    • Kehinaan di dunia (runtuhnya kekuasaan mereka)

    • Kehinaan di akhirat (masuk neraka)

  • Ayat ini juga sebagai peringatan kepada umat Islam untuk tidak meniru sikap sombong para kafir Quraisy yang ingin mencampuri urusan ilahiyah dengan standar duniawi.


🧠 Kesimpulan Umum:

AspekPenjelasan
Asbabun NuzulTurun karena pembesar Quraisy menolak kenabian Nabi Muhammad ﷺ dan menuntut agar mereka juga dijadikan rasul.
Pokok TafsirKenabian adalah pilihan mutlak Allah; bukan jabatan yang bisa diminta atau ditentukan manusia.
Sanksi bagi penolak kebenaranKehinaan (ṣaghār) dan azab pedih sebagai akibat dari kesombongan dan makar mereka.
PelajaranJangan menilai kebenaran berdasarkan status sosial atau duniawi. Terimalah petunjuk berdasarkan ilmu dan ketundukan kepada Allah.


https://chatgpt.com/c/681e5b55-b6bc-8002-8acc-0812e626594b

TAFSIR AL AN'AM 123 OK

Surat Al-An'am Ayat 123:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا لِيَمْكُرُوا فِيهَا ۖ وَمَا يَمْكُرُونَ إِلَّا بِأَنفُسِهِمْ وَمَا يَشْعُرُونَ

Artinya:

Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang besar agar mereka melakukan tipu daya di negeri itu. Dan mereka tidaklah memperdaya melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.
(QS. Al-An'am: 123)

.


Makna Asbabun Nuzul Ini:

  • Ayat ini menghibur Nabi Muhammad ﷺ, agar beliau tidak bersedih karena sikap para pembesar Quraisy.

  • Juga memberi pelajaran bagi umat Islam: bahwa penolakan dari elit bukanlah bukti kelemahan dakwah, tetapi bagian dari ujian yang telah Allah tetapkan sejak dahulu kala.


Jika kamu ingin, saya bisa tambahkan kutipan langsung dari kitab Asbab al-Nuzul karya Al-Wahidi atau Lubab an-Nuqul karya As-Suyuthi sebagai referensi otoritatif. Mau saya tambahkan kutipan teks Arab aslinya juga?


Tafsir Ringkas (Kementerian Agama RI):

Allah menjelaskan bahwa dalam setiap negeri, biasanya terdapat para pembesar atau tokoh masyarakat yang justru menjadi para pelaku kejahatan dan kerusakan. Mereka diberi kekuasaan dan harta yang besar sehingga menjadi tokoh utama dalam menentang kebenaran dan menyesatkan orang lain.

Namun, tipu daya dan makar mereka sesungguhnya kembali kepada diri mereka sendiri. Mereka mengira sedang mengatur siasat untuk menjatuhkan kebenaran, padahal mereka sedang menggali lubang kehancuran bagi diri mereka sendiri. Hanya saja mereka tidak menyadari itu.


Penjelasan Tafsir dari Ibnu Katsir:

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, ayat ini menunjukkan sunnatullah (hukum Allah yang berlaku) bahwa penentangan terhadap para nabi biasanya datang dari para pembesar dan orang-orang kaya yang sombong di tiap negeri. Mereka menggunakan kekuasaan mereka untuk memusuhi dakwah dan menyesatkan masyarakat umum.

Namun Allah membalas makar mereka dengan makar-Nya, dan akhirnya mereka binasa dengan tipu daya mereka sendiri.


Pelajaran dari Ayat Ini:

  1. Tipu daya para penjahat tidak bisa mengalahkan kebenaran, karena Allah senantiasa mengatur segala sesuatu dengan hikmah.

  2. Kekuasaan dan status sosial tidak menjamin kebenaran, bahkan sering kali menjadi penyebab kesombongan dan penolakan terhadap petunjuk Allah.

  3. Orang-orang beriman harus waspada terhadap propaganda elite yang menyesatkan, karena sejarah menunjukkan bahwa para pembesar kerap menjadi sumber fitnah.https://chatgpt.com/c/681e5b55-b6bc-8002-8acc-0812e626594b

SUMBER 2 

1. Tafsir Al-Mishbah – Prof. Quraish Shihab:

Dalam Tafsir Al-Mishbah, Prof. Quraish Shihab menekankan bahwa ayat ini menjelaskan mekanisme sosial yang berulang sepanjang sejarah: yaitu bahwa penentangan terhadap misi para nabi sering kali datang dari kalangan elite masyarakat yang merasa terancam oleh ajaran tauhid dan keadilan.

  • "Akābira mujrimīhā": Para pemuka masyarakat yang tidak hanya berdosa secara pribadi, tetapi mengorganisasi dan memimpin kejahatan secara kolektif.

  • Mereka menciptakan sistem yang merusak masyarakat lewat tipu daya, propaganda, dan pengaruh.

  • Namun semua makar itu pada akhirnya menimpa mereka sendiri, karena mereka memutus hubungan dengan kebenaran dan membuat masyarakat rusak yang pada akhirnya menggulingkan mereka sendiri.

Pesan pentingnya: masyarakat hendaknya tidak mengikuti elite yang menyimpang, karena mereka tidak hanya menyesatkan dirinya, tetapi juga umat secara luas.


2. Tafsir Al-Qurtubi:

Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa:

  • Allah menghendaki adanya ujian dan pertarungan antara kebenaran dan kebatilan, salah satunya dengan menetapkan bahwa di tiap negeri selalu ada pemimpin kejahatan.

  • "Kami jadikan para penjahat besar di negeri itu" bukan berarti Allah meridhai kejahatan mereka, tetapi sebagai bentuk ujian kepada umat manusia—apakah mereka mengikuti pemuka yang salah atau berpihak pada kebenaran.

  • Mereka mengira sedang menyusun tipu daya yang berhasil, tetapi pada akhirnya mereka terjebak oleh tipu daya mereka sendiri, baik secara duniawi maupun ukhrawi.

Kesimpulan Al-Qurtubi: ayat ini adalah peringatan keras terhadap orang-orang yang mengikuti elite yang dzalim, serta penegasan bahwa makar melawan kebenaran tidak akan pernah berhasil.


Kesimpulan Umum dari Ketiga Tafsir:

  • Dalam setiap masyarakat, akan selalu ada kelompok elit yang menyimpang.

  • Tipu daya mereka hanyalah bentuk ujian bagi orang-orang beriman.

  • Kebenaran pada akhirnya akan menang, dan makar para penentang akan kembali membinasakan mereka sendiri.

Jumat, 02 Mei 2025

TAFSIR AL AN'AM 122 OK

 

Surah Al-An‘am (6): Ayat 122

Teks Arab:

أَوَمَن كَانَ مَيْتًۭا فَأَحْيَيْنَـٰهُ وَجَعَلْنَا لَهُۥ نُورًۭا يَمْشِى بِهِۦ فِى ٱلنَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُۥ فِى ٱلظُّلُمَـٰتِ لَيْسَ بِخَارِجٍۢ مِّنْهَا ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْكَـٰفِرِينَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Latin:

Awa man kāna maitan fa-aḥyaināhu wa ja‘alnā lahu nūran yamsyī bihī fin-nāsi kaman maṡaluhū fiz-ẓulumāti laisa bikhārijim-minhā, kadhālika zuyyina lil-kāfirīna mā kānụ ya‘malụn.

Terjemahan (Kemenag RI):

"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian Kami hidupkan, dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan dan sekali-kali tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir apa yang mereka kerjakan."


📚 Asbābun Nuzūl (Sebab Turunnya Ayat)

Riwayat dari Ibnu ‘Abbas dan Mujahid:

Diriwayatkan bahwa ayat ini turun tentang sahabat Nabi ﷺ yang bernama ‘Amr bin al-Jamūh, atau menurut riwayat lain tentang Umar bin Khattab sebelum masuk Islam.

Namun, riwayat yang paling populer adalah:

Ayat ini turun tentang seseorang yang dulunya kafir (mati secara ruhani), lalu Allah berikan hidayah (dihidupkan kembali), dan ia membawa cahaya iman di tengah masyarakat.

Sementara orang yang tetap dalam kekafiran diserupakan seperti orang yang terperangkap dalam kegelapan total dan tidak bisa keluar darinya.

📌 Catatan:

  • Ibnu Mas‘ud menafsirkan bahwa “orang yang mati” adalah perumpamaan bagi orang kafir, dan “dihidupkan” artinya mendapat hidayah kepada Islam.

  • Cahaya” dalam ayat ini adalah Al-Qur’an, iman, dan petunjuk.


🧠 Tafsir dan Penjelasan Ayat

1. “Apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan...”

  • Ini adalah perumpamaan (tamtsil) yang sangat kuat dari Allah ﷻ.

  • “Mati” maksudnya mati hati dan akalnya dari iman dan hidayah, yakni kondisi orang kafir yang belum mendapat petunjuk.

  • “Kami hidupkan” artinya Allah memberikan hidayah, iman, dan Islam, hingga orang itu seperti hidup kembali dari kematian ruhani.

2. “...dan Kami berikan kepadanya cahaya untuk berjalan di tengah-tengah manusia”

  • Cahaya (nūr) adalah ilmu, iman, dan Al-Qur'an.

  • Dengan cahaya itu, dia bisa hidup secara benar dalam masyarakat, menebar petunjuk, dan mengenali jalan kebenaran di tengah gelapnya kebatilan.

  • Ia jadi sosok yang membawa perubahan, tidak hanya selamat untuk diri sendiri, tetapi juga memandu orang lain.

3. “...sama dengan orang yang berada dalam kegelapan dan tidak bisa keluar darinya?”

  • Perumpamaan kedua: orang kafir yang tetap dalam kesesatan, tidak punya cahaya petunjuk, hidup dalam kegelapan syirik, hawa nafsu, dan kebodohan.

  • "Tidak bisa keluar" maksudnya tidak mampu selamat karena menolak iman dan menutup diri dari kebenaran.

4. “Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir apa yang mereka kerjakan”

  • Syaitan menghias perbuatan mereka sehingga mereka merasa benar dan bangga dalam kesesatan.

  • Ini juga peringatan agar kita tidak tertipu dengan banyaknya pengikut atau kemegahan kebatilan.


🌟 Pelajaran dan Hikmah dari Ayat Ini

  1. Hidayah adalah kehidupan yang sejati—tanpanya, manusia bagai mayat yang berjalan.

  2. Cahaya iman dan ilmu adalah satu-satunya pembimbing di tengah kegelapan zaman.

  3. Tidak semua orang yang hidup secara fisik berarti hidup secara ruhani.

  4. Orang yang mendapat hidayah harus berperan aktif di tengah masyarakat, seperti berjalan dengan cahaya.

  5. Kesesatan bisa tampak indah di mata orang kafir, maka penting untuk selalu mengukur kebenaran dengan wahyu, bukan mayoritas atau selera.

  6. Ayat ini juga menjadi motivasi dakwah: siapa pun bisa saja dulu dalam kegelapan, tapi jika mendapat hidayah, bisa menjadi obor cahaya bagi masyarakat.


SUMBER 2

📖 Surah Al-An’am ayat 122

أَوَمَن كَانَ مَيْتًۭا فَأَحْيَيْنَـٰهُ وَجَعَلْنَا لَهُۥ نُورًۭا يَمْشِى بِهِۦ فِى ٱلنَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُۥ فِى ٱلظُّلُمَـٰتِ لَيْسَ بِخَارِجٍۢ مِّنْهَا ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْكَـٰفِرِينَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Artinya:
"Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dia dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir apa yang mereka kerjakan."
(QS. Al-An’am: 122)


1. Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat)

Dalam Tafsir Ibnu Katsir, disebutkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu sebelum masuk Islam.

✦ Riwayat dari Mujahid dan lainnya:

Disebutkan bahwa:

"Ayat ini turun berkenaan dengan Umar bin Al-Khattab. Ia dahulu dalam keadaan mati (kufur), lalu Allah hidupkan ia dengan Islam, dan menjadikannya memiliki cahaya (iman) yang berjalan di tengah manusia."

Artinya, “orang yang mati lalu Kami hidupkan” adalah Umar sebelum Islam. Ia berada dalam kegelapan (kufur), kemudian Allah memberinya hidup (iman) dan cahaya (hidayah).

Sebagian ulama juga menyebutkan bahwa lawan perbandingan dalam ayat ini — “orang yang berada dalam kegelapan dan tidak bisa keluar” — adalah Abu Jahl, sepupu Umar sendiri, yang tetap dalam kekafiran hingga mati.

Namun, ayat ini bersifat umum, mencakup siapa saja yang dulunya dalam kekufuran lalu Allah beri hidayah. Dan sebaliknya, siapa saja yang tetap dalam kesesatan.


2. Tafsir Ibnu Katsir – Penjelasan Rinci

✔️ "Apakah orang yang dahulu mati, lalu Kami hidupkan dia..."

  • Makna “mati” di sini adalah mati hatinya karena kufur dan kesesatan.

  • “Kami hidupkan dia” maksudnya dengan iman dan petunjuk.

  • Ini adalah majaz (perumpamaan) antara keadaan sebelum dan sesudah mendapat hidayah.

✔️ "Kami jadikan untuknya cahaya yang dengannya ia berjalan di tengah manusia..."

  • “Cahaya” adalah Al-Qur’an, iman, dan ilmu.

  • Ia berjalan di tengah manusia dengan membawa bimbingan Allah, yakni berakhlak mulia, berdakwah, menegakkan kebenaran, dan lainnya.

✔️ "Sama dengan orang yang dalam kegelapan dan tidak bisa keluar darinya?"

  • Orang ini adalah yang tetap dalam kekufuran, tidak memiliki hidayah dan tertutup dari kebenaran.

  • Ia seperti orang dalam kegelapan berlapis-lapis yang tidak tahu arah, tanpa petunjuk, dan tidak punya jalan keluar.

Ibnu Katsir mengutip juga ayat-ayat lain yang senada, seperti:

"Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya..." (QS. Al-Baqarah: 257)

✔️ "Demikianlah dijadikan indah bagi orang-orang kafir apa yang mereka kerjakan"

  • Artinya, setan menghias perbuatan buruk mereka sehingga tampak baik.

  • Mereka merasa benar dengan apa yang mereka lakukan, padahal itu adalah kesesatan yang nyata.


3. Faedah Tafsir Ayat (Kesimpulan Ibnu Katsir)

  1. Hidayah adalah kehidupan bagi hati yang sebelumnya mati karena kekufuran.

  2. Orang yang mendapat hidayah akan hidup dengan cahaya iman, yang menuntunnya dalam semua urusan.

  3. Orang kafir seperti terkurung dalam kegelapan, tidak bisa keluar darinya kecuali dengan izin Allah.

  4. Setan menghias keburukan agar tampak baik, sehingga orang kafir tetap dalam kesesatannya.


🔎 Penegasan:

Menurut Ibnu Katsir, walaupun ayat ini turun dengan sebab khusus (Umar bin Khattab), tapi maknanya berlaku umum untuk setiap orang yang dulunya dalam kesesatan lalu mendapat hidayah. Ini sejalan dengan kaidah:

"العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب"
(“Yang menjadi pelajaran adalah keumuman lafaz, bukan kekhususan sebabnya.

https://chatgpt.com/c/68153a06-e15c-8000-bb23-56490586d2a9 

 

TAFSIR AL AN'AM 121 OK

 

Surah Al-An‘am (6): Ayat 121

Teks Arab:

وَلَا تَأْكُلُوا۟ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ ٱسْمُ ٱللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُۥ لَفِسْقٌ ۗ وَإِنَّ ٱلشَّيَـٰطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰٓ أَوْلِيَآئِهِمْ لِيُجَـٰدِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

Latin:

Wa lā takulụ mimmā lam yudzkarismullāhi ‘alaihi wa innahụ lafisqun, wa innasy-syayāṭīna layụḥụna ilā awliyāihim liyujādilụkum, wa in aṭa’tumụhum innakum lamusyirikụn.

Terjemahan (Kemenag RI):

"Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, sesungguhnya itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya setan membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu, dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu menjadi orang-orang musyrik."


📚 Asbābun Nuzūl (Sebab Turunnya Ayat 121)

Terdapat beberapa riwayat terkait asbabun nuzul ayat ini:

1. Riwayat dari Ibnu ‘Abbas:

Diriwayatkan oleh al-Hakim dan at-Tirmidzi, Ibnu ‘Abbas berkata:

“Orang-orang musyrik berkata kepada kaum Muslimin: 'Kalian memakan sembelihan kalian sendiri, tetapi tidak memakan sembelihan yang dimatikan oleh Allah (bangkai)?’ Maka turunlah ayat ini sebagai bantahan.”

👉 Penjelasan:

  • Kaum musyrikin menyatakan bahwa bangkai itu “dimatikan oleh Allah” secara langsung, maka seharusnya lebih suci menurut logika mereka.

  • Mereka malah mengejek kaum Muslimin karena menolak memakan bangkai, tetapi makan sembelihan manusia (dengan menyebut nama Allah).

  • Maka Allah menurunkan ayat ini untuk menegaskan bahwa tidak disebutnya nama Allah saat menyembelih adalah kefasikan, dan bahwa mengikuti logika sesat tersebut menyeret kepada syirik.


🧠 Tafsir dan Penjelasan Ayat

1. “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya...”

  • Ini adalah larangan tegas. Menyebut nama Allah saat menyembelih adalah syarat utama kehalalan.

  • Jika tidak disebut, maka sembelihan itu haram, kecuali dalam keadaan lupa menurut sebagian ulama.

2. “Sesungguhnya itu adalah suatu kefasikan (lafisq)

  • Kata "fisq" berarti keluar dari ketaatan, yaitu penyimpangan dari syariat Allah.

  • Ini menunjukkan bahwa menyembelih tanpa menyebut nama Allah adalah dosa besar dan bentuk kedurhakaan.

3. “Sesungguhnya setan membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu…”

  • Setan membisikkan pada orang-orang kafir atau ahli bid'ah untuk mendebat dan mengacaukan logika umat Islam dalam masalah halal-haram.

  • Ini adalah bentuk gangguan pemikiran (was-was syubhat), bukan hanya godaan syahwat.

4. “Jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu menjadi orang-orang musyrik”

  • Ini adalah peringatan keras: menuruti ajaran dan keyakinan yang bertentangan dengan tauhid bisa mengarah pada kemusyrikan.

  • Misalnya: mengikuti fatwa yang menolak syariat Allah, atau menghalalkan yang Allah haramkan.


🌟 Pelajaran Penting dari Ayat Ini

  1. Wajib menyebut nama Allah saat menyembelih hewan untuk memakan dagingnya secara halal.

  2. Mengikuti logika batil dan pemikiran sesat bisa menyeret ke dalam kemusyrikan.

  3. Setan tidak hanya menggoda dengan maksiat, tapi juga dengan logika yang keliru dan debat tanpa ilmu.

  4. Islam membedakan antara sebab langsung (penyembelih) dan hukum Allah. Bukan semua yang “dimatikan oleh Allah” itu otomatis halal.

  5. Menjaga makanan dari yang haram adalah bagian dari menjaga akidah dan ibadah.


SUMBER TAFSIR 2

📖 Surah Al-An'am Ayat 121

وَلَا تَأْكُلُوا۟ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ ٱسْمُ ٱللَّهِ عَلَيْهِ ۚ وَإِنَّهُۥ لَفِسْقٌۭ ۗ وَإِنَّ ٱلشَّيَـٰطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰٓ أَوْلِيَآئِهِمْ لِيُجَـٰدِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

Artinya:
"Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya (memakan binatang itu) adalah suatu kefasikan. Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar membisikkan kepada kawan-kawan mereka agar mereka membantah kamu. Dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang musyrik."


🟩 Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat)

Menurut Imam Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Jarir At-Thabari, ayat ini turun sebagai jawaban terhadap kaum musyrikin Mekah yang memprotes kebiasaan orang Islam yang tidak memakan bangkai (yang tidak disebut nama Allah ketika mati), sementara mereka menganggap bangkai adalah rezeki dari Allah.

📌 Riwayat: Dari Ibnu Abbas, ia berkata:

"Orang-orang musyrik berkata kepada kaum Muslimin: 'Kamu memakan apa yang kamu sembelih dengan tanganmu dan tidak memakan bangkai (yang disembelih tanpa menyebut nama Allah)? Padahal itu disembelih oleh Allah (karena mati sendiri)!' Maka Allah menurunkan ayat ini."
(HR. Ibnu Abi Hatim, juga diriwayatkan oleh Al-Hakim dan disahihkan oleh Adz-Dzahabi)

📌 Mereka berlogika bahwa bangkai adalah ciptaan langsung Allah, sedangkan hewan sembelihan buatan manusia. Maka turunlah ayat ini untuk membantah logika batil tersebut.


🟩 Penjelasan Tafsir Ibnu Katsir

Ibnu Katsir menjelaskan beberapa poin penting dari ayat ini:

1. Larangan Memakan Sembelihan Tanpa Menyebut Nama Allah

  • Ditegaskan bahwa menyebut nama Allah saat menyembelih adalah wajib.

  • Bila tidak disebut karena sengaja, maka sembelihannya haram dimakan.

  • Bila terlupa, sebagian ulama membolehkan memakannya, namun yang lebih hati-hati adalah meninggalkannya.

2. Kefasikan

  • Kata "لَفِسْقٌ" menunjukkan bahwa perbuatan itu adalah maksiat dan keluar dari ketaatan kepada Allah.

3. Setan Menghasut Kaum Musyrik

  • Setan membisikkan argumentasi-argumentasi batil kepada kawan-kawan mereka (kaum musyrik) untuk menyesatkan dan berdebat dengan orang Islam.

  • Ini menjelaskan adanya persekongkolan batin antara setan dan manusia yang mengikuti hawa nafsu dan kebatilan.

4. Ancaman Syirik

  • “Jika kamu menuruti mereka, maka kamu adalah musyrik”: Ini menjadi peringatan keras bahwa menaati kaum musyrik dalam perkara agama yang menyelisihi wahyu, berarti ikut dalam kesyirikan mereka.

  • Dalam hal ini, mengikuti mereka dalam halal dan haram tanpa dalil syar’i adalah bentuk pengagungan terhadap mereka melebihi Allah.


🟩 Kesimpulan Tafsir

  1. Wajib menyebut nama Allah ketika menyembelih.

  2. Haram memakan sembelihan tanpa nama Allah.

  3. Logika kaum musyrik dibantah keras oleh Al-Qur'an.

  4. Tunduk pada logika batil bisa membawa kepada syirik.

TAFSIR AL AN'AM 120

 

Surah Al-An‘am (6): Ayat 120

Teks Arab:

وَذَرُوا۟ ظَـٰهِرَ ٱلْإِثْمِ وَبَاطِنَهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْسِبُونَ ٱلْإِثْمَ سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوا۟ يَقْتَرِفُونَ

Latin:

Wa żarụ ẓāhiral-iṡmi wa bāṭinah, innallażīna yaksibụnal-iṡma sayujzawna bimā kānụ yaqtarifụn.

Terjemahan (Kemenag RI):

"Tinggalkanlah dosa yang tampak maupun yang tersembunyi. Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan dosa, akan diberi balasan karena apa yang telah mereka kerjakan."


🧠 Tafsir dan Penjelasan Detail

1. “Tinggalkanlah dosa yang tampak maupun yang tersembunyi…”

  • Perintah langsung kepada kaum Muslimin agar meninggalkan segala bentuk dosa, baik yang zāhir (lahir, tampak) maupun bāṭin (batin, tersembunyi).

  • Contoh dosa yang tampak (zāhir): zina, mencuri, membunuh, riba, memukul orang tanpa hak.

  • Contoh dosa yang tersembunyi (bāṭin): riya’, hasad, dengki, sombong, niat buruk, atau perbuatan dosa yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

  • Ini juga mencakup dosa hati dan pikiran, bukan hanya yang tampak oleh manusia.


2. “Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan dosa…”

  • Kata "yaksibūnal-iṡma" menunjukkan bahwa mereka mencari dan sengaja mengusahakan dosa.

  • Ini berbeda dengan orang yang tergelincir karena kealpaan; yang dimaksud di sini adalah orang yang sengaja, sadar, dan terus-menerus dalam kemaksiatan.


3. “...akan diberi balasan karena apa yang telah mereka kerjakan”

  • Hukuman akan diberikan sesuai dengan tingkat kesalahan dan kedurhakaan yang dilakukan.

  • Allah adalah Maha Adil; tidak ada dosa yang luput dari perhitungan-Nya.

  • Dalam tafsir Ibn Kathir, disebutkan bahwa ayat ini juga sebagai peringatan bagi orang munafik dan orang yang menutupi kejahatannya dengan penampilan luar yang baik.


📚 Kandungan Hikmah dan Pelajaran Ayat 120

  1. Islam melarang seluruh bentuk dosa, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi.

  2. Dosa batin seperti kesombongan, iri hati, dan niat buruk adalah sebentuk kemaksiatan yang sering diremehkan.

  3. Pembersihan jiwa (tazkiyatun nafs) adalah kunci utama dalam menjalankan Islam secara total.

  4. Allah mencatat semua amal, baik yang besar maupun kecil, yang terang maupun yang rahasia.

  5. Jangan tertipu oleh penampilan, karena yang paling penting adalah kondisi hati dan keikhlasan.


🏷️ Konteks Ayat:

Ayat ini merupakan kelanjutan dari pembahasan sebelumnya mengenai halal-haram dalam makanan dan ibadah, lalu dilanjutkan dengan perintah untuk menjauhi dosa dalam segala bentuknya, baik yang berhubungan dengan tindakan lahiriah maupun yang berkaitan dengan batin dan niat.


SUMBER 2


📖 Surah Al-An‘ām Ayat 120

وَذَرُوا۟ ظَـٰهِرَ ٱلْإِثْمِ وَبَاطِنَهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْسِبُونَ ٱلْإِثْمَ سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوا۟ يَقْتَرِفُونَ

Terjemah (Kementerian Agama RI):

"Tinggalkanlah dosa yang tampak maupun yang tersembunyi. Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan dosa itu akan diberi balasan akibat apa yang telah mereka kerjakan."


📌 Asbābun Nuzūl (Sebab Turunnya Ayat) – Menurut Ahli Tafsir

Menurut tafsir-tafsir klasik seperti Tafsir At-Thabari dan Tafsir Al-Qurthubi, serta dijelaskan kembali oleh Ibnu Katsir, ayat ini turun dalam konteks:

🟩 Menanggapi kebiasaan kaum jahiliyah yang melakukan dosa secara terang-terangan dan sembunyi-sembunyi

  • Mereka melakukan dosa lahir (seperti zina, mencuri, meminum khamr) secara terbuka.

  • Dan juga melakukan dosa batin (seperti niat jahat, hasad, menipu, dan riba terselubung) secara tersembunyi.

  • Maka Allah memerintahkan agar meninggalkan seluruh bentuk dosa, baik yang terlihat jelas oleh manusia maupun yang tersembunyi di dalam hati.

🔍 Dalam sebagian riwayat (walau sanadnya tidak semuanya kuat), disebutkan bahwa ayat ini turun karena:

"Kaum musyrik melakukan perbuatan keji baik secara terbuka di tempat umum, maupun secara sembunyi-sembunyi di dalam rumah-rumah dan dalam kegelapan malam."

Namun tidak ada satu riwayat sahih tunggal yang secara tegas menetapkan satu sebab turunnya ayat ini. Maka ulama menetapkan bahwa ayat ini bersifat umum, meskipun bisa terkait dengan kondisi sosial jahiliyah saat itu.


📚 Tafsir Ibnu Katsir – Penjelasan Lengkap

Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini sebagai perintah umum untuk meninggalkan seluruh bentuk dosa, baik:

  1. Zhāhir al-itsm (dosa yang tampak):
    ➤ Perbuatan dosa yang dilakukan secara terang-terangan, seperti:

    • Mencuri

    • Berzina secara terbuka

    • Minum khamr

    • Riba yang tampak

    • Syirik yang dilakukan secara lahiriah

  2. Bāthinahu (dosa yang tersembunyi):
    ➤ Dosa-dosa batin seperti:

    • Hasad (iri hati)

    • Niat jahat

    • Riya (pamer ibadah)

    • Dengki

    • Menipu secara halus

    • Riba terselubung

➡ Ibnu Katsir menyatakan bahwa Allah mengancam siapa pun yang terus-menerus dalam dosa dengan balasan sesuai apa yang mereka kerjakan.


🔎 Penegasan Ibnu Katsir:

  1. Perintah ini bersifat menyeluruh dan sangat penting bagi orang beriman, terutama dalam menjaga kesucian hati dan amal lahiriah.

  2. Allah Maha Mengetahui baik dosa yang tampak maupun yang tersembunyi.

  3. Balasan bagi pelaku dosa, baik kecil maupun besar, akan diberikan sesuai dengan kadar dan jenis perbuatannya.

Ibnu Katsir juga mengutip ayat senada seperti:

“Katakanlah: Sesungguhnya Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi…”
(QS. Al-A‘raf: 33)


🧭 Kesimpulan Tafsir Ayat 120 (Ibnu Katsir)

  • Allah melarang seluruh bentuk dosa, baik:

    • Terang-terangan (zhāhir)

    • Sembunyi-sembunyi (bāthin)

  • Dosa bukan hanya dilihat dari tindakan lahir, tetapi juga niat dan bisikan hati.

  • Ancaman balasan atas dosa berlaku untuk semua, kecuali mereka yang bertaubat.

  • Ayat ini mengandung tarbiyah ruhiyah dan etika Islami tingkat tinggi, yang memerintahkan keikhlasan, kejujuran, dan kebersihan hati.


📝 Penutup

Meskipun tidak ada satu asbabun nuzul khusus yang disepakati secara sahih untuk ayat ini, namun konteks sosial pada zaman Jahiliyah serta kebiasaan kaum musyrik memberikan gambaran mengapa ayat ini turun, yaitu untuk membersihkan umat dari dosa secara total, lahir dan batin.


https://chatgpt.com/c/68153a06-e15c-8000-bb23-56490586d2a9

tafsir al an'am 119 ok

 

Surah Al-An‘am (6): Ayat 119

Arab:

وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا۟ مِمَّا ذُكِرَ ٱسْمُ ٱللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا ٱضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًۭا لَّيُضِلُّونَ بِأَهْوَآئِهِم بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُعْتَدِينَ

Latin:

Wa mā lakum allā ta’kulụ mimmā żukira-smullāhi ‘alaihi wa qad faṣṣala lakum mā ḥarrama ‘alaikum illā maḍṭurirtum ilaihi, wa inna kaṡīral la yuḍillụna bi-ahlā`ihim bighairi ‘ilm, inna rabbaka huwa a‘lamu bil-mu‘tadīn.

Terjemah (Kemenag RI):

"Mengapa kamu tidak mau memakan dari (hewan) yang disebut nama Allah padanya, padahal Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali kalau kamu dalam keadaan terpaksa? Dan sesungguhnya banyak (manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas."


🧠 Tafsir dan Penjelasan Detail

1. “Mengapa kamu tidak mau memakan dari (hewan) yang disebut nama Allah padanya…”

  • Kalimat ini bernuansa kecaman: Allah mencela mereka yang enggan memakan sembelihan halal, yang padahal disembelih dengan menyebut nama Allah.

  • Ayat ini menjawab orang-orang yang terpengaruh oleh kaum musyrikin, yang mengharamkan sembelihan kaum Muslimin.

2. “…padahal Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya atasmu…”

  • Allah telah merinci dalam Al-Qur’an (misalnya di Al-Baqarah: 173 dan Al-Ma’idah: 3) mengenai jenis-jenis makanan haram seperti bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan tanpa nama Allah.

  • Maka tidak ada alasan untuk mengharamkan sesuatu yang telah Allah halalkan.

3. “…kecuali kalau kamu dalam keadaan terpaksa”

  • Ini adalah pengecualian syar’i: dalam keadaan darurat (seperti kelaparan yang mengancam nyawa), sesuatu yang haram boleh dimakan sebatas kebutuhan untuk menyelamatkan hidup.

4. “Sesungguhnya banyak (manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan”

  • Banyak orang, terutama tokoh-tokoh musyrikin dan ahli bid‘ah, mengharamkan atau menghalalkan sesuatu berdasarkan hawa nafsu dan spekulasi, bukan ilmu wahyu.

  • Ini juga memperingatkan bahwa kesesatan bisa tersebar karena mengikuti tokoh atau budaya tanpa ilmu.

5. “Sesungguhnya Tuhanmu, Dia lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas”

  • Allah menegaskan bahwa Dia mengetahui siapa yang berlebih-lebihan dalam agama, baik dengan mengharamkan yang halal, menghalalkan yang haram, atau menyesatkan orang lain dengan kepalsuan.

  • Orang yang seperti ini disebut mu‘tadīn (melampaui batas) dan akan dimintai pertanggungjawaban.


📚 Kandungan Hikmah dan Pelajaran Ayat 119

  1. Larangan mengharamkan yang telah Allah halalkan, seperti sembelihan yang dibacakan nama Allah.

  2. Allah telah merinci apa yang diharamkan, jadi tidak boleh menambah atau mengurangi hukum tersebut.

  3. Dalam keadaan darurat, Islam memberikan keringanan syariat (rukhshah).

  4. Hawa nafsu dan ketidaktahuan adalah sumber utama kesesatan—ilmu dan wahyu harus menjadi dasar.

  5. Tidak semua mayoritas atau tokoh layak diikuti, karena bisa saja mereka termasuk orang yang melampaui batas.

Jumat, 25 April 2025

Tafsir: Al An'am 118 ok

 

Berikut adalah penjelasan Surah Al-An‘am ayat 118 secara detail beserta tafsirnya:


Surah Al-An‘am (6): Ayat 118

Arab:

فَكُلُوا۟ مِمَّا ذُكِرَ ٱسْمُ ٱللَّهِ عَلَيْهِ إِن كُنتُم بِـَٔايَـٰتِهِۦ مُؤْمِنِينَ

Latin:

Fa-kulụ mimmā żukira-smu-llāhi ‘alaihi in kuntum bi-āyātihī mu’minīn.

Terjemah (Kemenag RI):

"Maka makanlah hewan-hewan yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya."


Tafsir dan Penjelasan Mendalam:

1. “Maka makanlah…”

  • Ayat ini merupakan perintah Allah yang bersifat menganjurkan dengan syarat, bukan perintah mutlak.
  • Berkaitan erat dengan permasalahan halal dan haram dalam makanan, khususnya daging sembelihan.

2. “...dari apa yang disebut nama Allah padanya”

  • Maksudnya: daging hewan yang disembelih dengan menyebut nama Allah (basmalah saat penyembelihan).
  • Ini adalah syarat kehalalan sembelihan: harus disebut nama Allah (bismillāh) pada saat penyembelihan.

3. “...jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya”

  • Menunjukkan bahwa ketaatan terhadap hukum halal-haram adalah bagian dari keimanan.
  • Artinya, jika benar-benar beriman, maka makanlah yang Allah halalkan, dan jauhi yang tidak disebut nama-Nya ketika disembelih.

Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat):

Menurut beberapa riwayat, ayat ini turun sebagai tanggapan terhadap larangan orang musyrik terhadap daging sembelihan kaum Muslim, dengan alasan bahwa hewan itu mati karena manusia, bukan karena Allah yang mematikannya. Maka Allah membantah mereka, dan memerintahkan untuk makan yang disembelih atas nama-Nya.


Pelajaran dan Hikmah:

  1. Pentingnya menyebut nama Allah saat menyembelih sebagai syarat kehalalan makanan.
  2. Keimanan harus diwujudkan dalam tindakan nyata, termasuk dalam memilih makanan.
  3. Menyebut nama Allah menunjukkan bahwa Allah-lah pemberi hidup dan penguasa segala makhluk.
  4. Larangan memakan sembelihan yang tidak disebut nama Allah padanya akan dijelaskan lebih lanjut di ayat berikutnya (Al-An'am 121).
  5. Ayat ini juga menjadi dasar prinsip thayyib dan halal dalam konsumsi umat Islam.

Jika kamu ingin, saya bisa bantu buat materi fiqih halal-haram berdasarkan ayat ini, cocok untuk ceramah, RPP PAI, atau diskusi keislaman. Mau saya bantu siapkan?

Tafsir:Al An'am 117 ok

 

Berikut adalah penjelasan Surah Al-An‘am ayat 117 secara detail lengkap dengan tafsirnya:


Surah Al-An‘am (6): Ayat 117

Arab:

إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَن يَضِلُّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ

Latin:

Inna rabbaka huwa a‘lamu man yaḍillu ‘an sabīlihi, wa huwa a‘lamu bil-muhtadīn.

Terjemah (Kemenag RI):

"Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk."


Tafsir dan Penjelasan Mendalam:

1. “Sesungguhnya Tuhanmu...”

  • Kalimat ini menegaskan bahwa Allah adalah Rabb (Tuhan) yang Mahamengetahui, Mahabijaksana, dan Mahabesar kekuasaan-Nya atas hamba-hamba-Nya.
  • Ini juga mengandung penghiburan dan penguatan bagi Nabi Muhammad saw., setelah peringatan di ayat sebelumnya agar tidak mengikuti mayoritas yang sesat.

2. “...Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya”

  • Allah mengetahui dengan sempurna siapa yang benar-benar menyimpang dari kebenaran, baik secara lahir maupun batin.
  • Allah tidak butuh kesaksian manusia, polling publik, atau jumlah pengikut untuk menilai siapa yang sesat.
  • Ini juga menunjukkan bahwa penilaian Allah-lah yang absolut, bukan standar manusia.

3. “...dan Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”

  • Allah mengetahui hamba-hamba-Nya yang tulus, ikhlas mencari kebenaran, dan berpegang teguh pada wahyu.
  • Petunjuk (hidayah) adalah karunia dari Allah, diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya karena usaha dan keikhlasannya.

Kandungan Makna dan Pelajaran:

  1. Hidayah dan kesesatan adalah di bawah kendali dan ilmu Allah, bukan sekadar klaim manusia.
  2. Allah mengetahui isi hati manusia, maka bersikaplah ikhlas dalam mencari kebenaran.
  3. Jangan merasa paling benar hanya karena dukungan banyak orang, karena Allah yang paling tahu siapa yang benar dan siapa yang sesat.
  4. Ayat ini adalah penutup yang menyejukkan setelah ayat-ayat sebelumnya memberi peringatan keras agar tidak mengikuti mayoritas yang sesat.
  5. Kita diperintahkan untuk tetap berpegang pada petunjuk wahyu, dan menyerahkan urusan hidayah kepada Allah.

Kalau kamu sedang menyusun materi kajian, bahan ajar, atau ceramah dari rangkaian ayat 114–117, saya bisa bantu rangkumkan jadi satu paket yang runtut. Mau saya bantu buatkan?

Tafsir: Al An'am 115 ok

 

Berikut adalah Surah Al-An’am (6) ayat 115 secara lengkap beserta terjemah dan tafsirnya secara detail:


Surah Al-An’am (6) Ayat 115

Arab:

وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًۭا وَعَدْلًۭا ۚ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَـٰتِهِۦ ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ

Latin:

Wa tammat kalimatu rabbika ṣidqan wa ‘adlan, lā mubaddila likalimātih, wa huwa as-samī‘ul-‘alīm.

Terjemah (Kemenag RI):

"Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Qur'an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."


Tafsir Ayat 115 secara Mendalam:

1. “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu…”

  • Maksud dari kalimat Tuhanmu di sini adalah wahyu Allah, terutama Al-Qur’an.
  • Kata "tammat" menunjukkan bahwa wahyu Allah telah sempurna, tidak ada kekurangan, tidak butuh tambahan atau revisi.

2. “…sebagai kalimat yang benar dan adil”

  • Benar (ṣidqan): tidak ada kebatilan di dalamnya, semuanya haq, tidak bertentangan dengan akal sehat dan fitrah.
  • Adil (ʿadlan): semua hukum-Nya adil dan seimbang, tidak zalim, tidak berat sebelah, cocok bagi semua manusia.

3. “Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya”

  • Allah menegaskan bahwa wahyu-Nya terjaga, tidak ada seorang pun yang bisa mengganti, menambah, atau mengurangi isinya.
  • Ini termasuk jaminan kemurnian Al-Qur’an sampai akhir zaman, berbeda dengan kitab sebelumnya yang telah mengalami perubahan.

4. “Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”

  • Allah mendengar semua perkataan manusia, termasuk yang hendak mengubah agama-Nya, atau yang meragukan-Nya.
  • Dia juga mengetahui isi hati, niat, dan tipu daya mereka.
  • Ini menjadi peringatan bagi siapa pun yang mencoba menyimpangkan agama Allah.

Pelajaran dan Pesan dari Ayat Ini:

  1. Al-Qur’an telah sempurna dan tidak butuh campur tangan manusia.
  2. Kebenaran dan keadilan adalah inti dari seluruh isi wahyu Allah.
  3. Kemurnian Al-Qur’an dijamin oleh Allah sendiri — tak seorang pun bisa memalsukannya.
  4. Allah mengetahui setiap usaha manusia, maka ikuti kebenaran, jangan menentangnya.
  5. Ayat ini memberikan keteguhan hati kepada Nabi Muhammad saw. dan umat Islam, agar yakin sepenuhnya kepada Al-Qur’an meski ada penentang.

Kalau kamu butuh ringkasan kajian atau bahan ajar dari ayat ini (misalnya untuk ceramah, kajian tafsir, atau RPP), tinggal bilang ya. Mau dilanjutkan ke ayat 117 juga?

Tafsir:Al An'am 114 ok

 

Berikut adalah Surah Al-An'am (6) ayat 114 secara detail beserta terjemah dan tafsir lengkapnya:


Surah Al-An’am (6) Ayat 114

Arab:

أَفَغَيْرَ ٱللَّهِ أَبْتَغِى حَكَمًۭا وَهُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ إِلَيْكُمُ ٱلْكِتَـٰبَ مُفَصَّلًۭا ۚ وَٱلَّذِينَ ءَاتَيْنَـٰهُمُ ٱلْكِتَـٰبَ يَعْلَمُونَ أَنَّهُۥ مُنَزَّلٌۭ مِّن رَّبِّكَ بِٱلْحَقِّ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلْمُمْتَرِينَ

Latin:

Afa-ghairallāhi abtaghī ḥakaman wa huwa allażī anzala ilaikumul-kitāba mufashshalan, wallażīna ātaināhumul-kitāba ya‘lamūna annahụ munazzalum mir rabbika bil-ḥaqq, fa-lā takụnanna minal-mumtarīn

Terjemah (Kemenag RI):

"Apakah (patut) aku mencari hakim selain Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu secara terperinci? Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengetahui bahwa Al-Qur'an itu benar-benar diturunkan dari Tuhanmu dengan benar. Maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu."


Tafsir Ayat secara Mendalam:

1. “Apakah (patut) aku mencari hakim selain Allah…”

  • Ini adalah pertanyaan retoris sebagai penegasan tegas dari Nabi Muhammad.
  • Maknanya: "Bagaimana mungkin aku mencari hukum atau keputusan dari selain Allah, sementara Dia adalah satu-satunya yang berhak membuat hukum?"
  • Ini menolak berhukum kepada selain Allah, seperti adat jahiliah, hawa nafsu, atau aturan buatan manusia yang menyelisihi wahyu.

2. “…padahal Dialah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu secara terperinci”

  • Al-Qur’an diturunkan dengan keterangan yang jelas, penuh hikmah dan hukum, mencakup pokok-pokok aqidah, syariah, dan akhlak.
  • Ini menunjukkan kesempurnaan Al-Qur’an sebagai rujukan utama.

3. “Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (sebelumnya)… mengetahui bahwa Al-Qur'an itu benar-benar dari Tuhanmu dengan kebenaran”

  • Maksudnya adalah para ulama Yahudi dan Nasrani yang jujur, seperti Abdullah bin Salam, tahu bahwa Al-Qur’an adalah wahyu yang sesuai dengan kabar yang mereka temukan dalam Taurat dan Injil.
  • Ini menjadi bukti eksternal bahwa Al-Qur’an datang dari Tuhan, bukan buatan manusia.

4. “Maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu”

  • Allah menguatkan hati Nabi Muhammad saw., dan juga umatnya: jangan sekali-kali ragu tentang Al-Qur’an.
  • Ini adalah perintah untuk istiqamah dan yakin penuh bahwa syariat Allah adalah kebenaran mutlak.

Pesan dan Pelajaran dari Ayat Ini:

  1. Hanya Allah satu-satunya Hakim yang sah, baik dalam urusan agama maupun kehidupan.
  2. Al-Qur’an adalah pedoman sempurna, yang tidak memerlukan tambahan dari sumber lain yang bertentangan.
  3. Keyakinan terhadap Al-Qur’an harus teguh, tidak terpengaruh keraguan atau opini luar.
  4. Orang-orang ahli kitab yang jujur pun mengakui kebenaran Al-Qur’an.
  5. Syariat Allah lebih tinggi daripada hukum buatan manusia, jika bertentangan, maka hukum Allah-lah yang diikuti.

Kalau ingin saya bantu buatkan bahan kultum, ringkasan kajian, atau power point dari ayat ini, tinggal bilang saja.

Tafsir: Al An'am 116 ok

 

Berikut adalah surah Al-An'am ayat 116 beserta terjemah dan tafsirnya secara detail:


Surah Al-An’am (6) Ayat 116

Arab:

وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي ٱلْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ

Latin:

wa in tuṭiʿ aktsara man fil-arḍi yuḍillụka 'an sabīlillāh, in yattabi'ụna illaz-zhanna wa in hum illā yakhrushụn

Terjemah (Kemenag RI):

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka hanyalah membuat kebohongan.”


Tafsir Ringkas dan Mendalam (berdasarkan Tafsir al-Muyassar, Ibnu Katsir, dan Tafsir Kemenag RI):

  1. "Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang di muka bumi ini..."

    • Ini adalah peringatan kepada Nabi Muhammad saw., dan juga umatnya, agar tidak mengikuti mayoritas manusia jika mayoritas itu berada dalam kesesatan.
    • Mayoritas tidak selalu benar dalam pandangan agama, karena kebenaran tidak diukur dengan jumlah, tetapi dengan dalil dan petunjuk wahyu.
  2. "niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah"

    • Jalan Allah adalah agama yang benar, yaitu tauhid, syariat, dan akhlak yang benar.
    • Orang-orang yang mengikuti hawa nafsu, syirik, bid’ah, atau mendahulukan logika semata tanpa petunjuk wahyu akan membawa pada kesesatan.
  3. "Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka..."

    • Ini menunjukkan bahwa dasar perbuatan dan keyakinan mereka bukan ilmu yang benar, tetapi hanya dugaan, warisan nenek moyang, adat, atau pikiran yang lemah.
    • Dalam Islam, keyakinan tidak boleh didasari prasangka, harus berdasar ilmu (dalil).
  4. "dan mereka hanyalah membuat kebohongan"

    • Banyak dari mereka mengada-ada tentang Allah, agama, dan kebenaran.
    • Mereka mengatakan sesuatu tanpa ilmu, atau membuat ajaran palsu, menisbatkan kebatilan kepada Allah, dan menyebarkan kebohongan kepada manusia.

Pelajaran Penting dari Ayat Ini:

  • Kebenaran bukan soal kuantitas, tapi berdasarkan wahyu dari Allah.
  • Jangan mudah terpengaruh opini publik atau mayoritas jika bertentangan dengan syariat.
  • Hati-hati terhadap persangkaan dan kebohongan dalam urusan agama.
  • Islam mengajarkan untuk berilmu sebelum beramal, bukan hanya mengikuti arus.

Mau saya bantu buatkan poin-poin kajian atau bahan ceramah dari ayat ini juga?

Jumat, 21 Februari 2025

Al an'am 107-108 Tafsir ibnu katsir online

 اتَّبِعْ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ (106) وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكُوا وَمَا جَعَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ (107)

Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan selain Dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mempersekutukan-(Nya). Dan kami tidak menjadikan kamu pemelihara bagi mereka; dan kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi mereka.
Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada Rasul-Nya dan semua orang yang mengikuti jalannya:
{اتَّبِعْ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ}
Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-An'am: 106)
Yakni ikutilah, telusurilah jejaknya, dan amalkanlah, karena sesungguhnya apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu adalah benar belaka; tiada keraguan padanya, karena sesungguhnya Allah itu tidak ada Tuhan selain Dia.
{وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ}
dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. (Al-An'am: 106)
Maksudnya, biarkanlah mereka dan maafkanlah mereka, serta bersabarlah dalam menghadapi gangguan mereka hingga Allah membukakan jalan kepadamu, memberimu pertolongan dan kemenangan atas mereka. Dan perlu engkau ketahui bahwa karena hikmah yang hanya diketahui oleh Allah saja, Dia menyesatkan mereka; karena sesungguhnya seandainya Dia menghendaki, niscaya Dia dapat memberikan petunjuk kepada semua orang; dan seandainya Dia menghendaki, niscaya Dia dapat menghimpun mereka ke jalan hidayah.
{وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكُوا}
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mempersekutukan-(Nya). (Al-An'am: 107)
Bahkan milik-Nyalah semua kehendak dan hikmah sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya dan yang dipilih-Nya; Dia tidak ada yang mempertanyakan apa yang diperbuat-Nya, tetapi mereka pasti dimintai pertanggungjawabannya.
Firman Allah Swt.:
{وَمَا جَعَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا}
Dan Kami tidak menjadikan kamu pemelihara bagi mereka. (Al-An'am: 107)
Artinya, pemelihara yang menjaga ucapan dan perbuatan mereka.
{وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ}
dan kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi mereka. (Al-An'am: 107)
Yakni sebagai orang yang diserahi tugas untuk memelihara rezeki dan urusan mereka, seperti yang disebutkan dalam firman-firman lainnya, yaitu:
{إِنْ عَلَيْكَ إِلا الْبَلاغُ}
Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). (Asy-Syura: 48)
{فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ * لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُسَيْطِرٍ}
Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (Al-Gasyiyah: 21-22)
{فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ}
karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedangkan Kamilah yang menghisab amalan mereka. (Ar-Ra'd: 40)

Sabtu, 08 Februari 2025

Penyakit Hati yang Tertulis dalam Al-Qur'an:

Penyakit Hati yang Tertulis dalam Al-Qur'an:

1. Hati yang Berpenyakit. Yaitu hati yang tertimpa penyakit seperti keraguan, kemunafikan dan suka memuaskan syahwat dengan cara yang haram. "Sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya."

(QS.AL-Ahzab:32)

2. Hati yang buta. Yaitu hati yang tidak dapat melihat dan menemukan kebenaran. "Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada."

(QS.AL-Hajj:46)

3. Hati yang alpa. Yaitu hati yang lalai dari Alquran. Karena terlalu disibukkan dengan hal-hal duniawi dan syahwat yang menyesatkan. "Hati mereka dalam keadaan lalai."

(QS.AL-Anbiya:3)

4. Hati yang berdosa. Yaitu hati yang menutupi kesaksian atas sebuah kebenaran. "Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan kesaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya."

(QS.AL-Baqarah:283)

5. Hati yang sombong. Yaitu hati yang congkak dan enggan mengakui Ke-Esaan Allah. Ia semena-mena melakukan kedzaliman dan permusuhan. "Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang."

(QS.Ghafir:35)

6. Hati yang kasar. Yaitu hati yang tidak memiliki kasih sayang dan belas kasihan. "Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu."

(QS.Ali Imran:159)

7. Hati yang terkunci. Yaitu hati yang tidak mau mendengarkan hidayah dan enggan merenungkannya. "Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya."

(QS.AL-Jatsiyah:23)

8. Hati yang keras. Yaitu hati yang tidak dapat diluluhkan oleh keimanan. Tak dapat terpengaruh oleh nasihat dan peringatan. Dan ia berpaling dari mengingat Allah. "Dan Kami jadikan hati mereka keras membatu."

(QS.AL-Maidah:13)

9. Hati yang lalai. Yaitu hati yang menolak untuk mengingat Allah dan mendahulukan hawa nafsu dibanding ketaatan kepada-Nya. "Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami."

(QS.AL-Kahfi:38)

10. Hati yang tertutup. Yaitu hati yang tertutup rapat sehingga tidak dapat ditembus oleh ayat-ayat Allah dan sabda-sabda Nabi. Dan mereka berkata: "Hati kami tertutup". (QS.AL-Baqarah:88)

11. Hati yang jauh (dari kebenaran). Yaitu hati yang melenceng jauh dari cahaya kebenaran. "Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan."

(QS.Ali Imran:7)

12. Hati yang ragu. Yaitu hati yang selalu diombang-ambingkan oleh keraguan. "Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya."

(QS.At-Taubah:45)

Inilah 12 tipe hati yang sakit menurut Alquran. Semoga hati kita terhindar dari 12 tipe ini. Karena itu perbanyaklah berdoa, "Duhai yang membolak-balikkan hati. Tetapkan hati kami di atas agama-Mu.

[18.29, 5/2/2025] +62 898-9999-864: "𝗔𝗠𝗔𝗟𝗔𝗡 𝗕𝗔𝗖𝗔𝗔𝗡 𝗦𝗛𝗢𝗟𝗔𝗪𝗔𝗧 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗛𝗜𝗟𝗔𝗡𝗚𝗞𝗔𝗡 𝗦𝗜𝗙𝗔𝗧 𝗣𝗘𝗠𝗔𝗥𝗔𝗛"

Rasulullah ﷺ bersabda :

"Sesungguhnya barangsiapa mengucapkan satu kali shalawat kepadaku niscaya Allah mengucapkan sholawat kepadanya sebanyak sepuluh kali.”

(HR. Ahmad).

Sholawat ini ujar Abah dapat menghilangkan sifat pemarah yang ada di dalam diri seseorang.

Abah Guru Sekumpul memberikan ijazah sholawat ini untuk orang yang jiwanya pemarah.

Berikut Bacaan Sholawatnya :

الصلاة والسلام عليك يا سيدنا ياخير الانام 

"𝘈𝘴𝘩𝘰𝘭𝘢𝘢𝘵𝘶 𝘸𝘢𝘴𝘴𝘢𝘭𝘢𝘢𝘮𝘶 '𝘢𝘭𝘢𝘪𝘬𝘢 𝘺𝘢𝘢 𝘴𝘢𝘺𝘺𝘪𝘥𝘪𝘯𝘢𝘢 𝘺𝘢𝘢 𝘬𝘩𝘰𝘪𝘳𝘪𝘭 𝘢𝘯𝘢𝘢𝘮"

Sholawat ini dibaca setiap hari, boleh dijadikan wirid harian selepas sholat fardhu dan dibaca sebanyak-banyaknya.


Itulah bacaan do'a yang di berikan oleh Abah Guru Sekumpul agar kita di berikan ketenangan bathin, ketentrama…